RI New Normal, Pakar Epidemi: Waspada Gelombang II Corona!

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
27 May 2020 18:54
Warga menunggu kedatangan kereta api di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (26/5). Usai libur Hari Raya Idulfitri 1441 H sejumlah pekerja sudah terlihat masuk. Pemerintah telah mengambil keputusan untuk menggeser cuti bersama Lebaran 2020 akibat wabah virus corona (Covid-19). Dengan begitu, jadwal libur hari raya hanya berlaku sampai H+1 Lebaran atau pada pada 25 Mei 2020, termasuk untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pantauan CNBC Indonesia  penerapan normal yang baru atau new normal terlihat diberlakukan di sarana transportasi umum guna menunjang aktivitas warga yang bekerja di tengah pandemi virus Corona baru (COVID-19). Untuk diketahui, panduan bekerja di situasi new normal tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Suasana Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (26/5). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia- Bersiap untuk era baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19 sudah mulai diimplementasikan di berbagai daerah. Meski begitu, hal tersebut bukan tanpa risiko menurut Ahli Epidemiologi Pandu Riono dari Universitas Indonesia. 

Pandu mengungkapkan bahwa kenormalan baru ini merupakan istilah yang merujuk kepada pola hidup baru meskipun pandemi belum usai. Secara besar-besaran, new normal ini juga harus dipahami oleh berbagai pihak, khususnya masyarakat.

Dia meminta agar masyarakat juga harus disiplin mematuhi peraturan jika new normal telah diterapkan. Untuk itu, pemerintah juga harus mensosialisasikan aturan dan ketentuan dalam pelaksanaan new normal agar masyarakat mengerti.

"Masyarakat harus disiplin jika new normal sudah berjalan. Presiden saja sudah kerahkan aparat agar masyarakat disiplin tapi kayak nya agak sulit disuruh pakai helm saja banyak yang melanggar," ujar Pandu Riono kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/5/2020).



Dia mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang harus dipertimbangkan adalah kesiapan pemerintah dan masyarakat. Untuk instansi tentu akan mengikuti aturan yang berlaku karena takut berimbas pada bisnisnya.

Jika new normal ini terbukti tidak berhasil maka bukan tidak mungkin hal ini bisa seperti pandemi Flu Spanyol tahun 1918. Dimana jumlah kematiannya jauh lebih banyak dari sebelumnya karena virus bermutasi.

"Ini harus dari masyarakat sendiri dan Pemerintah perlu siapkan edukasi agar masyarakat ikhlas menjalaninya dan tidak perlu ada hukuman bila melanggar yang penting kesadaran," papar dia.

Ia mengatakan bahwa kelonggaran yang terjadi sebaiknya harus memenuhi syarat terlebih dahulu. Setelah mengantongi syarat tertentu boleh diimplementasikan ke berbagai industri dan menjalani kehidupan normal.

"Kita sebut New Normal yaitu perilaku setelah ada kelonggaran PSBB itu kan kita setelah syarat sudah dipenuhi. Masyarakat bisa beraktivitas tapi dengan syarat-syarat tertentu," ujarnya.

Dia pun menjelaskan jika sebuah instansi telah dibuka pastikan sususan di ruang kantor nya harus diatur dan tidak boleh terlalu penuh. Begitu juga untuk pusat perbelanjaan yang wajib memiliki izin kelonggaran yang memenuhi syarat.

Syarat tersebut misal dari menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, hingga soal larangan berkerumun. Hal itu untuk menghindari penularan virus corona atau Covid-19.

"Dunia usaha harus disiapkan semua setelah pesyaratan kelonggaran PSBB terpenuhi. Kita mau kembali ke kehidupan normal sebelum PSBB tapi itu tidak bisa sama. Kita masih ada ancaman pandemi tapi kita juga tidak mungkin terlalu lama jadi memang harus Re-opening," papar dia.

Pandu juga menjelaskan bahwa skenario New Normal ini sebaiknya dibuat bertahap. Ini agar protokol yang dibuat bisa beradaptasi dengan tatanan normal yang baru.


[Gambas:Video CNBC]





(gus) Next Article Peneliti Eijkman: RI Masih Belum Siap New Normal

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular