Ini Dia Bukti Baru Corona Bikin PHK di Mana-mana!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 June 2020 13:48
Aksi Anti-lockdown di AS, Demonstran Bawa Senapan. AP/Matthew Dae Smith
Foto: Aksi Anti-lockdown di AS, Demonstran Bawa Senapan. AP/Matthew Dae Smith

Berbeda dengan Jepang, Negeri Paman Sam melaporkan lonjakan angka penganggurannya saat banyak negara bagian menerapkan lockdown untuk mencegah wabah semakin menjalar. 

Data Departemen Tenaga Kerja AS mencatat bahwa tingkat pengangguran di AS pada bulan April mencapai 14,7% dan turun di bulan Mei seiring dengan relaksasi lockdown yang membuat adanya tambahan 2,5 juta lapangan kerja (nonfarm payrolls) sehingga angka pengangguran mengalami penurunan menjadi 13,3%.

Meski menurun tingkat pengangguran di AS masih tergolong sangat tinggi dan menjadi yang tertinggi sejak peristiwa the Great Depression serta 4 kali lipat lebih banyak dari tingkat pengangguran di bulan Februari. 

Ada beberapa hal yang membuat tingkat pengangguran di Jepang lebih rendah ketimbang di AS. Mengutip New York Times, konsetalasi sosial, demografi dan epidemiologi menjadi tiga faktor yang membuat angka PHK di Jepang tidak sebanyak di negara lainnya. 

Populasi Jepang yang menua membuatnya susah untuk mencari tenaga kerja. Pada bulan April, dari 100 pencari kerja terdapat 120 lowongan kerja tersedia. Artinya secara umum Jepang masih kekurangan tenaga kerja. 

Jepang juga tetap membiarkan aktivitas ekonominya tetap berjalan ketika pandemi merebak. Hal ini juga dipicu oleh keberhasilan Jepang dalam mengendalikan wabah. Tidak seperti AS yang mengalami lonjakan kasus yang sangat signifikan serta menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia. 

Namun dua faktor ini hanya menjelaskan beberapa perbedaan antara Jepang dan AS. Ada hal lain yang lebih menjelaskan mengapa tingkat pengangguran di Jepang tak setinggi di AS. 

Di Jepang, untuk memberhentikan karyawan adalah tindakan yang tergolong sangat susah baik secara psikologis maupun praktis. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan AS, Jepang lebih memprioritaskan keberlanjutan. Hal ini dijelaskan oleh Naohiko Baba, kepala ekonom Goldman Sachs Jepang, seperti diberitakan New York Times.

"Dalam kondisi yang baik, perusahaan mengakumulasi laba pada neraca mereka dan melarang adanya kenaikan gaji pekerjanya" kata Baba. "Ketika kondisi buruk, perusahaan menahan diri dari mem-PHK karyawannya dan menggunakan laba ditahan saat kondisi baik tadi, sehingga orang-orang masih dapat bekerja" tambahnya. 

Di sisi lain, organisasi atau serikat buruh di Jepang juga tergolong kuat. Sehingga memecat atau memberhentikan karyawan ongkos sosialnya sangat mahal di Jepang. Hal ini lah yang membuat tingkat pengangguran di Jepang tidak setinggi negara lain meski model pekerja kontrak yang lebih longgar aturannya mulai umum di Negeri Sakura.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular