
Laju Kasus Corona di RI 'Ajrut-ajrutan', Belum Stabil Turun!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 May 2020 07:05

Namun harus diakui bahwa urusan perut tidak bisa dinomorduakan. Ada jutaan orang yang terganggu dalam mencari nafkah karena pembatasan sosial. Belum lagi jutaan orang lainnya yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di sinilah masuk intervensi negara dalam bentuk bantuan sosial (bansos). Penyikapan fiskal dibutuhkan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak kebijakan pembatasan sosial.
Nah, bansos kini menghadapi dua masalah pelik. Pertama adalah jumlah anggarannya. Dalam paket stimulus fiskal yang bernilai Rp 405,1 triliun, alokasi untuk program yang tergolong bansos adalah Rp 110 triliun.
Jumlah ini relatif kecil dibandingkan negara-negara lain yang memiliki populasi hampir sama. Brasil, negara dengan penduduk 212 juta jiwa, menganggarkan BRL 83,4 miliar (Rp 224,69 triliun dengan kurs saat ini) untuk perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus corona.
Sementara Rusia, negara dengan jumlah penduduk 146 juta jiwa, mengalokasikan sekitar RUB 2 triliun (Rp 402,37 triliun) untuk kesejahteraan sosial. Padahal ekonomi Rusia terpukul gara-gara penurunan harga minyak, tetapi masih sempat memberikan stimulus sebesar itu.
Kedua adalah masalah data. Semestinya bansos diterima oleh mereka yang benar-benar berhak. Namun karena belum ada data yang reliabel, praktik penyaluran di lapangan sering simpang siur bin tumpang tindih.
Ambil contoh di DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta bantuan pemerintah pusat untuk menalangi pemberian bansos kepada 1,1 juta warga yang tidak tercakup dalam rencana.
"PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) cover 1,1 juta warga. DKI nggak punya anggaran, minta pemerintah pusat covering untuk 1,1 juta warganya," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, belum lama ini.
Akan tetapi, Menteri Sosial Julari Batubara mengungkapkan penyaluran bansos di Jakarta tidak berdasarkan data yang bisa diandalkan. Menurut Juliari, ada warga yang menerima bansos dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Padahal semestinya pemerintah pusat hanya memberikan bansos kepada keluarga yang tidak bisa tersentuh oleh pemerintah provinsi.
"Sekarang problemnya data, belum lagi sinkronisasi dan koordinasi,. Misalnya kami dengan DKI ini agak sedang tarik-menarik, cocok-cocokan data. Bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras," tegas Muhadjir Effendy, Menko PMK.
Bansos memang tidak bisa sepenuhnya menyelesaikan masalah rakyat yang pendapatannya berkurang atau bahkan hilang gara-gara wabah virus corona. Namun bansos setidaknya bisa memperpanjang napas, bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Jadi selagi rakyat Indonesia masih kudu bersabar untuk bisa hidup normal lagi, sebaiknya penyaluran bansos terus diperbaiki. Jangan sampai penyaluran bansos yang berantakan malah menimbulkan masalah baru yaitu keresahan sosial (social unrest).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Di sinilah masuk intervensi negara dalam bentuk bantuan sosial (bansos). Penyikapan fiskal dibutuhkan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak kebijakan pembatasan sosial.
Jumlah ini relatif kecil dibandingkan negara-negara lain yang memiliki populasi hampir sama. Brasil, negara dengan penduduk 212 juta jiwa, menganggarkan BRL 83,4 miliar (Rp 224,69 triliun dengan kurs saat ini) untuk perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus corona.
Sementara Rusia, negara dengan jumlah penduduk 146 juta jiwa, mengalokasikan sekitar RUB 2 triliun (Rp 402,37 triliun) untuk kesejahteraan sosial. Padahal ekonomi Rusia terpukul gara-gara penurunan harga minyak, tetapi masih sempat memberikan stimulus sebesar itu.
Kedua adalah masalah data. Semestinya bansos diterima oleh mereka yang benar-benar berhak. Namun karena belum ada data yang reliabel, praktik penyaluran di lapangan sering simpang siur bin tumpang tindih.
Ambil contoh di DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta bantuan pemerintah pusat untuk menalangi pemberian bansos kepada 1,1 juta warga yang tidak tercakup dalam rencana.
"PMK (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) cover 1,1 juta warga. DKI nggak punya anggaran, minta pemerintah pusat covering untuk 1,1 juta warganya," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, belum lama ini.
Akan tetapi, Menteri Sosial Julari Batubara mengungkapkan penyaluran bansos di Jakarta tidak berdasarkan data yang bisa diandalkan. Menurut Juliari, ada warga yang menerima bansos dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Padahal semestinya pemerintah pusat hanya memberikan bansos kepada keluarga yang tidak bisa tersentuh oleh pemerintah provinsi.
"Sekarang problemnya data, belum lagi sinkronisasi dan koordinasi,. Misalnya kami dengan DKI ini agak sedang tarik-menarik, cocok-cocokan data. Bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras," tegas Muhadjir Effendy, Menko PMK.
Bansos memang tidak bisa sepenuhnya menyelesaikan masalah rakyat yang pendapatannya berkurang atau bahkan hilang gara-gara wabah virus corona. Namun bansos setidaknya bisa memperpanjang napas, bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Jadi selagi rakyat Indonesia masih kudu bersabar untuk bisa hidup normal lagi, sebaiknya penyaluran bansos terus diperbaiki. Jangan sampai penyaluran bansos yang berantakan malah menimbulkan masalah baru yaitu keresahan sosial (social unrest).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Pages
Most Popular