Ekonomi DKI Ditopang Sepeda Motor, Kalau Ganjil-Genap Gimana?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 June 2020 14:44
Jasa pengiriman sepeda motor melalui kereta api mengalami penurunan drastis imbas Covid-19. CNBC Indonesia/Tri Susilo
Foto: Jasa pengiriman sepeda motor melalui kereta api mengalami penurunan drastis imbas Covid-19. CNBC Indonesia/Tri Susilo
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam periode transisi menuju kondisi aman, sehat dan produktif, pemerintah provinsi DKI Jakarta mewacanakan penerapan kebijakan ganjil-genap untuk kendaraan roda dua. Wacana ini menimbulkan pertanyaan besar.

Merebaknya wacana tersebut tak terlepas dari upaya untuk mengendalikan mobilitas publik di saat masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Rencana tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak dan akhirnya membuat gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan buka suara.

"Jadi gini. Ada dua. Satu adalah Emergency Brake, satunya ganjil-genap. Dua-duanya untuk pengendalian. Tapi kita akan lihat jumlah kasus. Kita akan lihat jumlah orang bepergian. Dari situ nanti bila diperlukan, baru digunakan. Bila tidak diperlukan, ya tidak digunakan," kata Anies, Senin, (8/062020).


Lebih lanjut Anies menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak akan diberlakukan sebelum ada keputusan Gubernur. Di dalam Peraturan Gubernur disebut selama masa transisi ini, jika kasus Covid-19 meningkat bisa dilakukan kebijakan rem darurat.

"Tapi bukan berarti akan dilakukan. Itu bisa dilakukan. Nah, sama dengan dalam masa transisi ini bisa diberlakukan ganjil-genap, tapi bukan berarti itu akan dilakukan," ungkap Anies.

Menurutnya kebijakan tersebut akan dilakukan jika dipandang perlu ada pengendalian jumlah penduduk di luar rumah. Apabila ternyata yang keluar rumah lebih banyak daripada yang bisa dikendalikan.

Jadi selama belum ada kondisi yang mengharuskan pengendalian jumlah penduduk di luar rumah dan selama belum ada Surat Keputusan Gubernur, maka tidak ada ganjil- genap.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 saja ada 18 juta kendaraan yang melintas di DKI Jakarta. Sekitar 75% adalah kendaraan roda dua atau sebanyak 13,3 juta. Jika ganjil genap kendaraan roda dua diberlakukan maka volumenya akan berkurang setengahnya (walau kemungkinan mustahil). 



Berbeda dengan kebijakan ganjil-genap untuk mobil yang menjadi berkah untuk penjualan kendaraan roda dua, jika benar rencana ini akan dijalankan maka kemungkinan berpotensi menurunkan minat pembelian sepeda motor. 

Apalagi di tengah kondisi seperti sekarang ini di mana banyak karyawan yang dirumahkan dan PHK membuat daya beli jadi tergerus. Selain itu perbankan dan perusahaan pemberi kredit (leasing) tentu akan lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya. 

Saat wabah corona merebak saja penjualan motor sudah anjlok dalam. Pada April lalu volume penjualan motor nyaris mencapai 124 ribu unit. Anjlok 78% dari bulan sebelumnya dan 79% dibanding tahun lalu.



Anjloknya penjualan motor tentu berdampak buruk terhadap perekonomian, terutama perekonomian DKI Jakarta. Sektor industri pengolahan serta penjualan besar dan eceran akan tertekan. 

Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga terancam. Pos terbesar dari PAD DKI Jakarta ditopang oleh Pajak Daerah. Mengacu pada APBD DKI Jakarta 2020 maka target PAD mencapai Rp 56,5 triliun. Sementara pendapatan dari pajak daerah dipatok Rp 50,1 triliun.

Artinya kontribusi pajak daerah ke PAD sebesar 88,6%. Jika menengok data APBD 2019 saja, pos Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama hingga pajak parkir menyumbang 33,8%. Penurunan volume penjualan motor pada akhirnya membawa kerugian bagi ekonomi.

Daya beli yang turun ditambah dengan menurunnya minat beli memang jadi ancaman perekonomian DKI Jakarta dan nasional, mengingat kontribusi PDRB DKI Jakarta ke PDB nasional mencapai 18,1% pada triwulan I-2020.

Kontribusi Ekonomi DKI Jakarta ke Nasional

Kontribusi Ekonomi DKI Jakarta ke Nasional

Ekonomi DKI Jakarta selama ini ditopang oleh mobilitas. Jika mobilitas masih dibatasi maka ekonomi regional ibu kota juga masih belum bisa berlari kencang. Namun permasalahannya tidak hanya terletak pada ekonomi saja, tetapi juga hal yang lain.

Ketika mobilitas roda dua dibatasi, maka orang-orang kemungkinan akan beralih ke transportasi publik. Hanya saja jika banyak yang beralih menggunakan transportasi umum maka akan terjadi lonjakan penggunanya.

Padahal di masa transisi PSBB ini meski sektor transportasi publik sudah mulai dibuka tetapi masih dalam kapasitas 50%. Hal yang ditakutkan adalah dengan beralihnya mobilitas orang dari kendaraan roda dua ke moda transportasi umum pada akhirnya akan membuat fasilitas umum dibanjiri dengan orang dan akhirnya pengendalian tujuan pengendalian kerumunan publik pun tak terjawab.

Dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta harus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan. Jangan sampai kebijakan yang diambil malah inkonsisten, tidak jelas, tegas dan terukur karena jika terjadi maka akan berdampak negatif di ujung.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular