
Siap-siap, AS Bakal Sanksi Bank yang Dukung China di Hongkong

Jakarta, CNBC Indonesia - Senat Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang berisi sanksi pada orang atau perusahaan yang mendukung China dalam membatasi otonomi di Hong Kong dengan mengesahkan UU keamanan baru untuk kota tersebut.
UU tersebut juga termasuk sanksi sekunder kepada bank yang melakukan bisnis dengan mereka yang mendukung UU keamanan baru China untuk Hong Kong. Jika ketahuan, nantinya hubungan bisnis dengan mitra Amerika dan akses transaksi dolar AS akan diputus.
Namun "Undang-Undang Otonomi Hong Kong" yang disahkan dengan persetujuan bulat ini tetap harus melewati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dan ditandatangani oleh Presiden Donald Trump untuk menjadi hukum yang sah. Politik AS memiliki prinsip dua kamar, sehingga parlemen tidak hanya Senat tapi juga DPR AS.
Senator asal Demokrat Chris Van Hollen mengatakan UU tersebut bertujuan untuk mengirimkan pesan kepada China bahwa akan ada konsekuensi jika bertindak untuk melemahkan otonomi kota Hong Kong. Rancangan UU sanksi Hong Kong hampir disahkan minggu lalu.
Namun hal tersebut sempat dihentikan oleh Senator Republik Kevin Cramer atas permintaan administrasi Trump. Menurutnya ada beberapa koreksi teknis yang harus dibetulkan.
Penundaan tersebut menggarisbawahi komplikasi dari meloloskan undang-undang terhadap China, sebab pemerintah AS mengejar kesepakatan perdagangan. Namun kedua negara masih bergulat untuk pengaruh internasional dan bentrokan atas hak asasi manusia.
Di sisi lain, UU keamanan baru China akan mendorong Trump untuk menghilangkan perlakuan ekonomi khusus yang memungkinkan Hong Kong untuk tetap menjadi pusat keuangan global.
UU yang berisi tujuh pasal tersebut dipandang bakal memberi jalan bagi China untuk memperkuat kendalinya atas kota administrasinya tersebut. Aturan itu dianggap salah oleh banyak pihak lantaran saat ini kebebasan Hong Kong dari China telah dijamin.
Jaminan bagi Hong Kong memperoleh kebebasan telah disepakati oleh China dan Inggris dalam aturan "satu negara, dua sistem" setelah Hong Kong diserahkan oleh Inggris kembali ke China pada tahun 1997.
Hubungan AS dan China kini telah mencapai titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Selain soal perang dagang, kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu juga memperdebatkan berbagai hal, termasuk klaim China di Laut China Selatan, jaringan seluler 5G sampai soal pandemi COVID-19.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Demi Hong Kong, AS Siap Beri Sanksi China