Lupakan 2020, Mari Berjuang untuk 2021 yang Lebih Baik!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 May 2020 06:45
Presiden Donald Trump konferensi pers COVID-19. AP/Alex Brandon
Foto: Presiden Donald Trump konferensi pers COVID-19. AP/Alex Brandon
Menambah keruh suasana adalah ancaman perang dagang lanjutan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Bukankah kedua negara sudah meneken perjanjian damai dagang tahap I awal tahun ini?

Sekarang ceritanya berbeda. Presiden AS Donald Trump tidak terima mengapa negaranya sampai terkena krisis kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi akibat virus corona. Oleh karena itu, sang presiden Negeri Adidaya ke-45 menyalahkan China yang dianggap tidak becus dalam meredam penyebaran virus.

"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya.

"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump, dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters. belum lama ini.

Bahkan Trump kini malas berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Lebih jauh lagi, Trump menegaskan siap untuk memutus hubungan dengan China.

"Saat ini saya tidak mau berbicara dengan beliau. Banyak hal yang bisa kami lakukan. Kami bisa saja memutus seluruh hubungan," tegas Trump.


Pandemi virus corona saja sudah menyusahkan. Ditambah risiko perang dagang (atau malah bisa berkembang menjadi Peranng Dingin II bahkan Perang Dunia III), wajar apabila pelaku psar menilai prospek 2020 lebih suram dari perkiraan sebelumnya.

Oleh karena itu, mayoritas responden dalam survei Reuters meramal proses pemulihan ekonomi dunia akan membentuk pola seperti huruf U (U-Shaped). Ekonomi nyungsep sangat dalam terlebih dulu, bertahan agak lama, baru kemudian bangkit lagi.

growthReuters

Walau 2020 mungkin sudah tidak bisa terselamatkan, tetapi pelaku pasar kini semakin yakin bahwa 2021 akan menjadi tahunnya pemulihan ekonomi. Angka median untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 adalah 5,4%, lebih tinggi dibandingkan survei sebulan lalu yang memunculkan angka 4,5%.

Penyebabnya adalah pelonggaran social distancing yang membawa harapan bahwa ekonomi bisa bangkit lagi. Kalau semua baik-baik saja, tidak ada gelombang serangan kedua (second wave outbreak), maka ekonomi bisa pulih dalam waktu yang tidak terlalu lama.


"Perputaran ekonomi berarti perputaran likuiditas, ini yang paling dibutuhkan. Ada harapan performa ekonomi ke depan akan membaik," kata Peter Cardillo, Chief Market Economist di Spantan Capital Securities, sebagaimana diwartakan Reuters.

Asa pemulihan pada 2021 bisa menjadi pelecut semangat bagi kita semua. Kalau 2020, ya sudah biarkan sajalah. Sekarang yang tidak kalah penting adalah mari menatap masa depan, dan peluang untuk masa depan yang lebih baik itu ada.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular