Kesaktian LPS Bertambah: Juru Selamat Bank di Ujung Tanduk

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 June 2020 21:10
Warga mengambil ATM di kawasan Jakarta, Kamis (1/2/2018). CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) bersama pemerintah memberikan kewenangan lebih kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di tengah pandemi covid-19 saat ini.

LPS nantinya bisa masuk memberikan suntikan langsung ke bank yang di 'jurang' baik sistemik maupun non-sistemik.

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan, Undang-undang yang mengatur LPS selama ini menempatkan LPS sebagai posisi yang sangat pasif. Di mana undang-undang ini hanya memperbolehkan LPS membantu memberikan jaminan kepada nasabah bank, ketika bank itu sudah dinyatakan gagal bayar.

"Problemnya sekarang ini, kalau LPS menunggu bank gagal di tengah kondisi seperti ini, ini akan berbahaya bagi sistem keuangan kita," jelas Said kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/6/2020).

Penambahan kewenangan yang diberikan kepada LPS, sebagaimana terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) point c UU No 2 Tahun 2020.

Untuk diketahui, dalam UU tersebut, LPS ternyata dapat melakukan pengambilan keputusan yang mendukung KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan] untuk melakukan atau tidak melakukan penyelamatan bank selain Bank Sistemik yang dinyatakan sebagai bank gagal.

Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, kompleksitas permasalahan bank, kebutuhan waktu penanganan, ketersediaan investor, dan/atau efektivitas penanganan permasalahan bank serta tidak hanya mempertimbangkan perkiraan biaya yang paling rendah (least cost test).

Said menilai, dana yang dimiliki oleh LPS saat ini seharusnya bisa untuk menempatkan dananya kepada bank, agar bank tidak sampai gagal bayar. Penempatan dananya, tentunya harus sesuai dengan kebutuhan likuiditas bank.

"Seharusnya semisal ada Bank yang mengalami kesulitan likuiditas, seharusnya bisa dana [pada aset LPS] yang mencapai Rp 130 triliun ditaruh di bank-bank, dalam bentuk deposito," jelas Said.

Oleh karena itu, Banggar DPR menyarankan kepada pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang memungkinkan LPS bisa menempatkan dananya ke bank yang 'bermasalah' atau kesulitan likuiditas.

Dengan penempatan dana LPS ini kepada bank gagal bayar ini, menurut Said juga harus berdasarkan persyaratan yang sudah di approval oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Lalu yang terakhir pintunya adalah LPS. Sehingga bank selamat. Kalau tidak dilakukan seperti itu, asing akan berlomba-lomba membeli bank kita," kata Said menjelaskan.

Pada prinsipnya saran dari Banggar agar LPS bisa menempatkan dananya pada bank-bank, untuk mencegah bank-bank masuk ke dalam kategori bank gagal bayar di tengah pandemi covid-19 saat ini.

"Baik itu bank sistemik atau tidak sistemik. Utamanya Bank Buku 1 dan 2. Ini kan harap-harap cemas dalam keadaan seperti ini, karena mereka, bisa-bisa gulung tikar kalau tidak dibantu," jelas Said.

Bank yang memiliki kesulitan likuiditas sebenarnya bisa saja menambah likuiditas dalam jangka pendek. Caranya dengan melakukan repo SBN ke Bank Indonesia. Sayangnya di tengah ketatnya likuiditas saat ini, bank manapun pasti tidak memiliki SBN. Sehingga BI tidak bisa membantu.

"Persyaratan likuiditas jangka pendek kan sulit sekali. Di antaranya harus memiliki SBN. Bank sudah tidak punya SBN bagaimana, BI tidak bisa turun."

"Lebih baik LPS yang dananya nganggur, dan daripada menunggu banknya gagal kemudian nasabah berduyun-duyun mencairkan bunganya dan menunggu antrian LPS, itu akan berbahaya bagi transmisi keuangan dan perbankan kita," jelas Said.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LPS Dapat Tugas Baru, Tak Boleh Ada Bank Gagal saat Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular