
Internasional
Demo AS Menular: Eropa Dilanda Protes, Inggris Bentrok
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
08 June 2020 08:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Bukan hanya Amerika Serikat, demo anti rasisme juga terjadi di Eropa. Minggu (7/6/2020), ribuan orang berkumpul di sejumlah kota besar di Benua Biru untuk menuntut diskriminasi yang dipicu kematian warga AS keturunan Afrika bernama George Floyd di Minneapolis 25 Mei lalu.
Di Madrid, Spanyol, AFP menulis ribuan orang berkumpul di luar Kedutaan AS. Mereka berteriak "Aku tak bisa bernapas", kalimat terakhir yang diucapkan Floyd saat meregang nyawa karena aksi oknum polisi yang menekan lehernya dengan lutut selama sembilan menit.
Floyd meninggal saat hendak ditangkap karena tuduhan menggunakan uang palsu US$ 20 dolar. Padahal ia sudah di borgol dengan posisi tertelungkup di jalan.
"Rasisme tidak mengenal batas," kata Leinisa Seemdo (26). "Di semua negara tempat saya tinggal, saya mengalami diskriminasi karena warna kulit saya."
Hal senada juga dikatakan Morikeba Samatae (32), imigran asal Sinegal. "Sangat sulit untuk tinggal di sini," ujarnya.
Protes juga terjadi di Inggris. Dikutip dari BBC, di London ribuan pengunjuk rasa berlutut selama satu menit sebelum akhirnya meneriakkan "Black Lives Matter" dan "Tak Ada Keadilan, Tak Ada Kedamaian".
Meski awalnya damai, bentrokan sempat terjadi di Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris, pada Minggu malam. Protes terjadi saat massa melempar kembang api ke garis polisi.
Sebanyak 14 orang ditangkap. Sementara 14 petugas terluka.
Dalam sebuah cuitan Wali Kota London Sadiq Khan mengatakan bersama para pendemo. "Saya berdiri bersamamu dan saya berbagi kemarahan dan sakit," tulisnya.
Demo ini terjadi di tengah pandemi COVID-19. Di Irlandia Utara, polisi mengeluarkan denda karena bahaya keramaian di tengah pandemi.
Protes dimulai di AS saat video kematian Floyd beredar di media sosial. Di AS sendiri, demonstrasi sudah terjadi selama dua minggu.
(sef/sef) Next Article Kematiannya Picu Demo, George Floyd Ternyata Positif Covid-19
Di Madrid, Spanyol, AFP menulis ribuan orang berkumpul di luar Kedutaan AS. Mereka berteriak "Aku tak bisa bernapas", kalimat terakhir yang diucapkan Floyd saat meregang nyawa karena aksi oknum polisi yang menekan lehernya dengan lutut selama sembilan menit.
"Rasisme tidak mengenal batas," kata Leinisa Seemdo (26). "Di semua negara tempat saya tinggal, saya mengalami diskriminasi karena warna kulit saya."
Hal senada juga dikatakan Morikeba Samatae (32), imigran asal Sinegal. "Sangat sulit untuk tinggal di sini," ujarnya.
![]() Unjuk rasa dukung George Floyd berujung rusuh sampai Paris. AP/Michel Euler |
Protes juga terjadi di Inggris. Dikutip dari BBC, di London ribuan pengunjuk rasa berlutut selama satu menit sebelum akhirnya meneriakkan "Black Lives Matter" dan "Tak Ada Keadilan, Tak Ada Kedamaian".
Meski awalnya damai, bentrokan sempat terjadi di Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris, pada Minggu malam. Protes terjadi saat massa melempar kembang api ke garis polisi.
Sebanyak 14 orang ditangkap. Sementara 14 petugas terluka.
Dalam sebuah cuitan Wali Kota London Sadiq Khan mengatakan bersama para pendemo. "Saya berdiri bersamamu dan saya berbagi kemarahan dan sakit," tulisnya.
Demo ini terjadi di tengah pandemi COVID-19. Di Irlandia Utara, polisi mengeluarkan denda karena bahaya keramaian di tengah pandemi.
Protes dimulai di AS saat video kematian Floyd beredar di media sosial. Di AS sendiri, demonstrasi sudah terjadi selama dua minggu.
(sef/sef) Next Article Kematiannya Picu Demo, George Floyd Ternyata Positif Covid-19
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular