Warga Di Bawah 45 Tahun Boleh Beraktivitas Lagi, Bahayakah?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 May 2020 14:01
Doni Monardo, Kepala Gugus Tugas Covid-19.
Foto: Doni Monardo, Kepala Gugus Tugas Covid-19.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berencana mengizinkan warga yang usianya di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas dengan alasan agar tidak kehilangan mata pencarian. Hal ini patut diwaspadai mengingat wabah Covid-19 di Indonesia sampai saat ini masih belum mereda. 

Hingga Senin (11/5/2020) jumlah orang yang dinyatakan positif Covid-19 di Tanah Air mencapai 14.265. Korban meninggal mencapai 991 orang. Sementara itu, orang yang dinyatakan sembuh mencapai 2.881 dan sisanya sebanyak 10.383 merupakan kasus aktif yang berada dalam perawatan.

Merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri membuat puluhan wilayah memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan pertambahan jumlah kasus. PSBB diawali di DKI Jakarta yang dimulai pada 10 April lalu. Kemudian dilanjutkan oleh berbagai wilayah lain yang baru menyusul pada pertengahan April.



PSBB membuat roda perekonomian RI berputar dengan laju lebih lambat. Sektor pariwisata, transportasi, perhotelan hingga restoran terpukul. Jutaan karyawan di Tanah Air harus dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Daya beli masyarakat melemah dan konsumsi domestik melambat. Itu adalah konsekuensi yang harus ditanggung.

Ini jadi alasan pemerintah untuk memperbolehkan warga yang berada di usia produktif untuk beraktivitas kembali. Hal tersebut ditegaskan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo dalam konferensi pers yang diselenggarakan melalui live streaming usai rapat terbatas, Senin (11/5/2020).

"Kelompok ini kita berikan ruang aktivitas lebih banyak sehingga potensi terkapar PHK kita kurangi," kata Doni. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 juga menggarisbawahi bahwa kelompok tersebut mendapatkan ruang untuk kembali beraktivitas dengan catatan tidak memiliki gejala Covid-19.

Apalagi, berbagai data menunjukkan bahwa kelompok ini tidak masuk dalam kelompok rentan. Berdasarkan catatan Gugus Tugas, masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun hanya sekitar 15% yang terpapar Covid-19. Secara fisik, sambung Doni, mereka memang terlihat lebih sehat ketimbang kelompok rentan.

"Kelompok muda di bawah 45 tahun mereka secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan kalau terpapar, mereka belum tentu sakit karena tak ada gejala," kata Doni.

Ia menegaskan bahwa langkah ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memutus rantai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan sejumlah pengusaha di tengah wabah pandemi Covid-19.

Namun langkah ini perlu diwaspadai betul oleh pemerintah. Pasalnya kelompok usia muda pun masih berpotensi terjangkit walau masih rendah. Selain itu kemungkinan asimptomatik (tanpa gejala) yang tinggi juga patut diwaspadai karena bisa jadi penyebar virus, apalagi jika tinggal serumah dengan orang yang lebih tua.

Di China, bahkan anak-anak muda yang berusia kurang dari 25 tahun pun bisa terinfeksi. Justru di fase tanpa gejala ini mereka juga bisa menulari yang lain. Hal ini dibuktikan oleh studi yang dilakukan oleh para peneliti China yakni Huang Lei, dkk yang dipublikasikan ke Journal of Infection awal Maret lalu.

Dalam penelitian tersebut, Huang Lei dan rekan menyorot tingkat keterjangkitan Covid-19 di usia muda dan karakteristiknya karena sejauh ini yang dilaporkan hanya berfokus pada penderita usia tua saja. 

Sebuah klaster yang dari seorang pasien positif Covid-19 di China yang berusia 22 tahun (Patient Index) dilacak dalam penelitian tersebut. Sebanyak 7 orang dinyatakan positif terjangkit Covid-19 setelah berinteraksi dengan Patient Index yang kembali dari Wuhan ke Hefei pada 19 Januari.  Usia rata-rata 8 orang tersebut adalah 22 tahun, sementara rentang usianya berada pada 16–23 tahun yang terdiri dari enam pria. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh para peneliti, Patient-Index mengunjungi sepupu perempuannya yang berusia 16 tahun di malam hari sekembalinya dari Wuhan dan bertemu 15 teman sekelasnya dalam sebuah acara pada 21 Januari.

Pada 19-21 Januari Patient Index berada dalam kondisi sehat dan ini juga dikonfirmasi juga oleh teman-temannya. Gejala pertama yang dialami oleh Patient Index adalah mata. gatal dan demam di siang dan sore hari pada 22 Januari.

Tujuh anak muda (sepupunya dan enam teman sekelas) akhirnya terinfeksi COVID-19 setelah kontak beberapa jam dengan Patient-Index. Dari ketujuh orang tersebut tidak ada satu pasien pun telah mengunjungi Wuhan (kecuali Patient Index), terpapar ke pasar seafood [Huanan di Wuhan], terpapar ke binatang liar, atau mengunjungi lembaga medis dalam waktu tiga bulan terakhir.

Dalam kasus tersebut, periode inkubasi rata-rata adalah 2 hari (kisaran, 1-4). Interval serial-median adalah 1 hari (kisaran, 0-4). Setengah dari delapan anak yang terinfeksi Covid-19 mengalami demam, batuk berdahak, hidung tersumbat, dan kelelahan. Semua pasien mengalami gejala ringan ringan. Enam pasien mengalami pneumonia (semua ringan; satu bilateral) saat masuk ke RS. Pada 20 Februari, empat pasien sudah dipulangkan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah tingkat infeksi yang kuat terjadi selama masa inkubasi dan dengan cepat menular dalam klaster anak muda di luar Wuhan. Gejala yang dialami oleh anak klaster yang terdiri dari anak muda ini lebih ringan daripada gejala yang teramati pada orang dewasa. 

Itu artinya anak muda juga rentan terhadap infeksi virus corona ini, mengingat virus yang menyebabkan penyakit adalah jenis yang baru. Selain gejala yang ringan, terkadang seorang yang menderita Covid-19 bahkan tak menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik).

Mengacu pada data Centre for Evidence Based Medicine (CEBM) ada 5% hingga 80% orang yang dites positif terinfeksi Covid-19 tak menunjukkan gejala sama sekali. Skrining penyakit berdasarkan gejala saja seringkali memberikan informasi yang tak tepat. Penderita Covid-19 tanpa gejala ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.


Orang yang masuk kategori dewasa muda memang memiliki potensi sembuh yang besar. Namun mereka juga berpotensi menjadi penyebar virus ketika mereka terinfeksi tetapi tak menunjukkan gejala.

Ketika mereka berinteraksi dengan orang lain bahkan orang tuanya, ini yang jadi bahaya. Virus akan kembali menyebar. Untuk orang dengan usia lanjut (lebih dari 65 tahun) menjadi berisiko tinggi ketika terpapar.

Dengan sistem kesehatan yang jauh dari kata sempurna dan tingkat kematian di Indonesia yang termasuk tinggi kebijakan memperbolehkan warga berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas juga memiliki risiko.

Mari tengok Italia yang memiliki sistem kesehatan yang baik tetapi tingkat mortalitas akibat Covid-19 tinggi. Ternyata struktur usia populasi dan kultur masyarakat memainkan peranan penting yang berpengaruh pada tingkat mortalitas. Italia merupakan salah satu negara yang populasinya mengalami penuaan seperti Jepang. Lebih dari 20% orang Italia berusia 65 tahun ke atas. 

Struktur Usia Populasi Italia

Struktur Usia Populasi ItaliaSumber : Proceedings of the National Academy of Science

Populasi yang menua, mobilitas masyarakat yang tinggi, hingga interaksi yang intens lintas generasi membuat Italia menjadi episentrum wabah di Eropa dengan tingkat kematian yang tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang masuk klasemen top 10 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. 



Sebenarnya selain struktur usia dari populasi dan kultur, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi seberapa parah suatu negara terkena wabah seperti sistem kesehatan hingga faktor lingkungan seperti iklim. 

Sekali lagi poin yang perlu digarisbawahi adalah, ada risiko dibalik kebijakan ini. Risikonya sudah jelas tergamblang, potensi penularan dari seorang penderita asimptomatik hingga kenaikan tingkat kematian apabila penderita asimptomatik tinggal atau berinteraksi dengan kelompok usia rentan.

Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dari kebijakan ini. Sudah barang pasti risiko ini harus dikalkulasi secara cermat. Definisi 'orang sehat' yang diperbolehkan beraktivitas harus jelas dan mengacu pada standard medis yang relevan.

Kalaupun diperbolehkan protokol Covid-19 seperti pengecekan temperatur, jaga jarak aman, menggunakan masker, cuci tangan menggunakan sabun tetap harus digalakkan terutama di fasilitas-fasilitas umum. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular