
Sepeda Impor China Merajalela Saat Corona, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Produsen sepeda dalam negeri sedang menikmati momen permintaan sepeda sangat tinggi. Minat masyarakat untuk gowes meningkat kala pandemi covid-19.
Namun, ceruk pasar yang sedang berkembang ini justru bisa 'dicuri' oleh produk sepeda impor terutama dari China. Sepeda impor asal China sempat terhambat karena kebijakan lockdown China beberapa waktu lalu, kini justru sepeda impor kembali merajalela.
Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono mengungkapkan sepeda impor yang ada di pasaran Indonesia sebenarnya sudah sangat mendominasi. Sebelum memasuki masa pandemi, angkanya bahkan mencapai 90% dari permintaan pasar.
Saat pandemi datang, jumlahnya berpotensi menurun karena distribusi tersendat. Namun, setelah permintaan dalam negeri tinggi, masuknya barang impor pun berbanding lurus.
"Sekarang sudah normal, jadi dari impor pun katanya permintaan tinggi. Tahu mereka orang-orang pasar, marketingnya, permintaan impor juga tinggi," sebut Rudiyono, Selasa (16/6).
Mulai masuknya sepeda impor dari China ini sangat mengganggu bagi pelaku usaha dalam negeri. Harga yang umumnya berada di bawah standar pasar membuat pengusaha putar otak agar barangnya tetap laku terjual. Padahal, momen tingginya permintaan dari masyarakat harusnya bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri sendiri.
"Apalagi di luar Jawa, impornya jauh lebih besar dari Jawa. Misalnya di Sumatera, seperti Medan banyak barang impor, Pekanbaru juga. Karena barang China imagenya (murah), jadi orang-orang masyarakat yang daya belinya lebih rendah dari Jawa aja dia bisa (beli)," sebutnya.
Rudiyono yang membawahi 12 produsen sepeda mengakui keberadaan barang China membuat industri dalam negeri sangat terganggu. Banyak pangsa pasar yang tergerus akibat barang-barang dari luar negeri itu.
"Kalo (sepeda) China nggak masuk kita lebih happy. Sekarang rata-rata produksi satu shift, kalau China nggak masuk kita tambah shift-nya saja," sebutnya.
Pelaku usaha sebenarnya siap menghadapi itu, namun diperlukan regulasi dari pemerintah yang mendukung industri dalam negeri, bukan sebaliknya. Misalnya dalam hal bea cukai, Rudiyono menilai seharusnya ada perbedaan antara impor bahan baku dan produk jadi. Namun, keduanya diberlakukan nilai sama, yakni 5%.
"Jadi kan nggak ada insentif untuk kegiatan industri. Harusnya bahan baku lebih rendah dari barang industri. Kalau ini sama, jadi nggak ideal situasinya. Harusnya lebih murah supaya ada insentif atau motivasi kegiatan industri," paparnya.
Selama ini, bahan baku untuk pembuatan sepeda pun masih banyak yang harus diimpor termasuk dair China antara lain alumunium. Rudiyono meminta bahan bea cukai untuk bahan baku menjadi 0% atau lebih kecil dari sekarang ini.
"Yang boleh impor hanya industri. Soalnya sering kebijakan seperti ini ada yang dompleng. Yang bukan industri pun memanfaatkan kebijakan ini," katanya.
Selama ini, penjualan dari industri dalam negeri berkisar 2-2,5 juta unit per tahun. Padahal kebutuhan lebih dari dua kali lipatnya. "Bisa mencapai 6 juta per tahun, tapi kita nggak pernah mencapai 3 juta," sebut Rudiyono.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan Baru: Impor Brompton Cs Wajib Izin Pemerintah!