
BPS Bawa Kabar Baik dan Kabar Buruk, Mau yang Mana?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2020 10:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional periode April 2020. Hasilnya agak variatif, ada kabar buruk tetapi ada pula berita yang menggembirakan.
Berita bagusnya dulu ya. Pada April 2020, nilai ekspor tercatat US$ 12,19 miliar. Turun 7,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).
Kontraksi (pertumbuhan negatif) yang dialami ekspor lebih dalam ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi -1,91%.
Di mana kabar baiknya? Ada di kinerja ekpsor secara kumulatif.
Selama Januari-April 2020, nilai ekspor Indonesia adalah US$ 53,95 miliar. Tumbuh 0,44% dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Di tengah keprihatinan dunia gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ternyata Indonesia masih bisa menjual produknya ke luar negeri. Ini tentu menjadi prestasi yang patut mendapat apresiasi.
"Dengan memperhatikan pandemi Covid-19 dan sebagainya, saya harus bilang performa ekspor pada Januari-April 2020 masih lebih bagus daripada ekspektasi. Ini bisa terbukti dari komponen ekspor dalam pertumbuhan ekonomi yang oleh banyak pihak diprediksi negatif tetapi ternyata masih mengalami pertumbuhan positif meskipun kecil," papar Suhariyanto, Kepala BPS.
Bukan cuma Covid-19, kinerja ekspor Indonesia yang lumayan oke ini juga terjadi di tengah kejatuhan harga komoditas andalan Indonesia yaitu batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Sepanjang Januari-April 2020, harga batu bara merosot 22,45% sementara harga CPO anjlok 31,59%.
Saat harga turun tetapi nilai ekspor bisa naik, berarti volume yang mendorong kenaikan ekspor tersebut. Indonesia ternyata berhasil menjual barang dalam jumlah yang lebih banyak dari tahun lalu. Prestasi yang impresif di tengah kelesuan ekonomi dunia.
Namun, ada pula kabar buruk yang sayangnya harus dicatat. Kabar ini datang dari sisi impor.
Pada April 2020, impor Indonesia adalah US$ 12,54 miliar. Terkontraksi dalam yaitu mencapai 18,58% YoY. Ini adalah penurunan paling tajam sejak Oktober 2015.
Lho, impor turun kok berita buruk? Masalahnya, yang turun adalah impor barang yang dibutuhkan untuk proses produksi di dalam negeri yaitu bahan baku/penolong dan barang modal.
Pada April 2020, impor bahan baku/penolong ambles 19,13% YoY dan impor barang modal ambrol 17,11% YoY. Secara kumulatif, impor bahan baku/penolong sepanjang Januari-April 2020 bernilai US$ 39,05 miliar, turun 7,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan impor barang modal adalah US$ 7,83 miliar, anjlok 14,12% dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal memberi gambaran bahwa industri dalam negeri masih lesu. Ke depan, sepertinya produksi industri Tanah Air masih belum bisa digenjot.
"Penurunan impor ini perlu kita perhatikan dan kita waspadai, karena penurunan impor bahan baku akan berpengaruh kepada pertumbuhan industri dan perdagangan. Sementara penurunan impor barang modal nantinya akan berpengaruh besar kepada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi di pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran," kata Ketjuk, sapaan akrab Suhariyanto.
Di satu sisi, ekspor punya prospek cerah dan mampu menyumbang kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, investasi sepertinya masih lesu sehingga kemungkinan bakal terkontraksi dan menjadi faktor pengurang pertumbuhan ekonomi.
Jadi, risiko bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tinggi. Selama pandemi virus corona belum berakhir, sulit untuk berharap hidup bisa tenang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Impor Juga Tercatat Turun 0,75% ke US$ 13,35 Miliar
Berita bagusnya dulu ya. Pada April 2020, nilai ekspor tercatat US$ 12,19 miliar. Turun 7,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).
Kontraksi (pertumbuhan negatif) yang dialami ekspor lebih dalam ketimbang ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi -1,91%.
Di mana kabar baiknya? Ada di kinerja ekpsor secara kumulatif.
Selama Januari-April 2020, nilai ekspor Indonesia adalah US$ 53,95 miliar. Tumbuh 0,44% dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Di tengah keprihatinan dunia gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ternyata Indonesia masih bisa menjual produknya ke luar negeri. Ini tentu menjadi prestasi yang patut mendapat apresiasi.
"Dengan memperhatikan pandemi Covid-19 dan sebagainya, saya harus bilang performa ekspor pada Januari-April 2020 masih lebih bagus daripada ekspektasi. Ini bisa terbukti dari komponen ekspor dalam pertumbuhan ekonomi yang oleh banyak pihak diprediksi negatif tetapi ternyata masih mengalami pertumbuhan positif meskipun kecil," papar Suhariyanto, Kepala BPS.
Bukan cuma Covid-19, kinerja ekspor Indonesia yang lumayan oke ini juga terjadi di tengah kejatuhan harga komoditas andalan Indonesia yaitu batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Sepanjang Januari-April 2020, harga batu bara merosot 22,45% sementara harga CPO anjlok 31,59%.
Saat harga turun tetapi nilai ekspor bisa naik, berarti volume yang mendorong kenaikan ekspor tersebut. Indonesia ternyata berhasil menjual barang dalam jumlah yang lebih banyak dari tahun lalu. Prestasi yang impresif di tengah kelesuan ekonomi dunia.
Namun, ada pula kabar buruk yang sayangnya harus dicatat. Kabar ini datang dari sisi impor.
Pada April 2020, impor Indonesia adalah US$ 12,54 miliar. Terkontraksi dalam yaitu mencapai 18,58% YoY. Ini adalah penurunan paling tajam sejak Oktober 2015.
Lho, impor turun kok berita buruk? Masalahnya, yang turun adalah impor barang yang dibutuhkan untuk proses produksi di dalam negeri yaitu bahan baku/penolong dan barang modal.
Pada April 2020, impor bahan baku/penolong ambles 19,13% YoY dan impor barang modal ambrol 17,11% YoY. Secara kumulatif, impor bahan baku/penolong sepanjang Januari-April 2020 bernilai US$ 39,05 miliar, turun 7,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan impor barang modal adalah US$ 7,83 miliar, anjlok 14,12% dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal memberi gambaran bahwa industri dalam negeri masih lesu. Ke depan, sepertinya produksi industri Tanah Air masih belum bisa digenjot.
"Penurunan impor ini perlu kita perhatikan dan kita waspadai, karena penurunan impor bahan baku akan berpengaruh kepada pertumbuhan industri dan perdagangan. Sementara penurunan impor barang modal nantinya akan berpengaruh besar kepada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi di pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran," kata Ketjuk, sapaan akrab Suhariyanto.
Di satu sisi, ekspor punya prospek cerah dan mampu menyumbang kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, investasi sepertinya masih lesu sehingga kemungkinan bakal terkontraksi dan menjadi faktor pengurang pertumbuhan ekonomi.
Jadi, risiko bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tinggi. Selama pandemi virus corona belum berakhir, sulit untuk berharap hidup bisa tenang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Impor Juga Tercatat Turun 0,75% ke US$ 13,35 Miliar
Most Popular