OECD: Skenario Terburuk Ekonomi RI Minus 3,9% di 2020

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 June 2020 11:19
Mall Senayan City Jelang Pembukaan Mall di Jakarta (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Mall Senayan City Jelang Pembukaan Mall di Jakarta (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah Bank Dunia, kini giliran OECD yang merilis proyeksi ekonomi global untuk tahun 2020. Dalam laporannya tersebut ekonomi Indonesia diproyeksi mengalami kontraksi.

Indonesia secara resmi mengumumkan dua kasus infeksi virus corona (Covid-19) pertamanya pada awal Maret lalu. Sebulan berselang, tepatnya pada 9 April wabah Covid-19 telah menjangkiti seluruh provinsi di Tanah Air.

Upaya pengendalian wabah di Indonesia dinilai OECD tidak terlalu ketat jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur lainnya. Fokus pengendalian wabah lebih diarahkan pada penutupan sekolah, menjaga jarak aman, bekerja secara remote dan larangan perjalanan dari dan ke luar negeri.

Namun ketika jumlah kasus melonjak signifikan, kebijakan semi-lockdown atau yang dikenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di berbagai wilayah di DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya. 

Pemerintah RI juga menetapkan wabah Covid-19 sebagai bencana nasional dan menetapkan larangan mudik lebaran Idul Fitri untuk tahun ini. Namun dibalik semua upaya pengendalian wabah tersebut, OECD juga menyoroti koordinasi antara pusat dan daerah yang dinilai tidak efektif.

Wabah virus corona yang bermula di Wuhan, Provinsi Hubei, China tersebut telah memicu terjadinya guncangan (turbulensi) ekonomi RI. Kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal pertama mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tahun lalu. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2020 tercatat berada di angka 2,97% (yoy). Angka ini jauh di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekonomi masih dapat tumbuh di 4,3% (yoy).

Melambatnya konsumsi rumah tangga yang jadi tulang punggung ekonomi domestik membuat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air di kuartal pertama anjlok signifikan.

Sejak bulan Maret beberapa indikator telah menunjukkan bahwa ekonomi RI sedang berada dalam bahaya. Angka PMI manufaktur mengalami kontraksi. Penjualan motor dan mobil turun tajam, keyakinan konsumen yang tergerus hingga tingkat inflasi yang rendah jadi cerminan bahwa ekonomi Indonesia jelas tidak resisten terhadap serangan wabah.

Pandemi yang merebak di berbagai penjuru dunia juga menyebabkan mobilitas orang dan dana menjadi terhambat. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara turun drastis, proyek-proyek investasi pun harus ditunda dan fokus pada pengendalian bencana.

Aktvitas ekonomi pun kehilangan momentumnya, sektor tenaga kerja pun ikut terimbas, jumlah karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan meningkat.

Kelompok yang paling menderita adalah mereka yang berada di sektor informal yang jumlahnya mencapai dua pertiga dari total tenaga kerja RI yang hanya bergantung pada pendapatan harian. 

Melihat kondisi yang memprihatinkan ini OECD memperkirakan ekonomi Indonesia bakal mengalami kontraksi sebesar -2,8% di tahun ini. Perkiraan tersebut mengacu pada asumsi OECD jika wabah terjadi dalam sekali waktu saja.

Namun jika gelombang kedua wabah (second wave outbreak) muncul maka dampak ekonominya akan lebih signifikan lagi. Kontraksi yang terjadi akan lebih dalam. Perkiraan OECD jika Indonesia kedatangan gelombang kedua wabah maka ekonominya akan terkontraksi hingga minus 3,9% tahun ini.

Jika wabah Covid-19 hanya terjadi sekali di Indonesia (semoga) maka pada 2021 pertumbuhan PDB Indonesia diproyeksi berada di angka 5,2%. Namun jika gelombang kedua terjadi (semoga tidak) maka pertumbuhan PDB RI tahun depan diramal hanya 2,6%.

[Gambas:Video CNBC]



Stimulus fiskal dan moneter pun digelontorkan oleh pemerintah dan bank sentral. Dari sisi fiskal paket stimulus ekonomi senilai Rp 405 triliun diumumkan di akhir Maret lalu.

Stimulus ini dialokasikan untuk memperkuat sektor kesehatan dalam negeri dengan prioritas untuk membeli alat-alat kesehatan penunjang dan insentif pekerja di sektor ini.Bantuan sosial dengan berbagai bentuk seperti kartu pra-kerja, kartu sembako hingga relaksasi pajak dan percepatan restitusi PPN menjadi bagian dari stimulus tersebut.

Dari sisi moneter Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate ke level 4,5%. Tak hanya itu BI juga melonggarkan rasio GWM untuk menambah likuiditas perbankan hingga menambah intensitas pembelian aset-aset keuangan seperti SBN.

Namun sudah 2 bulan lebih berlalu, wabah di Indonesia belum juga mereda. Jumlah kasus infeksi baru masih fluktuatif, malahan kurvanya cenderung melengkung ke atas. Beberapa hari terakhir, jumlah kasus baru di Tanah Air terus mencetak rekor seiring dengan digebernya tes dan pelonggaran PSBB di DKI Jakarta.

Kemarin, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 1.241 orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia. Sehingga secara total, jumlah penderita Covid-19 kumulatif di RI mencapai 34.316 orang.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberi pesan bahwa Indonesia masih perlu waspada. Kepala Negara menegaskan jangan sampai Indonesia mengalami gelombang serangan kedua (second wave outbreak) dari virus corona.

"Jangan sampai terjadi second wave, jangan sampai terjadi lonjakan. Ini yang ingin saya ingatkan kepada kita semua," tutur Jokowi.

Lembaga keuangan asal Jepang, Nomura dalam studinya mengatakan Indonesia termasuk ke dalam negara yang sangat berisiko terkena serangan wabah gelombang kedua. Nomura membagi 45 negara menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama merupakan kelompok yang on track menuju fase pemulihan karena pembukaan ekonomi tak menyebabkan lonjakan kasus baru yang signifikan. Kelompok ini dihuni oleh negara-negara seperti Australia, Prancis, Yunani, Italia, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.

Kelompok kedua merupakan mereka yang sudah melonggarkan pembatasan tetapi menunjukkan gejala awal gelombang serangan kedua. Di antaranya adalah Jerman, Malaysia, Filipina, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).

Nah, Indonesia berada di kelompok ketiga alias kelompok yang paling berisiko terjangkit lagi wabah. Bersama Indonesia ada negara-negara lain yang juga termasuk ke dalam kelompok ini seperti Argentina, Brasil, India, Meksiko, Singapura.

Studi ini tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti. Namun ancaman ini benar-benar harus dipertimbangkan terutama oleh pemangku kebijakan untuk menjadi referensi dan menavigasi dalam pembuatan aturan ke depannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular