Siap Nggak Nih Jika Aturan Kenaikan BPJS Digugat Lagi?

News - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
14 May 2020 14:55
dok: BPJS Kesehatan Foto: dok: BPJS Kesehatan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengaku siap jika Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kembali digugat di Makhamah Agung (MA).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah siap menjalani proses hukum apabila ada masyarakat yang kembali melakukan gugatan terhadap Perpres 64/2020 ke Mahkamah Agung.

"Kalau ada judical review, kami siap untuk mengikuti proses hukum yang sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku," ujarnya melalui video conference, Kamis (14/5/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Indra Budi Sumantoro mengatakan, penerbitan Perpres 64/2020 sebenarnya merupakan itikad baik dari pemerintah atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Prepres No. 75 Tahun 2019, yang merupakan perubahan pertama dari Prepres 82/2018.

Pasalnya, di dalam putusan MA bernomor 7/P/HUM/2020 tersebut yang terbit pada 9 Maret 2020 lalu, disebutkan, pemerintah diberikan hak untuk melakukan uji materi. Di mana pemerintah boleh mencabut dan/atau mengubah Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019, dengan tenggat waktu 90 hari sejak diputuskan.

"Ada itikad baik [pemerintah] di situ. Tidak perlu menunggu 90 hari. Tapi kemudian Perpres 64/2020 ini sudah diterbitkan [sebelum 90 hari]," kata Indra.

Lagi pula, lanjut Indra, Perpres 64/2020 dibandingkan dengan Perpres 75/2019, iuran PBPU dan BP kelas tiga, tetap disubsidi oleh pemerintah. Diklaim Indra hal ini sudah memperhatikan azaz jaminan nasional.

"Itu dimaksudkan bahwa untuk menjamin keberlangsungan program dan hak peserta. Jadi kita, di UU sendiri mengedepankan haknya peserta," klaim Indra.

Indra juga memandang bahwa iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres 64/2020 yang besarannya tidak jauh berbeda dengan Perpres 75/2019, sudah sesuai dengan UU BPJS Pasal 56 ayat (3).

Isi Pasal 56 ayat (3) UU BPJS Kesehatan berbunyi, Kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian dapat berupa tingkat inflasi yang tinggi, keadaan pasca-bencana yang mengakibatkan penggunaan sebagian besar sumber daya ekonomi negara, dan lain sebagainya. Tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Sosial antara lain berupa penyesuaian Manfaat, Iuran, dan/atau usia pensiun, sebagai upaya terakhir.

"Dalam hal krisis keuangan dan kondisi tertentu, yang memberatkan perekonomian, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus [...] dapat berupa penyusunan iuran dan manfaat. Jadi yang dilakukan pemerintah sudah sejalan dengan undang-undang yang berlaku," jelas Indra.

"Kalau terjadi judical review lagi. Ya sudah akan dilakukan hukum juga untuk melakukan hal tersebut," kata Indra melanjutkan.

Untuk diketahui, berdasarkan Perpres 64/2020, per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) bagi peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja) disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019, yaitu Rp 160.000 untuk kelas I, Rp 110.000 untuk kelas II, Rp 42.000 untuk kelas III.



Artikel Selanjutnya

Usai Tekor, BPJS Kesehatan Cetak Laba Rp 369 M di 2019


(dru)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading