Lebaran Kok Penuh Keprihatinan, Mau Sampai Kapan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 May 2020 06:23
suasana pasar tradisional ikan
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Idul Fitri tahun ini benar-benar sangat berbeda. Adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuatnya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Perbedaan sudah terjadi sejak masa Ramadan. Wabah virus corona membuat aktivitas masyarakat pada bulan suci tersebut tidak seperti biasanya.

Pada akhir Maret 2020, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Peraturan Pemerintah No 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease-2019. Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

DKI Jakarta adalah daerah pertama yang mengajukan pemberlakuan PSBB. Kini, sudah puluhan daerah yang menerapkan kebijakan serupa. PSBB membuat pasar sepi pengunjung. Restoran tidak boleh melayani makan-minum di tempat, sehingga tidak ada buka puasa bersama dengan keluarga dan sahabat. Berbagai lokasi wisata dan pusat perbelanjaan pun tidak beroperasi.


Ramadan dan Idul Fitri yang biasanya menjadi puncak konsumsi masyarakat di Indonesia pun berubah 180 derajat. Pada April, Badan Pusar Statistik (BPS) mencatat terjadi inflasi yang sangat lambat yaitu 0,08% month-to-month (MtM). Bahkan pada bulan ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan terjadi deflasi -0,04% MtM.

Padahal tahun-tahun sebelumnya selalu terjadi percepatan laju inflasi saat Ramadan-Idul Fitri seiring peningkatan permintaan. Misalnya pada 2019, di mana Ramadan jatuh pada 5 Mei-4 Juni. Kala itu, inflasi Mei mencapai 0,54% MtM, tertinggi sepanjang 2019.

 



Tekanan konsumsi terlihat di data lain yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada April, BI mencatat IKK sebesar 84,8.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula, kalau di bawah 100 berarti konsumen sedang pesimistis. Ini menjadi kali pertama IKK berada di bawah 100 sejak 2015. Pencapaian April tahun ini juga menjadi yang terendah sejak 2008.




Dilihat sedikit lebih dalam, hal yang paling ditakutkan oleh konsumen adalah ketersediaan lapangan kerja. Kelesuan ekonomi menyebabkan lapangan kerja semakin terbatas sehingga penghasilan menjadi tidak menentu

"Penurunan optimisme konsumen terhadap penghasilan saat ini terjadi seiring dengan keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja yang semakin menurun. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya pengurangan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan akibat pandemi Covid-19. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, per 20 April jumlah tenaga kerja yang dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah mencapai 2,08 juta pekerja," papar laporan BI.



Kapan nestapa ini akan berakhir? Merujuk ke survei BI, sepertinya konsumen masih optimistis bahwa kondisi enam bulan ke depan bakal membaik. Ini terlihat dari sub-indeks ekpektasi konsumen yang pada April berada di 106,8. Di atas 100, berarti konsumen masih cukup pede.

"Optimisme tersebut didukung perkiraan telah meredanya pandemi Covid-19 pada enam bulan ke depan sehingga kondisi ekonomi dapat mulai pulih," sebut laporan BI.

Namun, harapan itu bisa pupus kalau ternyata wabah virus corona tidak kunjung reda. Apabila virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu terus menyebar di Tanah Air, maka penerapan PSBB akan terus diperpanjang. Artinya, roda ekonomi bakal terus berjalan lambat.

Untuk mengukur tingkat penyebaran virus, indikator yang kerap digunakan adalah Angka Reproduksi Efektif (Rt). Jika angkanya lebih dari 1, maka artinya penyebaran masih terjadi karena seorang pasien positif menulari orang lain.

Mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) per 18 Mei, Rt di seluruh wilayah masih di atas 1. Angka ini masih bisa bertambah mengingat jumlah tes yng masih relatif rendah.

coronaBappenas


Menurut kajian Bappenas, pelonggaran PSBB baru bisa dilakukan setelah Rt kurang dari 1 dalam waktu dua pekan (14 hari). Walau nantinya PSBB dikendurkan, protokol kesehatan tetap harus berlaku sampai tersedianya vaksin atau obat.

Jadi nantinya masyarakat tidak bisa hidup sebebas dulu, karena tetap ada protokol kesehatan. Tetap akan ada pembatasan atau pemisahan fisik, pembatasan orang di tempat kerja, pemeriksaan suhu tubuh, dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan kondisi normal yang baru, the new normal.

Sampai vaksin atau obat pengusir virus corona tersedia, masyarakat harus membiasakan diri dengan new normal tersebut. Proses adaptasi itu mungkin akan memakan waktu dan cukup mengejutkan, sehingga konsumsi rumah tangga bakal terbatas dalam tempo yang lumayan lama.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular