
Penelitian: PSBB Dilonggarkan, Kematian Bakal Melonjak 61%
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
23 May 2020 22:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan jumlah kematian akibat pandemi Covid-19 akan mengalami peningkatan hingga 61% jika pemerintah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam sebulan ke depan.
Dalam riset yang disampaikan, INDEF menyatakan hingga saat ini sudah lebih dari 20 ribu kasus yang terkonfirmasi positif di Indonesia dan menyebabkan lebih dari 1.200 orang meninggal dunia. Karenanya, kebijakan PSBB harus tetap dilakukan.
INDEF mencermati, beberapa intervensi pemerintah cukup efektif memaksa masyarakat agar tetap berada di rumah. Namun, kebijakan pelonggaran transportasi pada tanggal 7 Mei menghasilkan efek sebaliknya. Pelonggaran transportasi turut berdampak signifikan pada pertumbuhan angka kasus COVID-19.
INDEF menyebut, dengan skenario PSBB lebih ketat akan berhasil menurunkan kasus positif COVID-19 di berbagai provinsi di Indonesia, sehingga jumlah kasus kematian akan turun secara signifikan dalam kurun waktu satu bulan ke depan.
Akan tetapi, efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan masyarakat di setiap provinsi akan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain besarnya pekerja di sektor informal, akses masyarakat terhadap sanitasi layak. Sedangkan, faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pergerakan masyarakat.
"Sedangkan sebaliknya, pelonggaran PSBB akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian hingga 61 persen dalam 1 bulan ke depan," tulis penelitian INDEF tersebut, Sabtu (23/5/2020).
Mengingat masih tingginya angka penyebaran kasus, maka, kontrol terhadap pergerakan masyarakat masih sangat diperlukan. Jika efektif, akan terjadi penurunan angka kasus yang sangat signifikan selama satu bulan ke depan, sehingga kemudian masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Hingga saat ini, DKI Jakarta tercatat masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus positif tertinggi, disusul Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kumulatif ketiga provinsi ini memberikan andil 62,2% terhadap kasus nasional.
(hoi/hoi) Next Article Sederet Peluang Indonesia Post Pandemi Covid-19, Apa Saja?
Dalam riset yang disampaikan, INDEF menyatakan hingga saat ini sudah lebih dari 20 ribu kasus yang terkonfirmasi positif di Indonesia dan menyebabkan lebih dari 1.200 orang meninggal dunia. Karenanya, kebijakan PSBB harus tetap dilakukan.
INDEF mencermati, beberapa intervensi pemerintah cukup efektif memaksa masyarakat agar tetap berada di rumah. Namun, kebijakan pelonggaran transportasi pada tanggal 7 Mei menghasilkan efek sebaliknya. Pelonggaran transportasi turut berdampak signifikan pada pertumbuhan angka kasus COVID-19.
INDEF menyebut, dengan skenario PSBB lebih ketat akan berhasil menurunkan kasus positif COVID-19 di berbagai provinsi di Indonesia, sehingga jumlah kasus kematian akan turun secara signifikan dalam kurun waktu satu bulan ke depan.
Akan tetapi, efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan masyarakat di setiap provinsi akan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain besarnya pekerja di sektor informal, akses masyarakat terhadap sanitasi layak. Sedangkan, faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pergerakan masyarakat.
"Sedangkan sebaliknya, pelonggaran PSBB akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian hingga 61 persen dalam 1 bulan ke depan," tulis penelitian INDEF tersebut, Sabtu (23/5/2020).
Mengingat masih tingginya angka penyebaran kasus, maka, kontrol terhadap pergerakan masyarakat masih sangat diperlukan. Jika efektif, akan terjadi penurunan angka kasus yang sangat signifikan selama satu bulan ke depan, sehingga kemudian masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Hingga saat ini, DKI Jakarta tercatat masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus positif tertinggi, disusul Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kumulatif ketiga provinsi ini memberikan andil 62,2% terhadap kasus nasional.
(hoi/hoi) Next Article Sederet Peluang Indonesia Post Pandemi Covid-19, Apa Saja?
Most Popular