
Kabar Buruk! Kurva Covid Belum Melengkung, Perjalanan Menukik

Jakarta, CNBC Indonesia - Sampai saat ini kurva kasus positif covid-19 di Indonesia belum ada tanda-tanda melengkung. Saat bersamaan grafik perjalanan orang di berbagai moda transportasi menunjukkan sebaliknya, semuanya menukik tajam, seperti penerbangan hingga kereta. Hal ini makin terjal untuk upaya pemulihan ekonomi.
Padahal, mobilitas adalah kunci dari motor pertumbuhan ekonomi, jika mobilitas terhambat atau mandek, maka ekonomi ikut kena terdampak. Inilah fenomena yang terjadi saat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merebak di dalam negeri.
Berbeda dengan China, Eropa dan Amerika Serikat (AS), ketika wabah Covid-19 merebak, Indonesia lebih memilih social distancing ketimbang lockdown. Pendekatan Indonesia dalam menangani wabah lebih condong ke Jepang maupun Korea Selatan.
Namun ketika wabah terus menjalar ke berbagai penjuru negeri, pembatasan yang masif pun digalakkan. Memasuki bulan April hampir semua wilayah di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang awalnya dimulai dari zona merah DKI Jakarta pada 10 April 2020.
PSBB berarti mobilitas publik dibatasi. Masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah kecuali untuk urusan yang mendesak. Seluruh kegiatan mulai dari belajar, bekerja hingga beribadah dilakukan dari rumah masing-masing.
Artinya jumlah pengunjung tempat wisata, restoran hingga pusat perbelanjaan anjlok signifikan. Bahkan nyaris tidak ada. Sektor pariwisata, restoran dan perhotelan pun menjadi yang paling terdampak. Tak luput juga sektor transportasi yang mendukungnya ikut menderita.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor transportasi untuk semua jalur (darat, air dan udara) mengalami penurunan penumpang yang sangat signifikan.
Bahkan momentum puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri yang biasanya diwarnai dengan aksi pulang kampung atau mudik pun kali ini tak ada atau setidaknya berbeda dari yang biasanya. Bahkan sempat ada larangan terbang untuk pesawat penumpang komersil pada April lalu.
Larangan bepergian keluar negeri baik yang dikeluarkan oleh pemerintah RI maupun pemerintah negara lain membuat jumlah penerbangan internasional mengalami penurunan yang tajam.
Pada bulan Mei, BPS mencatat penerbangan internasional turun 55% dari bulan April (mom). Secara tahunan (yoy), jumlah penumpang maskapai penerbangan internasional turun nyaris 100%.
Nasib serupa juga dialami oleh penerbangan jalur domestik. BPS mencatat jumlah penumpang maskapai penerbangan domestik anjlok 89% pada Mei dibanding bulan sebelumnya. Jumlah penumpang tercatat mencapai 840 ribu orang turun 98,34% dibanding periode yang sama tahun lalu yang jumlahnya tercatat mencapai 5,25 juta.
Jika dicermati lebih lanjut, jumlah penumpang pesawat sudah turun sejak Maret lalu. Penurunan penumpang pesawat juga dialami di tahun 2019 lantaran mahalnya harga tiket pesawat.
Tak hanya pesawat saja yang kehilangan penumpang. Imbauan untuk berada di rumah saja juga membuat transportasi kereta dan kapal nyaris kosong. Saat PSBB mulai digalakkan pada April lalu, penumpang kereta anjlok tajam.
BPS mencatat penumpang kereta bulan Mei tak sampai 5,5 juta orang, turun 7% dibanding bulan sebelumnya yang sebanyak 5,9 juta orang dan anjlok 84,4% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 35,1 juta penumpang.
Jumlah penumpang kapal pun tak jauh beda. Pada bulan Mei, hanya 280 ribu orang saja yang tercatat menyeberang menggunakan kapal. Angka ini drop 50,7% dibanding bulan sebelumnya dan terkontraksi sebesar 86,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pada kuartal pertama dan saat awal-awal PSBB diterapkan volume muatan logistik kereta dan kapal barang mencatatkan kenaikan secara tahunan (yoy). Namun volume muatan anjlok memasuki bulan Mei.
Tak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 telah menyebabkan rusaknya rantai pasok. Sebagai sektor yang paling awal dan paling parah terdampak, sektor transportasi jelas berpotensi menyumbang angka pengangguran yang banyak.
Apalagi jika digabung dengan sektor akomodasi makan dan minum maka kontribusi tenaga kerjanya mencapai 10% dari total tenaga kerja RI.
Ketika angka pengangguran naik, pendapatan masyarakat turun. Daya beli masyarakat akhirnya terkikis. Konsumsi jadi melambat bahkan tergerus. Pandemi Covid-19 memang memberikan pukulan ganda (double hit) bagi perekonomian.
Selagi indikator-indikator mobilitas ini belum menunjukkan adanya perbaikan, ekonomi bisa terus-terusan loyo. Namun terkait kapan pastinya ekonomi akan bangkit, jelas itu semua tergantung dari banyak faktor terutama terkait dengan seberapa lama pandemi akan terjadi dan apakah ada gelombang kedua wabah atau tidak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ditinggalkan Penumpang, Ada Apa dengan Pesawat Terbang?