Waspada "Second Wave" di New Normal, Ini Syarat Pencegahannya

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 May 2020 15:21
Jelang New Normal kondisi di Stasiun Manggarai Jakarta Selatan pada Kamis (28/5/2020) di jaga oleh aparat TNI. Banyak warga yang berlalu lalang meski masih memasuki pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan akan berakhir 4 Juni 2020 di DKI Jakarta.

Anggota TNI silih berganti memasuki gerbong kereta KRL untuk tidak berkerumun dan menjaga jarak satu dengan yang lainnya.
 
Di stasiun, para pengguna KRL khususnya dari sejumlah daerah penyangga Jakarta masih banyak berdatangan ke Ibu Kota saat jam kerja.
 
Dari pantauan CNBC Indonesia dilapangan, Kamis (28/5/2020), penumpang di Stasiun Manggarai terdiri dari berbagai macam kalangan. Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak masih terlihat bepergian menggunakan KRL.
 
Sementara itu, tampak petugas keamanan stasiun akan menegur penumpang jika tak menggunakan masker dan tidak menerapkan physical distancing atau menjaga jarak.
 
Kendati begitu, situasi di Stasiun Manggarai tidak sepadat di saat-saat jam kerja. Penumpang di dalam kereta pun terlihat relatif sepi.
 
Untuk diketahui sebelumnya, PSBB untuk memutus penyebaran virus Corona atau Covid-19 belum dapat diterapkan 100%.
 

Begitu juga dengan tulisan larangan duduk atau saling menjaga jarak saat berada di dalam gerbong. Sesuai aturan moda transportasi saat masa PSBB, KRL harus membatasi jadwal kereta begitu juga kapasitas penumpangnya, yakni maksimal 50% dari jumlah normal. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Anggota TNI Berjaga di Ruang Publik (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah kalangan menilai bahwa tatanan kehidupan normal yang baru atau new normal di Indonesia belum seharusnya diterapkan. Pasalnya kasus positif virus corona (Covid-19) masih terus bertambah setiap harinya di Indonesia.

Sampai dengan Rabu, 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat kasus konfirmasi positif covid-19 di Indonesia mencapai 23.851, bertambah 686 dibandingkan sehari sebelumnya.

Beberapa pakar dan peneliti kesehatan menilai, sebenarnya new normal bisa diterapkan asal masyarakat bisa memahami dan displin dalam menerapkan protokoler kesehatan.

Penerapan protokoler kesehatan yang dimaksud adalah menggunakan masker, sering mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan penerapan new normal tidak bisa diterapkan secara serentak di seluruh daerah, karena kesiapan daerah berbeda-beda.



Disamping itu, apabila suatu daerah ingin menerapkan new normal, masyarakatnya sudah harus memahami dan menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan yang harus dijalankan.

"Kalau masyarakatnya belum siap, artinya mereka masih belum memahami bahwa virus corona itu ada dan belum bisa menerima dan melaksanakan [protokoler kesehatan] yang direkomendasikan oleh pemerintah, kita masih butuh waktu untuk bisa memberikan pemahaman yang lebih baik kepada mereka," jelas Amin kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/5/2020).

Situasi Indonesia saat ini sendiri, dari pandangan Amin dilihat dari pola pergerakan manusianya dan bertambahnya jumlah kasus di berbagai daerah, masyarakat Indonesia cenderung masih berkerumun. Berdampak dengan munculnya kluster-kluster baru.

Kalau kesadaran ini bisa terus diterapkan dan maka Amin opstimistis a new normal bisa berjalan dan tidak akan ada penambahan cluster baru atau terjadinya penularan gelombang kedua.

Senada, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono memandang, kesadaran masyarakat Indonesia untuk menerapkan protokole saat ini masih rendah. Indonesia mestinya, kata Tri Yuni bisa belajar dari Ukraina.

"Di Ukraina iklan layanan pemerintah untuk menghindari penyebaran virus corona ditayangkan di televisi setiap satu jam. Dalam iklan itu dicontohkan bagaimana new normal seharusnya dilakukan," kata Tri Yunis.

Artinya, lanjut Tri Yunis, pemerintah harus mengerahkan berbagai upaya untuk menjelaskan seperti apa itu new normal. Masyarakat harus mengerti dan memahami bagaimana mereka harus melindungi diri dari penularan virus corona.

Masyarakat harus mengerti dan tahu alasannya kenapa mereka harus menjaga jarak, kenapa dia harus memakai masker, dan kenapa harus mencuci tangan pakai sabun.

"Jadi, masyarakat harus diajak serta, bukan dipaksa dan diawasi dengan militer. Kalau mau mengerti ya, masyarakat diajarkan terlebih dahulu apa itu new normal. Promosikan dengan segala upaya. Harusnya upaya itu ditunjukkan dari pemerintah," jelas Tri Yunis.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sendiri mensyaratkan 6 hal apabila suatu negara ingin menerapkan new normal. Di antaranya:
1. Kasus covid-19 suda terkontrol. Artinya tidak ada penambahan kasus atau jumlahnya stabil dalam satu atau dua minggu terakhir.
2. Sistem isolasi dan deteksinya Rumah Sakit sudah memadai. Sehingga semua orang yang berstatus orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) covid-19 bisa di isolasi atau dikarantina secara memadai
3. Suatu negara juga sudah harus bisa mendeteksi wabah, kalau terjadi peningkatan penularan, terutama di tempat dengan kerentanan tinggi
4. Langkah pencegahan di lingkungan kerja, seperti menjaga jarak, cuci tangan, dan etika saat batuk
5. Mencegah kasus impor virus corona
6. Partisipasi masyarakat harus full secara maksimal, dan menghimbau masyarakat untuk berpatisipasi dan terlibat dalam transisi the new normal


[Gambas:Video CNBC]




(gus) Next Article Catat, Ini 3 Syarat Mutlak untuk Kembali Hidup Normal!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular