
Ekonominya Bangkit, Barang Made in China Kembali Banjiri RI
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2020 12:48

China adalah pemain kunci di rantai pasok manufaktur global. Peningkatan produksi di China akan membuat barang mereka akan kembali membanjiri pasar dunia, termasuk Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor non-migas dari China pada April 2020 bernilai US$ 3,75 miliar. Melonjak 25,53% dibandingkan bulan sebelumnya.
Secara kumulatif, nilai impor non-migas dari China sepanjang Januari-April 2020 adalah US$ 12,66 juta. Angka ini mencapai 27,81% dari total impor non-migas.
"Impor dari Tiongkok meningkat US$ 762,3 juta (dibandingkan Maret), menunjukkan recovery dari tiongkok sudah cukup bagus. Pada April ini, impor terbesar dari Tiongkok adalah parts of transmission aparatus, garlic, dan laptop," kata Suhariyanto, Kepala BPS.
Melihat kemajuan China, tidak heran Morgan Stanley menyebut negara ini adalah yang paling awal bangkit dari terjangan virus corona. Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar.
Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul, China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.
Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya eksposur terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.
Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.
Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan lockdown sehingga permintaan domestik juga anjlok. Pukulan ganda ini membuat ekonomi Thailand dkk butuh waktu lebih lama untuk pulih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor non-migas dari China pada April 2020 bernilai US$ 3,75 miliar. Melonjak 25,53% dibandingkan bulan sebelumnya.
Secara kumulatif, nilai impor non-migas dari China sepanjang Januari-April 2020 adalah US$ 12,66 juta. Angka ini mencapai 27,81% dari total impor non-migas.
"Impor dari Tiongkok meningkat US$ 762,3 juta (dibandingkan Maret), menunjukkan recovery dari tiongkok sudah cukup bagus. Pada April ini, impor terbesar dari Tiongkok adalah parts of transmission aparatus, garlic, dan laptop," kata Suhariyanto, Kepala BPS.
Melihat kemajuan China, tidak heran Morgan Stanley menyebut negara ini adalah yang paling awal bangkit dari terjangan virus corona. Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar.
Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul, China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.
Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya eksposur terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.
Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.
Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan lockdown sehingga permintaan domestik juga anjlok. Pukulan ganda ini membuat ekonomi Thailand dkk butuh waktu lebih lama untuk pulih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular