
Berakibat Fatal, Kebohongan Virus Corona di Wuhan Terungkap
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
24 May 2020 09:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Munculnya gelombang kedua kasus positif COVID-19 di China menjadi petanda negara ini masih belum bisa berpuas diri. Penasihat Kesehatan Senior China Zhong Nanshan menegaskan China masih rentan terhadap infeksi tambahan dari virus SARS-CoV-2 tersebut.
China memang bukan lagi episentrum penyebaran penyakit COVID-19. Kini negara yang dipimpin Xi Jinping berada dalam urutan ke-13 dengan 82.971 kasus terjangkit, 4.634 kematian, dan 78.258 kasus berhasil sembuh per Sabtu (23/5/2020), menurut data Worldometers. Episentrum baru kini justru berpindah ke AS dan Brazil yang masing-masing menempati urutan pertama dan kedua.
Zhong yang dijuluki pahlawan SARS ini juga mengungkapkan adanya kebohongan yang terjadi saat virus ini muncul di Wuhan untuk pertama kalinya. Terutama soal virus dapat menular dari manusia ke manusia.
Bahkan di awal pemerintah Wuhan menyebut wabah bisa dicegah dan dikendalikan. Namun saat dirinya datang Januari lalu, dia diperingatkan banyak dokter dan mahasiswa soal betapa buruknya situasi di sana.
"Pemerintah setempat (Wuhan), mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam, dan kemudian saya berkata mungkin kita memiliki (lebih banyak) orang yang terinfeksi," ujarnya, sebagaimana dikutip dari CNN International pada Minggu (17/5/2020).
Zhong mengaku curiga ketika jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi di Wuhan tetap pada angka 41 selama lebih dari 10 hari. Padahal infeksi-infeksi baru mulai bermunculan di negara lain.
"Saya tidak percaya hasil itu, jadi saya (terus) bertanya dan kemudian, Anda harus memberi saya angka sebenarnya. Kurasa mereka sangat enggan menjawab pertanyaan saya," ungkapnya.
Sekitar tanggal 20 Januari, Zhong diberi tahu bahwa jumlah kasus di Wuhan saat itu adalah 198 kasus, dengan tiga orang meninggal dan 13 pekerja medis terinfeksi. Hal itu terungkap dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pusat, termasuk Perdana Menteri China Li Keqiang.
Inilah yang akhirnya ada usulan aturan penguncian (lockdown) untuk Kota Wuhan. Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut diikuti pemerintah dan membuat kota itu ditutup selama 76 hari.
Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengakui bahwa pemerintahnya tidak mengungkapkan informasi tentang virus corona. Mereka baru bisa menyampaikan setelah mendapatkan wewenang.
Peristiwa ini membuat China memecat beberapa pejabat senior, termasuk dua pejabat komisi kesehatan provinsi, serta ketua Partai Komunis China di Wuhan dan provinsi Hubei, menurut Kantor Berita Xinhua milik pemerintah China. Menurutnya sejak 23 Januari semua data yang diberikan barulah sudah benar.
"Ini membuat pemerintah memerintahkan semua kota, semua departemen pemerintah, harus melaporkan jumlah sebenarnya penyakit, jadi jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan dihukum," ujar Zhong.
Selain gelombang kedua, Zhong juga membicarakan mengenai vaksin. Zhong mengatakan tiga vaksin Cina sedang dalam uji klinis di negara itu, namun solusi "sempurna" kemungkinan akan "bertahun-tahun" lagi.
"Kita harus menguji lagi dan lagi dan lagi, dengan menggunakan berbagai jenis vaksin," kata Zhong.
"Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun jenis vaksin yang tersedia untuk jenis virus corona. Itu sebabnya saya menyarankan agar persetujuan akhir dari vaksin (akan) memakan waktu lebih lama," tambahnya.
(dob/dob) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
China memang bukan lagi episentrum penyebaran penyakit COVID-19. Kini negara yang dipimpin Xi Jinping berada dalam urutan ke-13 dengan 82.971 kasus terjangkit, 4.634 kematian, dan 78.258 kasus berhasil sembuh per Sabtu (23/5/2020), menurut data Worldometers. Episentrum baru kini justru berpindah ke AS dan Brazil yang masing-masing menempati urutan pertama dan kedua.
Zhong yang dijuluki pahlawan SARS ini juga mengungkapkan adanya kebohongan yang terjadi saat virus ini muncul di Wuhan untuk pertama kalinya. Terutama soal virus dapat menular dari manusia ke manusia.
"Pemerintah setempat (Wuhan), mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam, dan kemudian saya berkata mungkin kita memiliki (lebih banyak) orang yang terinfeksi," ujarnya, sebagaimana dikutip dari CNN International pada Minggu (17/5/2020).
Zhong mengaku curiga ketika jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi di Wuhan tetap pada angka 41 selama lebih dari 10 hari. Padahal infeksi-infeksi baru mulai bermunculan di negara lain.
"Saya tidak percaya hasil itu, jadi saya (terus) bertanya dan kemudian, Anda harus memberi saya angka sebenarnya. Kurasa mereka sangat enggan menjawab pertanyaan saya," ungkapnya.
Sekitar tanggal 20 Januari, Zhong diberi tahu bahwa jumlah kasus di Wuhan saat itu adalah 198 kasus, dengan tiga orang meninggal dan 13 pekerja medis terinfeksi. Hal itu terungkap dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pusat, termasuk Perdana Menteri China Li Keqiang.
Inilah yang akhirnya ada usulan aturan penguncian (lockdown) untuk Kota Wuhan. Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut diikuti pemerintah dan membuat kota itu ditutup selama 76 hari.
Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengakui bahwa pemerintahnya tidak mengungkapkan informasi tentang virus corona. Mereka baru bisa menyampaikan setelah mendapatkan wewenang.
Peristiwa ini membuat China memecat beberapa pejabat senior, termasuk dua pejabat komisi kesehatan provinsi, serta ketua Partai Komunis China di Wuhan dan provinsi Hubei, menurut Kantor Berita Xinhua milik pemerintah China. Menurutnya sejak 23 Januari semua data yang diberikan barulah sudah benar.
"Ini membuat pemerintah memerintahkan semua kota, semua departemen pemerintah, harus melaporkan jumlah sebenarnya penyakit, jadi jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan dihukum," ujar Zhong.
Selain gelombang kedua, Zhong juga membicarakan mengenai vaksin. Zhong mengatakan tiga vaksin Cina sedang dalam uji klinis di negara itu, namun solusi "sempurna" kemungkinan akan "bertahun-tahun" lagi.
"Kita harus menguji lagi dan lagi dan lagi, dengan menggunakan berbagai jenis vaksin," kata Zhong.
"Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun jenis vaksin yang tersedia untuk jenis virus corona. Itu sebabnya saya menyarankan agar persetujuan akhir dari vaksin (akan) memakan waktu lebih lama," tambahnya.
(dob/dob) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
Most Popular