
Kalau Status Istimewa Hong Kong Dicabut, Apa Sih Dampaknya?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 May 2020 16:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik antara dua raksasa ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dengan China terus tereskalasi. Informasi teranyar, AS mencabut status istimewa Hong Kong yang berarti konflik Washington-Beijing menjadi semakin rumit.
China merupakan mitra dagang strategis terbesar ketiga bagi AS setelah Kanada dan Meksiko. Nilai perdagangan keduanya pada kuartal I-2020 mencapai US$ 98 miliar, yang terdiri dari US$ 22 miliar ekspor dan US$ 75,9 miliar impor bagi AS. Nilai perdagangan dengan China itu menyumbang 10% dari total nilai perdagangan AS sepanjang kuartal pertama tahun ini.
Namun, sejak tahun 2018, hubungan keduanya menjadi renggang dan bahkan retak. AS dan China terlibat dalam konflik berbalas bea masuk atau yang lebih dikenal dengan perang dagang sejak Maret dua tahun silam. Kisruh yang terjadi berlangsung selama dua tahun tanpa resolusi.
Harapan mulai muncul ketika kedua belah pihak memutuskan untuk berunding secara diplomatis dan berbuah pada kesepakatan dagang fase I pertengahan Januari lalu. Walau poinnya tetap tidak esensial, tetapi Washington dan Beijing akan terus berunding untuk mencapai kesepakatan.
Namun, kelanjutan dari kemesraan itu harus pupus ketika wabah yang diakibatkan oleh virus corona harus menyebar luas ke seantero bumi. Wabah yang awalnya berasal dari China itu kini sudah menjangkiti lebih dari 200 negara dan teritori. AS tak terkecuali.
Bahkan Negeri Paman Sam menjadi negara yang paling terkena dampaknya. Lebih dari 1,6 juta warga AS dinyatakan positif terinfeksi virus yang masih satu golongan dengan penyebab SARS itu.
Wabah yang merebak di China dan meluluhlantakkan ekonomi Negeri Paman Sam membuat sang Presiden AS Donald Trump geram bukan main. Trump kembali menuding China dan mempersoalkan asal muasal dari sang virus. Trump juga menuding China telah gagal menangani wabah sehingga bisa menyebar luas seperti sekarang.
Di sinilah awal mula keretakan hubungan keduanya terjadi. Berbagai manuver dilakukan oleh Trump untuk menyudutkan China. Mulai dari rencana menaikkan tarif, menghapus China dari rantai pasok global, putus hubungan, sanksi ekonomi hingga yang terbaru soal Hong Kong.
Pada Rabu (27/5/2020), Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan Hong Kong tak lagi otonom. Semua ini diakibatkan oleh rencana China yang akan menerapkan Undang-Undang Keamanan Hong Kong di tengah gelombang demonstrasi yang terjadi di kota tersebut.
"Tidak ada alasan yang dapat menyatakan bahwa hari ini Hong Kong bisa mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China melihat apa yang ada di lapangan," kata Mike Pompeo, mengutip CNBC International.
Di bawah Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong tahun 1992, AS memperlakukan Hong Kong sebagai wilayah semi-otonom China, berbeda dari China daratan dalam perdagangan, perdagangan, dan bidang lainnya.
Sekarang semua ada di tangan Presiden AS Donald Trump. Bisa saja mantan taipan properti AS itu mencabut "status istimewa" tersebut untuk menghukum China atas tindakan baru-baru ini untuk memperketat cengkeramannya terhadap kota itu di tengah kebangkitan protes pro-demokrasi yang marak terjadi.
Lantas apa konsekuensinya bagi Hong Kong dan China jika status istimewa-nya dicabut? Konsekuensinya sangat beragam. Bisa mempengaruhi sektor perdagangan, bisnis hingga ke sektor finansial.
China merupakan mitra dagang strategis terbesar ketiga bagi AS setelah Kanada dan Meksiko. Nilai perdagangan keduanya pada kuartal I-2020 mencapai US$ 98 miliar, yang terdiri dari US$ 22 miliar ekspor dan US$ 75,9 miliar impor bagi AS. Nilai perdagangan dengan China itu menyumbang 10% dari total nilai perdagangan AS sepanjang kuartal pertama tahun ini.
Namun, sejak tahun 2018, hubungan keduanya menjadi renggang dan bahkan retak. AS dan China terlibat dalam konflik berbalas bea masuk atau yang lebih dikenal dengan perang dagang sejak Maret dua tahun silam. Kisruh yang terjadi berlangsung selama dua tahun tanpa resolusi.
Harapan mulai muncul ketika kedua belah pihak memutuskan untuk berunding secara diplomatis dan berbuah pada kesepakatan dagang fase I pertengahan Januari lalu. Walau poinnya tetap tidak esensial, tetapi Washington dan Beijing akan terus berunding untuk mencapai kesepakatan.
Namun, kelanjutan dari kemesraan itu harus pupus ketika wabah yang diakibatkan oleh virus corona harus menyebar luas ke seantero bumi. Wabah yang awalnya berasal dari China itu kini sudah menjangkiti lebih dari 200 negara dan teritori. AS tak terkecuali.
Bahkan Negeri Paman Sam menjadi negara yang paling terkena dampaknya. Lebih dari 1,6 juta warga AS dinyatakan positif terinfeksi virus yang masih satu golongan dengan penyebab SARS itu.
Wabah yang merebak di China dan meluluhlantakkan ekonomi Negeri Paman Sam membuat sang Presiden AS Donald Trump geram bukan main. Trump kembali menuding China dan mempersoalkan asal muasal dari sang virus. Trump juga menuding China telah gagal menangani wabah sehingga bisa menyebar luas seperti sekarang.
Di sinilah awal mula keretakan hubungan keduanya terjadi. Berbagai manuver dilakukan oleh Trump untuk menyudutkan China. Mulai dari rencana menaikkan tarif, menghapus China dari rantai pasok global, putus hubungan, sanksi ekonomi hingga yang terbaru soal Hong Kong.
Pada Rabu (27/5/2020), Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan Hong Kong tak lagi otonom. Semua ini diakibatkan oleh rencana China yang akan menerapkan Undang-Undang Keamanan Hong Kong di tengah gelombang demonstrasi yang terjadi di kota tersebut.
"Tidak ada alasan yang dapat menyatakan bahwa hari ini Hong Kong bisa mempertahankan otonomi tingkat tinggi dari China melihat apa yang ada di lapangan," kata Mike Pompeo, mengutip CNBC International.
Di bawah Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong tahun 1992, AS memperlakukan Hong Kong sebagai wilayah semi-otonom China, berbeda dari China daratan dalam perdagangan, perdagangan, dan bidang lainnya.
Sekarang semua ada di tangan Presiden AS Donald Trump. Bisa saja mantan taipan properti AS itu mencabut "status istimewa" tersebut untuk menghukum China atas tindakan baru-baru ini untuk memperketat cengkeramannya terhadap kota itu di tengah kebangkitan protes pro-demokrasi yang marak terjadi.
Lantas apa konsekuensinya bagi Hong Kong dan China jika status istimewa-nya dicabut? Konsekuensinya sangat beragam. Bisa mempengaruhi sektor perdagangan, bisnis hingga ke sektor finansial.
Pages
Most Popular