Rare Earth, Harta Karun RI yang Bakal Jadi Sumber Cuan!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
24 June 2020 09:17
Tambang Tanah Jarang (Rare Earth) di China. (Foto: CNBC)
Foto: Tambang Tanah Jarang (Rare Earth) di China. (Foto: CNBC)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rare Earth Element (REE) atau biasa disebut elemen 'tanah jarang' kini banyak diperbincangkan setelah pertemuan antara Menko Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Dalam pertemuan tersebut mereka membahas soal potensi memanfaatkan mineral tersebut untuk industri persenjataan.

Menanggapi hal ini, Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan semua potensi rare earth ini sedang dilakukan penelitian.

"Semua ini kemarin kita dapat info dari salah satu Profesor ITB itu di nikel kadar rendah ini juga ada, dia lihat potensi rare earth. Tapi yang Inalum [PT Indonesia Asahan Aluminium] lihat itu di Timah [PT Timah] itu," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (23/06/2020).

Lebih lanjut ia mengatakan dari pembicaraan Menko Marves dan Menteri Pertahanan tanah jarang ini memiliki banyak manfaat. Misalnya saja di Amerika yang memanfaatkannya untuk komponen elektronik dan sistem persenjataan.

"Ya banyak sih penggunaannya, salah satunya itu. Lagi dilihat untuk eksplorasinya karena kita perlu tahu jumlah cadangan dulu seberapa, segala macamnya. Yang sudah di lihat itu di Timah," jelasnya.

Hilirisasi dari komoditas ini sangat tergantung dari seberapa cepat eksplorasi dilakukan. Nanti, imbuhnya, akan ada teknologinya setelah diketahui jumlah cadangannya.

"Ini sedang diteliti potensinya, ada di PT Timah. AS [memanfaatkan], banyaklah," paparnya.

Sebelumnya, Menko Marver Luhut Luhut Binsar Pandjaitan menerima Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Senin (15/6/2020) petang. Pertemuan di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi tersebut sempat menyimpan misteri.

Pasalnya, baik Luhut maupun Prabowo memilih irit bicara terkait pertemuan yang berlangsung sekitar 1,5 jam tersebut. Luhut sempat ditanya awak media, namun tidak banyak cerita yang diungkap.

Luhut memilih menyampaikan jawaban yang terkesan asal namun sopan, seperti hanya makan saja dengan Prabowo. Ketika ditanya lagi mengenai konten pembicaraan, dia juga masih enggan buka-bukaan. "Masa mau diberi tahu kamu," katanya sambil tersenyum ramah, kepada pewarta yang mencoba menghampirinya saat itu.

Secara terpisah, Prabowo sama sekali tidak berkomentar terkait pertemuannya dengan Luhut. Ia hanya melambaikan tangan saat ditanya para pewarta yang sudah menunggu.

Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi ketika dikonfirmasi CNBC Indonesia, Selasa (16/6/2020), mengaku tidak mengikuti pertemuan itu. Namun dia memastikan bahwa tidak ada orang lain yang ikut dalam pertemuan tersebut.

"Saya juga tidak ikut atau pun mendapat info dari Pak Luhut mengenai pembicaraannya dengan Pak Prabowo. Pertemuan empat mata," kata Jodi.

Misteri pembahasan kedua mantan prajurit Kopassus ini akhirnya terungkap sepekan kemudian. Pada Senin (22/6/2020), Luhut akhirnya buka suara di hadapan anggota DPR.

"Kita dari tin (timah), kemarin saya bicara dengan Menhan [Menteri Pertahanan Prabowo Subianto], tin itu kita juga bisa ekstrak, dari situ rare earth [tanah jarang]," kata Luhut dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (22/6/2020).

Menurut Luhut, rare earth merupakan salah satu komponen penting untuk pembuatan senjata. Namun, harga logam itu ditentukan di Singapura.

"Kenapa harga rare earth mesti ditentukan di Singapura? Kenapa tidak di kita. Singapura udara saja dia impor, kita relakan itu," imbuhnya.

Tidak hanya sekali Luhut menyampaikan potensi rare erath ini, ia pernah menggebu-gebu ketika bicara mengenai hilirisasi mineral di Indonesia, di gedung DPR RI, Senin (9/9/2019).

Menurutnya sepanjang sejarah negeri ini tidak memiliki peta rantai pasokan yang jelas untuk tambang mineral. Banyak komoditas diekspor secara mentah tanpa mendapat nilai tambah.

Padahal, menurut Luhut, jika komoditas mentah tersebut diolah mulai dari bijih mentah sampai nanti barang jadi setelah dari smelter, akan ada nilai tambah yang menghasilkan banyak keuntungan.

Saat itu, Luhut juga sempat memberi perbandingan. Ia menyebut ekspor timah mentah menghasilkan uang US$ 350 juta atau Rp 4,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Sementara, lanjutnya, dengan hilirisasi bisa datangkan lebih banyak untuk komoditas serupa yakni mencapai US$ 5,8 miliar atau Rp 81 triliun.

"Itu hanya ekspor saja bawa itu tanah yang isinya timah, dan satu ton tanah itu belum tentu dapat 1 kilogram timah. Jadi berapa juta ton sudah berpuluh-puluh tahun kita ekspor?"

Dengan membangun smelter, Ia meyakini pemerintah akan punya peran untuk menentukan harga. Sehingga tak cuma diatur oleh negara yang punya smelter, "Bangun smelter itu kan cuma 2 tahun, ini sudah lebih dari 2 tahun, apa yang terjadi, kenapa diulur-ulur?"

"Masa harga timah ditentukan di Singapura, kamu bangga gak sebagai orang Indonesia? Masa tidak bisa bikin supply chainnya itu juga," ceritanya.

Kebutuhan timah dunia tinggi, hampir semua telepon genggam misalnya berisi timah. "Kenapa tidak kita bikin di dalam negeri, sama dengan bauksit sama dengan alumina sama dengan apalagi itu semua."

Apalagi, tambahnya, di timah juga ditemukan rare earth di mana mineral ini sedang diburu oleh Amerika Serikat. "AS lagi kepusingan 7 keliling, karena rare earth China tidak mau diekspor," jelasnya.

Logam tanah jarang atau rare earth ini memang akhir-akhir ini menjadi komoditas tambang yang sering dibahas. Tak hanya Prabowo dan Luhut, sebelumnya logam tanah jarang ramai sejak China berencana menjadikan komoditas tersebut sebagai senjata untuk menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

Dikutip dari laporan Statista, logam tanah jarang merupakan komponen penting dalam produksi microchip, barang elektronik, dan motor listrik, dan hampir secara eksklusif bersumber dari China.

Sampai dengan saat ini, China menjadi salah satu produsen terbesar REE di dunia. Pada 2019 produksi China mencapai 132.000 metrik ton atau setara dengan 61,9% dari total produksi 10 negara dengan output (produksi) terbanyak di dunia.

China juga memiliki cadangan rare earth terbesar, tetapi Negeri Tirai Bambu tersebut tidak sendiri, karena masih ada Brasil, Vietnam, dan Rusia juga memiliki banyak (sebagian besar) potensi yang belum dimanfaatkan di sektor ini.

Berdasarkan data yang dipaparkan Statista, cadangan rare earth yang diketahui di China sebesar 44 juta ton, Brasil dan Vietnam sebesar 22 juta ton, Rusia 12 juta ton, dan AS 1,4 juta ton

Hingga tahun 2018, REE telah digunakan untuk magnet, katalis, hingga baterai. REE paling banyak digunakan untuk pembuatan magnet serta katalis. Katalis merupakan suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi kimia tertentu.

Mengacu pada kajian U.S. Congressional Research Services, masing-masing dari 17 elemen REE memiliki fungsi yang beragam. Ada yang fungsinya sama ada pula yang penggunaan akhirnya berbeda.

Namun secara umum REE juga digunakan untuk membuat campuran logam, magnet hingga komponen dari berbagai gadget yang ada sekarang seperti smartphone hingga layar pada komputer atau laptop.

Meski tak termasuk ke dalam 10 produsen terbesar, bukan berarti Indonesia tak memiliki REE. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam juga memiliki REE yang banyak ditemukan di Pulau Timah dan Kalimantan.

Menurut studi A.D Handoko dan E Sanjaya yang dipublikasikan dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 2018, jenis REE yang banyak ditemui di Indonesia adalah monazite, zircon dan xenotime yang biasanya tercampur dengan deposit timah dan emas.

Jenis monazite juga ditemukan di Kalimantan. Monazite merupakan mineral yang di dalamnya terdapat campuran elemen Cerium (Ce), Lanthanum (La), Neodymium (Nd) dan Thorium (Th).

Artinya jika REE tersebut diekstrak dari perut bumi, maka logam tersebut bisa digunakan untuk membangun industri hilir Tanah Air mulai dari elektronik, migas, kendaraan listrik bahkan industri pertahanan mengingat aplikasinya banyak digunakan untuk membuat material aloy.

Saat ini PT Timah Tbk dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) masih dalam tahap mengkaji berbagai hal terkait dengan REE termasuk nilai keekonomian proyek. Artinya Indonesia masih berada di tahap awal pengembangan industri ini.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular