
Maskapai Bisa Pulih, Pesawat Boleh Angkut Penumpang 70-100%

Aturan lebih detail mengenai operasional transportasi udara termuat dalam Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara No 13 Tahun 2020. Dalam regulasi itu, pesawat bisa mengangkut penumpang berkisar antara 70-100% tergantung pada jenis armadanya.
Dalam SE itu, dijelaskan bahwa penerbangan tetap wajib menerapkan prinsip jaga jarak di dalam pesawat udara kategori jet transport narrow body dan wide body yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri sesuai dengan konfigurasi tempat duduk dan pengaturan kursi penumpang, berdasarkan karakteristik penumpang maksimal 70% kapasitas angkut (load factor).
Adapun kapasitas angkut untuk pesawat udara selain kategori jet transport narrow body dan wide body yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dapat dilaksanakan sesuai kapasitas kursi, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan menyediakan kursi yang diperuntukan sebagai area karantina bagi penumpang yang terindikasi bergejala Covid-19.
Selanjutnya, kapasitas angkut pesawat udara bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam negeri dan kegiatan angkutan udara bukan niaga dalam negeri dapat dilaksanakan sesuai kapasitas kursi yang tersedia dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Adapun peningkatan melebihi kapasitas angkut untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, akan dievaluasi dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Maskapai juga wajib menyediakan area kabin paling sedikit 3 baris kursi dalam 1 sisi untuk pesawat udara kategori jet transport narrow body dan wide body yang tidak boleh dijual, untuk keperluan penanganan penumpang atau awak pesawat dengan gejala Covid-19 di pesawat udara.
Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa perubahan ini bukan tanpa alasan. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait sebelum menetapkan aturan baru.
Pertimbangan yang jadi perhatian utama adalah untuk menjaga bisnis maskapai dan upaya menggairahkan kembali pariwisata Indonesia. Menurutnya, pariwisata adalah salah satu ujung tombak ekonomi Indonesia.
"Oleh karenanya dalam beberapa kali rapat terbatas dengan presiden, ada inisiatif untuk memberikan dorongan agar pariwisata ini menjadi perhatian Kemenhub, itu jadi suatu keharusan yang menerus," ujarnya.
Dengan begitu, dia menegaskan bahwa Permenhub No 41 Tahun 2020 ini merupakan upaya pemerintah agar bisa memberikan dorongan atau stimulus pariwisata. Selain itu, bisnis penerbangan juga jadi pertimbangan.
"Karena selama ini udara dengan load factor 50%, operator maskapai penerbangan praktis nggak bisa berjalan. Break even point (BEP) itu di 65%," bebernya.
Alasan itulah yang membuat Kemenhub pada akhirnya menambah batasan kapasitas angkut pesawat. Di sisi lain, protokol kesehatan juga tetap dijalankan di setiap penerbangan.
"Oleh karena itu kita bahas tentang syarat-syarat dari penerbangan yaitu minimal rapid test atau PCR, maka sebenarnya orang itu sudah aman tapi walaupun demikian kita tetap memberikan pengamanan. Sebagai contoh kalau di pesawat 737 itu bagian tengahnya kosong, jadi orang itu hanya ada di pinggir dan tengah," bebernya.
Dia melanjutkan, dengan batas 70%, stakeholder seperti INACA dan operator bandara sudah menyatakan sepakat dan mendukung. Budi Karya juga menyambut baik sejumlah maskapai yang tadinya setop operasi, akhirnya memutuskan terbang lagi.
"Nah itu dengan 70% kami koordinasi dengan INACA dan operator bandara dan mereka sepakat untuk terbang. Dengan terbangnya armada, saya sudah kontak dengan para dirut, mereka akan terbang ada yang tanggal 10 cukup banyak mereka akan terbang. Nah tentu akan memberikan dukungan kepada tujuan wisata seperti Jogja, Bali, Labuan Bajo dan sebagainya," urainya.
