Siap-siap, Kayaknya Ekonomi Baru Pulih 2022...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 May 2020 13:22
Ziarah di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ziarah di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak usah berharap banyak kepada kinerja perekonomian 2020, kalau tidak melambat drastis ya kontraksi (tumbuh negatif). Pada 2021 memang diperkirakan terjadi kebangkitan, tetapi lebih karena faktor basis penghitungan statistik (base effect).

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global tahun ini terkontraksi -3%. Jauh lebih dalam ketimbang kontraksi pada 2009 saat krisis keuangan global yaitu -1,68%.



Adalah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuat ekonomi dunia hancur lebur. Penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini begitu cepat sehingga memaksa pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing).


Intinya, setiap orang harus menjaga jarak satu dengan lainnya. Setiap aktivitas yang menyebabkan kumpulan manusia tidak diizinkan. Termasuk di sekolah, kantor, pabrik restoran, pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan sebagainya.

Akibatnya, ekonomi jalan di tempat bahkan bergerak dalam gigi mundur. Kalau orang-orang hanya #dirumahaja, setiap hari cuma makan-tidur-kerja/belajar, bagaimana ekonomi mau bergerak?

Namun kontraksi ekonomi diperkirakan tidak berkepanjangan. Pada 2021, IMF memperkirakan ekonomi dunia bakal tumbuh mengesankan di 5,8%. Kalau sampai terwujud, maka akan menjadi catatan terbaik sejak 1973.

Meski begitu, perlu dicatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu sebagian besar disumbangkan oleh basis perhitungan yang rendah. Saat ekonomi 2020 nyungsep ke titik nadir, pertumbuhan sekecil apapun menjadi signifikan. Inilah yang disebut sebagai base effect dalam perhitungan statistik.



Oleh karena itu, 2022 adalah penentuan yang sebenarnya. Pemulihan ekonomi yang sejati baru bisa dilihat pada 2022.

Jika ekonomi pada 2022 masih tumbuh, maka berarti dampak pandemi virus corona sudah bisa dijinakkan. Namun jika jeblok lagi, maka artinya kita belum selesai berurusan dengan virus corona.

"Dengan skala krisis seperti sekarang, pemulihan akan berjalan lambat. Kami melihat ekonomi di Zona Euro, Amerika Serikat (AS), atau Inggris baru bisa kembali ke level sebelum serangan virus pada 2022 atau mungkin lebih lama lagi. Butuh waktu untuk mengumpulkan kepingan-kepingan yang berserakan.

"Pertumbuhan ekonomi 2021 mungkin akan lebih tinggi dibandingkan 2020. Namun, perlu waktu setidaknya sampai akhir 2022 untuk kembali ke level pra-krisis," sebut riset ING.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memasang dua skenario. Pertama adalah skenario optimistis. Dalam skenario ini, volume perdagangan dunia memang bakal anjlok pada 2020. Namun pada 2021 akan terjadi pertumbuhan pesat sampai melebihi masa pra-corona dan ini akan berlanjut hingga 2022.

Kedua adalah skenario pesimistis, yang memperkirakan volume perdagangan dunia pada 2020 anjlok sangat dalam hingga ke level terendah sejak 2004. Selepas itu pemulihan terjadi, tetapi belum bisa menyamai pencapaian pra-corona bahkan sampai 2022.

tradeWTO

Oleh karena itu, jangan silau melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi yang begitu tinggi pada 2021. Sebab penentuan yang sesungguhnya adalah pada 2022. Apakah perekonomian bisa berlari secepat pra-corona, akan ditentukan pada 2022.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular