Jakarta, CNBC Indonesia - Klaim pengangguran di Amerika Serikat (AS) pekan lalu mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya. Pembukaan ekonomi secara bertahap membuat sektor tenaga kerja Negeri Paman Sam membaik. Namun risiko gelombang kedua wabah masih mengintai.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS, angka klaim pengangguran (initial jobless claims) pada pekan lalu yang berakhir pada 6 Juni 2020 tercatat mencapai 1,5 juta. Angka ini menurun 355 ribu dibanding pekan sebelumnya dan lebih rendah dari estimasi survei Dow Jones sebanyak 1,6 juta.
Meskipun jumlah klaim pengangguran terus menurun dalam sepuluh pekan terakhir, tetap saja secara historis angka ini masih tergolong fantastis. Angka klaim pengangguran mingguan AS melonjak paling tinggi di akhir pekan Maret lalu. Pada pekan yang berakhir 28 Maret 2020, angka klaim pengangguran naik nyaris 6,9 juta.
Jumlah orang yang masih mendapat manfaat dari asuransi pengangguran juga turun sebanyak 399 ribu menjadi 20,9 juta hingga akhir Mei lalu. Jumlahnya melonjak pada 9 Mei 2020 mencapai 24,9 juta.
Membaiknya sektor tenaga kerja AS terlihat setelah banyak negara bagian yang melakukan relaksasi lockdown. Angka pengangguran di AS menurun dari 14,7% ke 13,3% bulan Mei lalu setelah Departemen Tenaga Kerja secara mengejutkan mencatatkan pertambahan lapangan kerja sebanyak 2,5 juta.
Lonjakan besar-besaran klaim pengangguran terjadi ketika pemerintah menutup sekitar 90% ekonomi untuk membendung penyebaran virus corona. Sejak pandemi merebak, lebih dari 44 juta pekerja telah mengajukan klaim.
CNBC International melaporkan, pemerintah memperpanjang durasi asuransi pengangguran dan menawarkan kepada pekerja tambahan US$ 600. Manfaat-manfaat tersebut akan berakhir pada 31 Juli, meskipun Kongres telah mempertimbangkan proposal yang bertujuan untuk memperluas langkah-langkah tersebut.
Meski ada perbaikan di sektor tenaga kerja, risiko besar masih mengancam perekonomian AS. Seiring dengan dibukanya ekonomi lonjakan kasus baru justru terjadi di beberapa wilayah.
Mengutip CNBC International, Texas sudah dalam 2 hari terakhir mencatat lonjakan yang sangat tinggi jumlah pasien positif Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Sembilan wilayah di California juga melaporkan melonjaknya jumlah kasus infeksi baru.
AS mencatatkan jumlah kasus positif Covid-19 menembus angka lebih dari 2 juta orang di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi. Negeri Paman Sam mewaspadai gelombang kedua pandemi ini setelah AS melaporkan di Texas terdapat 2.504 kasus baru, tertinggi dalam sehari sejak wabah ini muncul.
Lembaga keuangan asal Jepang, Nomura dalam studinya membagi 45 negara menjadi 3 kelompok berdasarkan risikonya terjangkit gelombang kedua wabah. Dalam studinya tersebut, Nomura menempatkan AS di kelompok kedua.
Kelompok pertama merupakan kelompok yang on track menuju fase pemulihan karena pembukaan ekonomi tak menyebabkan lonjakan kasus baru yang signifikan. Kelompok ini dihuni oleh negara-negara seperti Australia, Prancis, Yunani, Italia, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.
Kelompok kedua merupakan mereka yang sudah melonggarkan pembatasan tetapi menunjukkan gejala awal gelombang serangan kedua. Di antaranya adalah Jerman, Malaysia, Filipina, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
Kelompok ketiga merupakan kelompok yang paling berisiko terjangkit lagi wabah. Bersama Indonesia ada negara-negara lain yang juga termasuk ke dalam kelompok ini seperti Argentina, Brasil, India, Meksiko, Singapura.
Merepons lonjakan kasus baru yang terjadi, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pun angkat suara. "Kita tidak bisa menutup kembali ekonomi" katanya, melansir CNBC International.
Bank sentral AS The Fed kembali merilis proyeksi ekonomi ke depan. Auranya masih sama, 'gloomy'. The Fed memperkirakan ekonomi AS akan mengalami kontraksi sebesar -6,5% di tahun ini. Tingkat pengangguran tahun ini diperkirakan berada di 9,3%. Jerome Powell selaku ketua The Fed juga mengatakan butuh waktu yang lama untuk memulihkan ekonomi Negeri Adidaya.
TIM RISET CNBC INDONESIA