
Gegara Corona, Puasa-Lebaran Jadi Penuh Keprihatinan
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 May 2020 09:27

Virus corona menyebar seiring tingkat intensitas interaksi dan kontak antar-manusia. Jadi untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus, manusia dibuat tidak melakukan kontak. Apalagi sampai berkerumun dalam jarak dekat.
Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) sampai karantina wilayah (lockdown) menjadi hal yang umum diterapkan di banyak negara. Ketika miliaran manusia #dirumahaja, bagaimana permintaan bisa tinggi?
Social distancing dan lockdown membuat orang-orang hanya makan-tidur-kerja, makan-tidur-kerja, makan-tidur-kerja. Tidak ada yang namanya nongkrong di warung kopi, nonton bioskop, belanja di mal, rekreasi ke pantai, buka puasa bersama sahabat lama, dan sebagainya. Oleh karena itu, peningkatan permintaan menjadi sangat terbatas bahkan mungkin malah turun.
Belum lagi pemerintah memberi restu bagi pengusaha untuk menunda atau mencicil pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Padahal THR adalah uang kaget yang menjadi kunci utama pendorong permintaan saat Ramadan-Idul Fitri. Masyarakat yang tanpa tambahan pemasukan, apalagi kalau tidak ada pemasukan sama sekali karena menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tentu akan kesulitan menambah pengeluaran.
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu pertama Mei 2020, perkembangan harga-harga pada Mei 2020 diperkirakan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya. Sehingga inflasi secara tahun kalender sebesar 0,74%, dan secara tahunan sebesar 2,02%," sebut keterangan tertulis Bank Indonesia (BI).
Wow. Ramadan-Idul Fitri bisa deflasi. Cuma 2020 yang bisa begini...
Deflasi menunjukkan kelesuan permintaan sehingga dunia usaha dan penjual ragu untuk menaikkan harga. Bagaimana bisa menaikkan harga, wong pembeli di rumah semua. Bagaimana bisa menaikkan harga, wong pembeli sedang tidak ada dana.
(aji/aji)
Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) sampai karantina wilayah (lockdown) menjadi hal yang umum diterapkan di banyak negara. Ketika miliaran manusia #dirumahaja, bagaimana permintaan bisa tinggi?
Social distancing dan lockdown membuat orang-orang hanya makan-tidur-kerja, makan-tidur-kerja, makan-tidur-kerja. Tidak ada yang namanya nongkrong di warung kopi, nonton bioskop, belanja di mal, rekreasi ke pantai, buka puasa bersama sahabat lama, dan sebagainya. Oleh karena itu, peningkatan permintaan menjadi sangat terbatas bahkan mungkin malah turun.
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada minggu pertama Mei 2020, perkembangan harga-harga pada Mei 2020 diperkirakan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya. Sehingga inflasi secara tahun kalender sebesar 0,74%, dan secara tahunan sebesar 2,02%," sebut keterangan tertulis Bank Indonesia (BI).
Wow. Ramadan-Idul Fitri bisa deflasi. Cuma 2020 yang bisa begini...
Deflasi menunjukkan kelesuan permintaan sehingga dunia usaha dan penjual ragu untuk menaikkan harga. Bagaimana bisa menaikkan harga, wong pembeli di rumah semua. Bagaimana bisa menaikkan harga, wong pembeli sedang tidak ada dana.
(aji/aji)
Next Page
Cari Kerja Makin Susah
Pages
Most Popular