Tahun Depan, APBN Masih Bertema Corona, Corona, dan Corona

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2020 15:43
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan DPR telah menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021. Seperti tahun ini, pada 2021 tantangan terbesar bagi pengelolaan anggaran negara adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

KEM-PPF adalah langkah awal dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dokumen ini memberi gambaran awal, ancer-ancer mengenai Nota Keuangan dan RAPBN yang akan disampaikan presiden setelah Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus. Nantinya RAPBN kembali dibahas oleh pemerintah dan DPR dan kemudian disahkan menjadi APBN tahun berjalan.

Oleh karena itu, KEM-PPKF belum banyak memberikan angka pasti karena sifatnya masih gambaran awal. Namun setidaknya sudah ada arah kebijakan pemerintah.

Pada 2021, KEM-PPKF masih didominasi oleh sentimen pandemi virus corona. Namun ada sedikit optimisme setelah pada 2020 pertumbuhan ekonomi diperkirakan dalam kisaran -0,4-2,3%.

"Kinerja perekonomian global 2021 diperkirakan mengalami pemulihan seiring meredanya wabah virus corona, meskipun dampak di sektor keuangan global masih tetap perlu diwaspadai. Dari sisi domestik, upaya penguatan konektivitas nasional melalui pembangunan infrastruktur dan upaya-upaya perbaikan iklim investasi dan bisnis lainnya diperkirakan mulai terlihat dampaknya dalam peningkatan kapasitas produksi.

"Dengan pulihnya perekonomian menuju kondisi 'new normal', perekonomian Indonesia diproyeksikan mampu tumbuh pada kisaran 4,5-5,5% pada 2021. Pola pemulihan berbentuk huruf V (V-shaped recovery) diharapkan terjadi dengan asumsi bahwa mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mulai perlahan kembali bekerja," sebut dokumen KEM-PPKF 2021.

apbnKementerian Keuangan

Seiring dengan percepatan pertumbuhan ekonomi, laju inflasi domestik pun terakselerasi. Tahun depan, laju inflasi diperkirakan berada di kisaran 2-4%, Hingga Mei, laju inflasi masih sangat terkendali tipis di atas 2% year-on-year (YoY).

Dalam jangka menengah, pemerintah memperkirakan inflasi akan terus melambat. Pada 2025, inflasi diramal berada di kisaran 1,5-3,5%.

Masuk ke tema besar kebijakan RAPBN, pemerintah menilai 2021 adalah masa transisi menuju periode normal. Kebijakan ekonomi makro dan fiskal 2021 akan diarahkan untuk mempercepat pemulihan pasca pandemi COVID-19 serta menjadi momentum untuk melakukan reformasi kebijakan.

apbnKementerian Keuangan

Arah kebijakan fiskal 2021 masih ekspansif dengan anggaran defisit meski tidak sebesar 2020. Tahun depan, pemerintah memperkirakan defisit anggaran berada di kisaran 3,21-4,17% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB di 36,67-37,97% PDB.

"Seiring dengan pelemahan kinerja perekonomian maka outlook pendapatan negara dan hibah 2020 adalah 10,46% PDB. Pada 2021, pendapatan negara dan hibah diperkirakan berada pada kisaran 9,9-11% PDB dan pada 2024 diperkirakan berkisar 10,84-12,15% PDB. Hal ini dipengaruhi kinerja perpajakan yang masih belum optimal, seiring dengan perekonomian yang masih dalam proses pemulihan.

"Dalam jangka menengah, belanja negara 2021 diperkirakan berada pada kisaran 13,11-15,17% PDB dan pada 2024 diperkirakan berkisar 13,03-14,66% PDB. Untuk menopang kebutuhan belanja negara, pendapatan negara dan hibah pada 2021 ditargetkan mencapai 9,9-11% terhadap PDB. Besaran pendapatan negara dan hibah 2021 tersebut antara lain bersumber dari penerimaan perpajakan dengan asumsi tax ratio dapat mencapai sebesar 9,30-9,68% PDB," papar dokumen KEM-PPKF 2021.

apbnKementerian Keuangan

Meski temanya pemulihan, tetapi 2021 bukannya tanpa risiko. Lagi-lagi, risiko paling besar adalah pandemi virus corona.

"Pelemahan ekonomi global akibat pandemi COVID-19 juga berdampak pada kinerja perekonomian domestik yang antara lain ditandai pelemahan pertumbuhan ekonomi, turunnya harga komoditas, pelemahan kinerja ekspor-impor, volatilitas likuiditas dan penurunan aktivitas sektor riil, serta potensi terganggunya stabilitas sektor keuangan. Pelemahan perekonomian domestik tersebut tentunya akan berdampak signifikan terhadap kinerja fiskal.

"Deviasi asumsi ekonomi makro yang ditetapkan dengan realisasinya akan berdampak pada adanya perbedaan antara target pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran dengan realisasinya. Apabila realisasi defisit lebih tinggi dari target defisit yang ditetapkan dalam APBN 2021, maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus diantisipasi pemenuhan sumber pembiayaannya," sebut dokumen KEM-PPKF 2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular