Internasional

Awas Perang Dingin II, AS-China Makin Tegang soal Asal Corona

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
06 May 2020 10:40
U.S. President Donald Trump poses for a photo with China's President Xi Jinping before their bilateral meeting during the G20 leaders summit in Osaka, Japan, June 29, 2019. REUTERS/Kevin Lamarque
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS)-China mengalami kemunduran yang dramatis dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, hubungan bilateral kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu telah jatuh ke titik terendah dalam beberapa dekade, kata penasihat pemerintah saat ini dan mantan penasihat di kedua sisi.

"Amerika Serikat dan China sebenarnya berada di era Perang Dingin yang baru," kata Shi Yinhong, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Renmin China dan penasihat Dewan Negara China, yang secara efektif adalah kabinet negara tersebut.

"Berbeda dari Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet, Perang Dingin baru antara AS dan China memiliki persaingan penuh dan decoupling yang cepat. Hubungan AS-China tidak lagi sama dengan beberapa tahun yang lalu, bahkan tidak sama dengan beberapa bulan yang lalu."

Hubungan AS-China telah memanas belakangan karena selama sepekan terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengancam untuk membatalkan kesepakatan perdagangan fase satu dan meningkatkan tarif pada China. Presiden ke-45 AS itu juga mendukung kontrol ekspor baru yang tangguh untuk perusahaan-perusahaan China yang membeli produk teknologi Amerika.

Selain itu, Trump juga meyakini teori konspirasi yang mengklaim bahwa virus corona (COVID-19) adalah buatan manusia dan kabur dari laboratorium yang ada di kota Wuhan, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post. Gedung Putih juga terus menekankan sebuah inisiatif di antara "negara-negara sahabat" untuk mendorong rantai pasokan manufaktur keluar dari China, menurut Reuters.

Sementara laporan yang bocor dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS menuduh Beijing menutupi kekejaman virus. Sehingga negara itu bisa menimbun persediaan medis pada awal tahun.



Di sisi lain, media pemerintah China dan para diplomat telah melakukan serangan melalui media sosial terhadap para tokoh politik AS sebagai tanggapan. Pekan lalu, misalnya, sebuah video yang mengejek penanganan Amerika terhadap virus corona, berjudul "Once Upon a Virus", dibagikan secara luas di antara para pejabat kementerian luar negeri yang hawkish setelah dirilis oleh kantor berita resmi Xinhua.

Perlu diketahui, Perang Dingin 'asli' yang terjadi antara Uni Soviet dan AS sebelumnya dimenangkan oleh AS. Perang Dingin baru antara AS dan China dalam beberapa hari terakhir nampaknya menunjukkan hal yang tak jauh beda.

Berbagai serangan yang diluncurkan AS pada China telah mendapat banyak persetujuan dari banyak orang di seluruh dunia. Itu tercermin dalam sebuah dokumen pemerintah China yang bocor, yang mengatakan sentimen global anti-China berada pada titik terburuk sejak 1989 atau sejak tragedi Lapangan Tiananmen, sebagaimana disampaikan Reuters, Senin.

Saat ini, banyak pemerintah di seluruh dunia telah menyuarakan kemarahan atas persepsi China yang menutupi asal-usul virus corona. Negara-negara dunia banyak juga yang menuntut penyelidikan publik dilakukan terhadap China.

Yu Wanli, wakil direktur di lembaga think tank Lian An Academy di Beijing, setuju bahwa hubungan AS-China berada pada titik terendah sejak tragedi penumpasan Tiananmen.

"Saya selalu optimis tentang hubungan AS-China sampai saat ini. Di masa lalu, Anda selalu dapat menemukan suara pro-China pada spektrum politik AS, tetapi tidak ada suara seperti itu dalam pemerintahan Trump," kata Yu, merujuk pada jajak pendapat Pew baru-baru ini terhadap 1.000 orang Amerika yang hasilnya menunjukkan bahwa 66% responden memiliki pandangan yang tidak baik tentang China.

Chen Zhiwu, direktur Institut Global Asia di Universitas Hong Kong, juga setuju bahwa hubungan AS-China adalah yang terburuk yang pernah dilihatnya dalam lebih dari 40 tahun. Selama kurun waktu itu ia mempelajari masalah AS-China.

"Bahkan pada tahun 1989, sentimen yang mendasari orang Amerika terhadap China tidak terlalu buruk. Itu jauh lebih buruk dan jauh lebih mengakar sekarang," kata Chen. "China dapat berhenti menggunakan saluran diplomatik dan juru bicara untuk lebih jauh mengobarkan retorika, karena upaya semacam ini tidak membantu."

Suasananya bahkan lebih dingin sekarang dibandingkan pada titik rendah 2018 dan 2019, ketika Trump mengenakan tarif pada barang-barang China untuk memaksa negara itu mengubah struktur ekonominya.



Sebelumnya, sepanjang negosiasi perdagangan AS-China, outlet media pemerintah China sangat menghindari mengkritik Trump secara langsung dan Trump menghindari mengkritik Presiden Xi Jinping.

Tapi sejak berbulan-bulan lalu semuanya berubah. Rasa hormat media China mulai menghilang, bahkan media Xinhua sampai menyerukan AS sedang menghadapi "pandemi Trump" dalam sebuah tweet pada bulan Maret. Itu terjadi setelah Trump mengeluarkan ancaman untuk memblokir ekspor peralatan medis vital di saat negara itu kewalahan menghadapi COVID-19. Itu juga terjadi pasca Trump menyebut virus corona sebagai 'virus China'.

Ketegangan yang tidak biasa di antara kedua negara juga telah secara langsung diakui oleh Clete Willems, yang menjabat sebagai wakil direktur Dewan Ekonomi Nasional di bawah Trump. Willems bahkan mengatakan bahwa ancaman AS untuk menambah tarif baru atau untuk membatalkan kesepakatan perdagangan fase satu, tidak boleh dianggap enteng.

"Saya pikir orang benar-benar harus menganggapnya serius. Saya tidak tahu bahwa itu sudah dekat, tetapi saya pikir itu akan dipertimbangkan," kata Willems.

Willems juga mengatakan telah ada "peningkatan yang mencolok dalam kata-kata bermusuhan" kedua negara.

"Tapi itu membuat saya khawatir - ke mana arah ini?" katanya. "Kita harus realistis dan mengatakan kita berada di pijakan Perang Dingin sekarang."

[Gambas:Video CNBC]


(res/sef) Next Article Pakar Ini Sebut Hubungan AS-China di Fase 'Berbahaya'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular