Harga Rumah Nyungsep, Diramal Bakal Sampai Tahun Depan

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
20 May 2020 19:12
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Anjloknya harga rumah seken di sejumlah wilayah elite di Jakarta dan penurunan pasar rumah baru menandakan kondisi pasar properti dalam kondisi tertekan. Kondisi ini bakal masih akan berlangsung sampai akhir tahun bahkan akan berkepanjangan sampai tahun depan.

"Momentum ini lagi rendah-rendahnya, kelihatannya nggak ada pertumbuhan sampai akhir 2020. Awal tahun 2021 masih konsolidasi, karena belum ada kejelasan hingga kini," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/5).

Pada riset yang dikeluarkannya akhir tahun 2019 lalu, ia memang memperkirakan di tahun ini sektor properti tidak akan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, setelah memasuki masa pandemi virus corona, proyeksi yang sudah dibuat bisa semakin jeblok.

"Properti itu siklus 2019 sedang menuju bottom. Kita lihat sebelum ada Covid-19, sektor ini titik nadirnya di 2020. Akan recovery kemungkinan di akhir 2020-2021, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi membaik. Karena memang siklusnya menuju dasar. Adanya tambahan Covid-19 ini membuat masa recovery lebih panjang, jadi mundur setahun kemudian di 2021," kata Ferry.



Ia menilai jalannya sektor properti berbanding lurus dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksikan turun dalam pada tahun ini. Sementara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik disingkat Kementerian PPN/Bappenas) sudah memproyeksi Perekonomian RI akan tumbuh 2,2 % sepanjang 2020.

"Jadi ada dua tahapan. Pertama nunggu sampai beres dan kedua recovery pemulihan ekonomi. Nggak gampang, sampai sekarang defisit kita sudah terlalu jatuhnya sehingga butuh jauh lagi. Kalo turun gitu properti nggak bergerak. Karena properti selalu kolerasi dengan GDP. Kalau GDP anjlok properti ikut anjlok," sebutnya

Dengan kondisi tersebut, maka bisa dibilang saat ini merupakan waktu yang pas untuk mengincar properti sebagai investasi. Akibat permintaan yang menurun, harga pun anjlok. Ferry memperkirakan harga properti akan normal dengan membutuhkan waktu beberapa tahun mendatang.

"Memang kemarin kondisi sempat harga tinggi-tingginya, di luar batas normal. Sekarang sebenarnya harga menuju normal, jadi sekarang terkoreksi menuju normal. Dan ada potensi harga itu naik lagi di dua hingga tiga tahun ke depan," ungkap Ferry.


[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Sudah Tak Wajar, Harga Rumah Terjun Bebas Sampai 30%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular