
Pilih Mana, "Membersihkan" Batu Bara atau Membuangnya?

Bicara mengenai pemanasan global sebagai efek GRK, kita harus melihat kondisi dan latar belakangnya secara utuh. GRK bukanlah CO2 semata, melainkan meliputi empat gas yang sama-sama memiliki efek "memerangkap panas" dari bumi.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/ IPCC) mencatat ada empat jenis utama GRK, yakni gas CO2, gas metana (CH4), nitrogen oksida (N20), dan gas terfluorinasi (fluorinated gasses) seperti sulfur heksaflorida (SF6).
Keempatnya sama-sama mengontribusi pemanasan global, tetapi yang sering disorot adalah gas dari pembakaran energi fosil yang mayoritas berupa CO2. Padahal, jika mengacu pada laporan IPCC, CO2 memiliki efek rumah kaca paling kecil dibandingkan dengan tiga gas lainnya.
Sebagai contoh, 1 ton gas metana, ternyata memiliki efek rumah kaca 28 kali lebih parah dari 1 ton CO2 dalam kurun waktu 1 abad. Gas SF6, yang terdapat di kabel listrik, menjadi jawara efek rumah kaca yakni 23.500 kali lebih buruk dari CO2 dalam 100 tahun.
![]() |
IPCC menggunakan istilah Global Warming Potential (GWP) yang mengukur efek rumah kaca sebuah gas dalam jangka waktu 100 tahun (GWP100). Ia mengukur efek rumah kaca 1 molekul atau 1 massa suatu gas, dibandingkan dengan efek rumah kaca CO2, dalam waktu 100 tahun.
Artinya, hanya perlu 1 ton gas yang menguar dari kabel listrik itu untuk menyalip efek buruk 23.499 ton emisi CO2 dari energi fosil. Oleh karenanya, jangan heran jika sektor transportasi dan kelistrikan saling bersaing menjadi penyumbang utama GRK di Amerika Serikat (AS), dengan porsi masing-masing sebesar 28% dan 27%.
Demikian juga dengan gas metana. Cukup 1 ton emisi gas metana untuk menyaingi efek emisi 28 ton CO2. Dan mohon maaf, produsen utama metana bukanlah sektor pertambangan, melainkan pertanian/peternakan dari limbah ternak, pupuk kimia, dan pembukaan lahan.
Tidak heran, riset Institute for Agriculture and Trade Policy and GRAIN menyebutkan bahwa raksasa global di sektor peternakan bakal menggeser raksasa migas dalam hal perubahan iklim. Temuan mereka menyebutkan bahwa 35 korporasi peternakan terbesar dunia tidak merilis data emisi GRK secara benar.
Jika praktik itu berlanjut, maka sektor peternakan diprediksi menyumbang 80% GRK pada 2050. China, AS, Uni Eropa, Kanada, Brazil, Argentina, Australia, dan Selandia Baru menyumbang 60% di antaranya.
Karena itu, tidak adil jika batu bara yang terus-terusan disorot, sementara sektor peternakan sang raja emisi metana, yang 28 kali lebih berbahaya dari CO2, justru dicuekin. Idealnya, sektor yang sama-sama berkontribusi terhadap GRK harus sama-sama disorot.
(ags/ags)