Ekonomi Bangkit dari Terjangan Corona pada Q3? You Wish!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 May 2020 11:01
Pengunjung mengugunakan transportasi KRL di Stasiun Tujuan Bogor-Jakarta Kota, Kamis,12/3/2020. Paparan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait risiko penyebaran virus corona yang menyebabkan Covid-19 via transportasi salah satunya KRL commuterline rute Bogor-Depok-Jakarta Kota berisiko tinggi menjadi area penyebaran virus corona terbesar. Beberapa penumpang juga menggunakan masker guna antisipasi penyebaran virus. Pantauan CNBC Indonesia Penumpang yang telah menumpuk mulai berjalan merangsek mendekati arah datangnya kereta. Jam-jam sibuk kendaraan umum dimana banyak para pekerja yang memulai aktivitasnya sehingga terlihat tidak ada tempat untuk bergerak.   (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Penumpang KRL (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menciptakan ketidakpastian yang sangat tinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, sepertinya proses untuk bangkit kembali bakal memakan waktu yang lumayan lama.

Awalnya berbagai pihak memperkirakan puncak pandemi virus corona akan terjadi pada kuartal II-2020. Jadi para paruh kedua 2020 situasi bisa berangsur normal kembali. Masyarakat bisa beraktivitas lagi sehingga ekonomi bisa pulih dari kontraksi (pertumbuhan negatif) dalam waktu singkat. V-Shaped recovery.

Namun sepertinya semakin ke sini para 'peramal' itu semakin kurang pede. Bahkan Bank Indonesia (BI) saja memperkirakan kontraksi ekonomi global masih terjadi pada kuartal III-2020.

"Perkembangan April 2020 menunjukkan risiko resesi ekonomi global tetap besar tercermin pada kontraksi berbagai indikator dini seperti kinerja sektor manufaktur dan jasa serta keyakinan konsumen dan bisnis. Perkembangan ini mengakibatkan volume perdagangan dunia mengalami kontraksi dan diikuti menurunnya harga komoditas dan harga minyak.

"Dengan proyeksi kontraksi ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan III-2020, Bank Indonesia memprakirakan ekonomi global 2020 mencatat pertumbuhan negatif 2,2%. Pertumbuhan ekonomi dunia diprakirakan kembali meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2% didorong dampak positif kebijakan yang ditempuh di banyak negara dan faktor base effect," sebut keterangan tertulis BI.


Tidak cuma BI, berbagai institusi pun memperkirakan situasi masih akan suram pada kuartal III-2020. Dalam proyeksi terbarunya, Citi memperkirakan proses pemulihan ekonomi dunia kemungkinan lebih ke arah U-Shaped ketimbang V-Shaped.

growthCiti

Citi menilai berbagai tantangan yang ada saat ini terlalu kecil untuk diabaikan dari perhitungan. Dari aspek kesehatan, ada risiko gelombang serangan kedua (second wave outbreak) atau perkembangan vaksin dan obat yang masih tarik-ulur.

Kemudian di sisi konsumen, ada tekanan berupa kekhawatiran akan masa depan sehingga memperbanyak porsi tabungan ketimbang berbelanja. Belum lagi bicara gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang membuat jutaan rumah tangga tidak tahu besok mau makan apa.

Lalu ada risiko baru yaitu ketegangan antar negara, terutama Amerika Serikat (AS) dan China. Setelah merampungkan kesepakatan damai dagang fase I, hubungan Washington-Beijing bukannya semakin mesra malah kian tegang.

Penyebabnya adalah kegeraman Presiden AS Donald Trump karena menilai China tidak becus menangani penyebaran virus corona sehingga menjadi pandemi global. Bahkan Trump sempat melontarkan ancaman untuk memutus seluruh hubungan dengan China.


"Jika seluruh ketidakpastian ini semakin membesar, maka waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke pertumbuhan ekonomi pra-corona akan tertunda agak lebih lama. Sepertinya resesi dan pola U-Shaped akan terjadi," sebut riset Citi.

So, mari kencangkan ikat pinggang. Sebab jalan berbatu bin berliku ini sepertinya masih rada panjang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular