
Cleansing PBI Belum Beres, Iuran BPJS Kesehatan Tetap Naik
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
14 May 2020 19:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan cleansing data peserta BPJS Kesehatan selalu menjadi perdebatan banyak kalangan. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) awal tahun 2020 menemukan, terdapat 27,44 juta peserta BPJS Kesehatan bermasalah.
Kendati demikian, nampaknya tidak ada progress yang signifikan dari pemerintah terhadap proses pembersihan data atau cleansing data peserta BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, mengatakan sampai dengan 30 April 2020, negara sudah membiayai 132,6 juta jiwa masyarakat miskin atau tidak mampu yang masuk ke dalam penerima bantuan iuran (PBI).
Pemerintah, lanjut Fachmi juga sudah memberikan subsidi kepada Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas tiga sebanyak 21,8 juta jiwa. Di mana 11 juta merupakan peserta aktif, dan 10,8 juta merupakan peserta nonaktif.
Pun di dalam Perpres 64 Tahun 2020 sebagai pengganti kedua Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang ditetapkan, sampai akhir tahun, pemerintah akan tetap memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 kepada peserta aktif.
"Jadi di kelas tiga, tahapannya jelas. Ada relaksasi, ada keringanan. Pemerintah sekarang memberikan subsidi Rp 16.500 kepada peserta [aktif]," jelas Fachmi dalam video conference, Kamis (14/5/2020).
Fachmi pun menyadari bahwa pihaknya bersama stakeholder lainnya, harus lebih teliti dalam melihat peserta iuran BPJS yang aktif, apakah benar 21,8 juta jiwa peserta PBPU dan BP kelas tiga semuanya tidak mampu.
"Ini tugas kami bersama Kemensos dan stakeholder lainnya. Karena ada isu, di kelas tiga ini. Ada yang tidak mampu, tapi tidak masuk untuk dibayarkan. Ada juga mereka yang mampu, tapi masuk dalam PBI. Tugas kami, bekerja keras dengan Kemensos untuk memastikan lagi bahwa itu dapat kita rapihkan, " kata Fachmi.
Kemudian Fachmi tidak yakin bahwa persoalan cleansing data ini dapat diselesaikan sepenuhnya. "Tidak mungkin zero error. Tapi semakin kesini, dengan adanya perpres ini [Perpres 64/2020] kita akan terus perbaiki," ujar Fachmi melanjutkan.
Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK, Tubagus Achmad Choesni menambahkan,masih ada beberapa ketidakcocokan data, yang sampai saat ini masih diperbaiki bersama dengan kementerian terkait.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, memang perbaikan data, terutama untuk peserta PBI BPJS Kesehatan cukup sulit untuk dibenahi.
Pasalnya, kata Askolani jumlah data masyarakat miskin sampai saat ini sangat dinamis. Namun Askolani memastikan semua pihak, khususnya Kementerian Sosial akan membenahi data ini.
"Masyarakat kelas menengah ke bawah ini datanya sangat fluktuatif. Jadi ada yang piindah, ada yang sudah tidak ada [meninggal], dan sebagainya. Tentu ini akan diupdate oleh teman-teman di Kementerian Sosial," ucap Askolani.
Kilas Balik Persoalan Data Cleansing Sejak 2019
Asal tahu saja, persoalan pembersihan data atau cleansing data sudah dibahas sejak 2 September 2019 lalu. Awal mulanya, saat Komisi IX DPR RI rapat dengar pendapat (RDP) bersama BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan, yang membahas soal defisit BPJS.
BPJS Kesehatan saat itu berencana untuk menaikkan iuran peserta PBPU dan BP untuk peserta kelas I sampai kelas III. Sayangnya, semua Anggota Komisi IX DPR menolak apabila iuran BPJS Kesehatan kelas III dinaikkan.
Akhirnya hasil rapat 2 September 2019 disepakati, pemerintah akan melakukan perbaikan sistem kepersertaan dan manajemen iuran, termasuk kolektabilitas iuran dan percepatan data cleansing. Sementara BPJS Kesehatan juga menunda kenaikan iuran peserta mandiri kelas III sampai pemerintah melakukan data cleansing PBI.
Persoalan cleansing data ini kemudian di bahas lagi, dalam rapat kerja gabungan (rakergab) antara DPR dengan pemerintah pada 18 Februari 2020 silam. Hasilnya, disepakati bahwa pemerintah harus menyelesaikan proses pembersihan data, agar data peserta tidak tumpang tindih.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy berjanji akan menyelesaikan secepatnya persoalan cleansing data, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya menerima bantuan bisa terakomodir.
"Cleansing data akan kami segera selesaikan secepatnya kalau memang nanti solusinya memasukkan peserta kelas 3 ke dalam PBI maka akan segera kami lakukan kalau itu menjadi keputusan bersama," ujar Muhadjir, Selasa (18/2/2020).
Ketua DPR Puan Maharani di dalam rakergab itu juga sudah meminta kepada pemerintah untuk menyelesaikan cleansing data dan sambil menyamakan persepsi dengan DPR soal kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan yang kemudian tertuang dalam Perpres 75 tahun 2019.
"Ada keinginan dari DPR untuk kemudian tidak menaikkan iuran namun dengan argumentasi pemerintah, maka kami minta 19,1 juta yang saat ini merasa keberatan atau belum tertampung karena belum bisa bayar iurannya bisa kemudian dimasukkan dalam data PBI 30 juta jiwa yang sekarang ini sedang diupdate oleh Mensos," kata Puan.
Sayangnya, hingga hari ini, BPJS Kesehatan bersama pemerintah, belum juga menyelesaikan persolan cleansing data tersebut.
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar iuran BPJS Kesehatan tdak perlu naik di mas pandemi covid-19 saat ini. Langkah yang harus diambil dengan segera adalah melakukan cleansing data PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Pasalnya, lanjut Timboel, selama ini banyak kerancuan kepesertaan yang membuat peserta di kelas I dan II banyak yang masuk ke kelas III agar mendapat iuran yang lebih murah.
"Bila memang penghuni kelas tiga mandiri miskin ya masukkan saja ke PBI, sementara yang mampu, bayar sendiri tanpa subsidi. Kalau Pemerintah mau seperti Perpres 64 ini ya lakukan saja Perppu terhadap UU SJSN dan UU BPJS untuk memuluskan Perpres 64 tersebut," kata Timboel.
(dru) Next Article BPJS Kesehatan Hapus Kelas, Segera Terapkan Kelas Standar!
Kendati demikian, nampaknya tidak ada progress yang signifikan dari pemerintah terhadap proses pembersihan data atau cleansing data peserta BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, mengatakan sampai dengan 30 April 2020, negara sudah membiayai 132,6 juta jiwa masyarakat miskin atau tidak mampu yang masuk ke dalam penerima bantuan iuran (PBI).
Pun di dalam Perpres 64 Tahun 2020 sebagai pengganti kedua Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang ditetapkan, sampai akhir tahun, pemerintah akan tetap memberikan subsidi sebesar Rp 16.500 kepada peserta aktif.
"Jadi di kelas tiga, tahapannya jelas. Ada relaksasi, ada keringanan. Pemerintah sekarang memberikan subsidi Rp 16.500 kepada peserta [aktif]," jelas Fachmi dalam video conference, Kamis (14/5/2020).
Fachmi pun menyadari bahwa pihaknya bersama stakeholder lainnya, harus lebih teliti dalam melihat peserta iuran BPJS yang aktif, apakah benar 21,8 juta jiwa peserta PBPU dan BP kelas tiga semuanya tidak mampu.
"Ini tugas kami bersama Kemensos dan stakeholder lainnya. Karena ada isu, di kelas tiga ini. Ada yang tidak mampu, tapi tidak masuk untuk dibayarkan. Ada juga mereka yang mampu, tapi masuk dalam PBI. Tugas kami, bekerja keras dengan Kemensos untuk memastikan lagi bahwa itu dapat kita rapihkan, " kata Fachmi.
Kemudian Fachmi tidak yakin bahwa persoalan cleansing data ini dapat diselesaikan sepenuhnya. "Tidak mungkin zero error. Tapi semakin kesini, dengan adanya perpres ini [Perpres 64/2020] kita akan terus perbaiki," ujar Fachmi melanjutkan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, memang perbaikan data, terutama untuk peserta PBI BPJS Kesehatan cukup sulit untuk dibenahi.
Pasalnya, kata Askolani jumlah data masyarakat miskin sampai saat ini sangat dinamis. Namun Askolani memastikan semua pihak, khususnya Kementerian Sosial akan membenahi data ini.
"Masyarakat kelas menengah ke bawah ini datanya sangat fluktuatif. Jadi ada yang piindah, ada yang sudah tidak ada [meninggal], dan sebagainya. Tentu ini akan diupdate oleh teman-teman di Kementerian Sosial," ucap Askolani.
Kilas Balik Persoalan Data Cleansing Sejak 2019
Asal tahu saja, persoalan pembersihan data atau cleansing data sudah dibahas sejak 2 September 2019 lalu. Awal mulanya, saat Komisi IX DPR RI rapat dengar pendapat (RDP) bersama BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan, yang membahas soal defisit BPJS.
BPJS Kesehatan saat itu berencana untuk menaikkan iuran peserta PBPU dan BP untuk peserta kelas I sampai kelas III. Sayangnya, semua Anggota Komisi IX DPR menolak apabila iuran BPJS Kesehatan kelas III dinaikkan.
Akhirnya hasil rapat 2 September 2019 disepakati, pemerintah akan melakukan perbaikan sistem kepersertaan dan manajemen iuran, termasuk kolektabilitas iuran dan percepatan data cleansing. Sementara BPJS Kesehatan juga menunda kenaikan iuran peserta mandiri kelas III sampai pemerintah melakukan data cleansing PBI.
Persoalan cleansing data ini kemudian di bahas lagi, dalam rapat kerja gabungan (rakergab) antara DPR dengan pemerintah pada 18 Februari 2020 silam. Hasilnya, disepakati bahwa pemerintah harus menyelesaikan proses pembersihan data, agar data peserta tidak tumpang tindih.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy berjanji akan menyelesaikan secepatnya persoalan cleansing data, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya menerima bantuan bisa terakomodir.
"Cleansing data akan kami segera selesaikan secepatnya kalau memang nanti solusinya memasukkan peserta kelas 3 ke dalam PBI maka akan segera kami lakukan kalau itu menjadi keputusan bersama," ujar Muhadjir, Selasa (18/2/2020).
Ketua DPR Puan Maharani di dalam rakergab itu juga sudah meminta kepada pemerintah untuk menyelesaikan cleansing data dan sambil menyamakan persepsi dengan DPR soal kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan yang kemudian tertuang dalam Perpres 75 tahun 2019.
"Ada keinginan dari DPR untuk kemudian tidak menaikkan iuran namun dengan argumentasi pemerintah, maka kami minta 19,1 juta yang saat ini merasa keberatan atau belum tertampung karena belum bisa bayar iurannya bisa kemudian dimasukkan dalam data PBI 30 juta jiwa yang sekarang ini sedang diupdate oleh Mensos," kata Puan.
Sayangnya, hingga hari ini, BPJS Kesehatan bersama pemerintah, belum juga menyelesaikan persolan cleansing data tersebut.
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar iuran BPJS Kesehatan tdak perlu naik di mas pandemi covid-19 saat ini. Langkah yang harus diambil dengan segera adalah melakukan cleansing data PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Pasalnya, lanjut Timboel, selama ini banyak kerancuan kepesertaan yang membuat peserta di kelas I dan II banyak yang masuk ke kelas III agar mendapat iuran yang lebih murah.
"Bila memang penghuni kelas tiga mandiri miskin ya masukkan saja ke PBI, sementara yang mampu, bayar sendiri tanpa subsidi. Kalau Pemerintah mau seperti Perpres 64 ini ya lakukan saja Perppu terhadap UU SJSN dan UU BPJS untuk memuluskan Perpres 64 tersebut," kata Timboel.
(dru) Next Article BPJS Kesehatan Hapus Kelas, Segera Terapkan Kelas Standar!
Most Popular