Lockdown AS & Dunia Dilonggarkan, Pengangguran Tetap Tinggi

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
27 June 2020 16:59
Bendera Amerika Serikat
Foto: Amerika Serikat (AP/Carolyn Kaster)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) melaporkan klaim tunjangan pengangguran sudah mulai melambat di bawah 1,5 juta. Meski melambat dan ekonomi mulai dipacu kembali angka pengangguran di AS masih tergolong tinggi.

Departemen Tenaga Kerja AS mencatat hingga pekan lalu yang berakhir pada 20 Juni 2020 angka klaim tunjangan pengangguran di Negeri Paman Sam totalnya mencapai 1,48 juta. Angka ini jauh lebih tinggi dari survei yang dilakukan Dow Jones yang memperkirakan akan berada di angka 1,35 juta. 

CNBC International melaporkan ada klaim tunjangan sebanyak 728.120 di bawah program Bantuan Pengangguran karena Pandemi. Sementara itu untuk klaim tunjangan pengangguran (continuing) kini sudah mengalami penurunan sebesar 767.000 menjadi 19,52 juta. 

"Angka klaim tunjangan awal dan lanjutan menunjukkan adanya perbaikan secara gradual di pasar tenaga kerja. Turunnya klaim tunjangan pengangguran mengindikasikan laju PHK mengalami melambat, tetapi masih saja tinggi" kata Gus Faucher, chief economist di PNC Financial, mengutip CNBC International.

Namun belum lama ekonomi Paman Sam secara perlahan dibuka kembali, kasus infeksi Covid-19 meningkat secara drastis. Dalam satu hari AS mencatatkan lebih dari 40 ribu orang terjangkit virus corona. Kekhawatiran akan kembali diterapkannya lockdown kembali meningkat.

"Yang membahayakan sekarang adalah bahwa klaim mulai pulih di negara-negara bagian lain di mana infeksi meningkat dengan cepat, dan orang-orang mulai menjauh dari restoran dan mal," kata Ian Shepherdson, kepala ekonom di Pantheon Macroeconomics.

Sudah 14 pekan berturut-turut klaim tunjangan pengangguran AS angkanya di atas 1 juta. Angka klaim tunjangan melonjak pertama kali pada 21 Maret lalu, tak lama setelah WHO mendeklarasikan wabah Covid-19 sebagai pandemi. Puncaknya terjadi di akhir Maret saat hampir 6,9 juta klaim tunjangan pengangguran tercatat. 

Klaim tunjangan pengangguran di California tercatat naik 45.930, atau 19%, jauh lebih besar daripada negara bagian lain, menurut data yang tidak disesuaikan dengan faktor musiman. Pennsylvania naik 6.892, naik 14% dari minggu sebelumnya dan Oklahoma turun 35.571.

Krisis kesehatan yang menyerang dunia kali ini telah menjelma menjadi krisis ekonomi global. AS yang menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak ekonominya pun porak poranda. 

Menurut National Bureau of Economic Research (NBER) AS telah masuk jurang resesi pada Februari lalu atau sebulan sebelum pandemi merebak ke berbagai penjuru dunia. Ekonomi AS mengalami kontraksi 5% di kuartal pertama tahun ini.

Lockdown yang diterapkan di berbagai negara bagian di AS telah membuat pabrik tidak beroperasi atau dengan kapasitas minimal. Alhasil permintaan tenaga kerja mengalami penurunan. Banyak karyawan yang dirumahkan dan kena PHK. Angka pengangguran pun melejit.

Tidak hanya AS saja yang angka penganggurannya meningkat tajam. Hal serupa juga dialami di berbagai belahan penjuru dunia. 

Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam laporannya mewanti-wanti dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor tenaga kerja. ILO memperkirakan jumlah hilangnya pekerjaan bisa bertambah mencapai 195 juta pekerja karena Pengangguran merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun berkembang. Sebelum pandemi Covid-19 merebak, angka pengangguran global sudah tergolong tinggi mencapai 190 juta, sebelum adanya pandemi covid-19.

Jika ditambah dengan dampak dari pandemi, maka angka pengangguran di berbagai belahan dunia akan melonjak signifikan. Maklum, banyak negara yang memilih menerapkan karantina wilayah (lockdown) untuk menekan penyebaran wabah.

Menurut ILO ada beberapa sektor yang paling merasakan dampak dari pandemi ini. Pasalnya sektor-sektor tersebut merupakan industri yang sangat bergantung pada mobilitas orang dan barang serta memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak.

Sektor paling terdampak menurut ILO antara lain sektor pangan dan akomodasi dengan 144 juta pekerja, ritel dan wholesale sebanyak 482 juta, jasa dan administrasi bisnis dengan 157 juta tenaga kerja dan manufaktur yang memiliki 463 juta tenaga kerja.

Jika dilihat dampaknya ke perekonomian, maka sektor-sektor tersebut termasuk yang memiliki kontribusi besar terhadap output ekonomi. Di sisi lain yang lebih menyedihkan adalah tenaga kerja muda juga ikut terdampak dari pandemi ini.

Bayangkan saja, kaum muda yang berada di usia produktif harus menganggur akibat merebaknya pandemi di berbagai penjuru dunia.

Angka pengangguran versi ILO merupakan perkiraan untuk tiga bulan ke depan setelah dirilis pada April lalu. ini masih estimasi atau prediksi. Kenyataannya bisa sama, lebih baik atau bahkan lebih buruk.

Semua tergantung perkembangan wabah dan respons setiap negara untuk segera keluar dari krisis. Namun untuk menekan lonjakan angka pengangguran global, organisasi yang bermarkas di Jenewa Swiss itu merekomendasikan adanya 4 pilar utama yang harus dibangun setiap negara.

Keempat pilar itu adalah :

Pilar Pertama, setiap negara harus menstimulasi ekonomi dan serapan tenaga kerja melalui kebijakan fiskal yang aktif, kebijakan moneter yang akomodatif, serta pemberian pinjaman spesifik untuk sektor tertentu seperti kesehatan masyarakat

Pilar Kedua, setiap negara perlu untuk mendukung dunia usaha, lapangan kerja dan pendapatan masyarakatnya melalui meningkatkan proteksi sosial untuk semua lapisan masyarakat, menjaga tingkat retensi tenaga kerja dan memberi keringanan pajak bagi dunia usaha.

Pilar Ketiga, melindungi tenaga kerja dan ruang kerja. Perlindungan dapat diwujudkan dengan meningkatkan aspek kesehatan di ruang publik, kebijakan bekerja secara remote, mencegah terjadinya diskriminasi dan menyediakan akses kesehatan yang universal.

Pilar Keempat, mewujudkan dialog sosial untuk resolusi konflik. ILO memandang pemerintah, pengusaha dan tenaga kerja harus mengedepankan dialog dalam setiap permasalahan yang terjadi.

Pada dasarnya kerangka kebijakan yang direkomendasikan oleh ILO terutama untuk pilar pertama dan kedua sudah diimplementasikan di berbagai negara di dunia. Misalnya di AS, bank sentralnya telah memangkas suku bunga acuan hingga mendekati nol persen, program pembelian aset finansial hingga memberi kredit ke sektor riil.

Dari sisi fiskal, pemerintah AS sudah menggelontorkan dana triliunan dolar untuk relaksasi pajak korporasi, social safety net program hingga yang terbaru adalah proposal untuk anggaran infrastruktur senilai US$ 1,5 triliun oleh House of Representative (DPR AS).

Di Indonesia juga mengimplementasikan pilar pertama dan kedua. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter telah memangkas suku bunga acuan ke 4,25%, meningkatkan likuiditas perbankan melalui pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM).

Sementara dari sisi fiskal, pemerintahan Joko Widodo telah mengeluarkan tiga paket stimulus ekonomi lebih dari Rp 400 triliun untuk sektor kesehatan, social safety net program dan relaksasi pajak.

Meski pilar-pilar tersebut sudah mulai diterapkan oleh berbagai negara di dunia termasuk di RI, tetapi hasil akhir atau efektivitas kebijakan tentu akan berbeda antara satu negara dengan negara yang lain mengingat kompleksitas permasalahan serta tantangan yang dihadapi juga berbeda.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular