
Pak Jokowi Tak Perlu Malu Soal BLT, Trump Saja Kasih Kok...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 April 2020 07:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika kondisi ekonomi sedang susah, pengangguran dan kemiskinan di mana-mana, negara tidak boleh diam saja. Negara harus hadir dan menjamin kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Intervensi negara bisa hadir dalam berbagai bentuk. Menurunkan tarif pajak, mempermudah perizinan usaha agar investasi masuk dan menciptakan lapangan kerja, dan sebagainya.
Namun sepertinya bentuk campur tangan negara yang paling kontroversial adalah memberi bantuan tunai kepada rakyatnya. Negara memberi uang langsung ke rakyat.
Di Indonesia, pemerintah pernah melakukannya dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada 2008-2009. Pada 2013 namanya berganti menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), tetapi sama saja yaitu pemerintah ngasih duit langsung ke masyarakat.
Kala itu BLT (atau BLSM) diberikan untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebelum 2015, harga BBM disubsidi besar-besaran oleh pemerintah.
Kala harga minyak dunia naik, beban subsidi semakin berat. Untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari 'pendarahan', subsidi BBM harus dikurangi sehingga harga jual mau tidak mau bakal naik.
Pada Mei 2008, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan harga BBM jenis premium naik dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.000/liter, minyak diesel (solar) naik dari Rp 4.300/liter menjadi Rp 5.500/liter, dan minyak tanah (kerosin) naik dari Rp 2.000/liter menjadi Rp 2.500/liter.
Gara-gara harga BBM naik, harga semua kebutuhan pokok ikut terdongrak. Pada 2008, inflasi domestik mencapai 11,06%.
Agar daya beli masyarakat terjaga, pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 100.000 per bulan per Rumah Tangga Sasaran (RTS) selama tujuh bulan. BLT diberikan kepada rumah tangga miskin dan hampir miskin yang berjumlah hampir 19 juta.
Namun BLT mendapatkan kritik tajam. Ada yang bilang BLT tidak mendidik dan merendahkan harga diri karena seolah-olah membuat rakyat menjadi pengemis. Ada juga yang bilang dana BLT berasal dari utang sehingga menjadi beban buat anak-cucu kita pada masa mendatang.
Sejak saat itu, stigma negatif melekat pada BLT. Sejak 2013, pemerintah belum lagi menerapkan kebijakan serupa. Pemerintah seakan malu kalau sampai berurusan dengan BLT.
Namun kini pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk membuat BLT 'bangkit dari kubur'. Penyebabnya adalah pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) yang membuat ekonomi Tanah Air mengalami tekanan berat.
Penyebaran virus corona begitu cepat dan luas sehingga memaksa pemerintah untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seluruh aktivitas non-esensial diliburkan, warga diimbau untuk #dirumahaja untuk menekan laju penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Akibatnya, aktivitas ekonomi melambat signifikan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2020 adalah 2,3%. Kalau kejadian, maka akan menjadi laju terlemah sejak 1999.
Aktivitas ekonomi yang hampir lumpuh membuat dunia usaha kelimpungan. Pemasukan berkurang drastis (bahkan mungkin nihil) karena penjualan seret. Sementara argometer biaya terus berputar. Keputusan berat harus diambil, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan (furlough).
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, per 16 April 2020 jumlah pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK mencapai 1,94 juta orang. Terdiri dari pekerja di sektor formal sebanyak 1,27 juta dan sektor non-formal 443.760.
Untuk membantu masyarakat yang sudah sangat terjepit, pemerintah akan kembali menghidupkan program BLT. Rencananya, BLT akan mulai disalurkan pekan ini.
Namun belum jelas berapa nominal yang akan diterima oleh masyarakat. Belum jelas pula berapa jumlah RTS yang akan mendapatkan BLT.
"Minggu ini bansos (bantuan sosial) tunai juga akan dikerjakan," kata Jokowi, pekan ini.
BLT memang akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang dapurnya terancam tidak bisa mengepul gara-gara pandemi virus corona. Mereka tidak lagi bisa diberi 'kail' atau 'perahu', mereka harus langsung diberi 'ikan' karena kalau tidak bisa berabe.
Oleh karena itu, Jokowi tidak perlu malu kalau akan memberikan BLT. Sebab, bantuan ini memang sangat dibutuhkan agar sebagian rakyat Indonesia bisa bertahan hidup.
Selain itu, negara-negara lain juga melakukan hal serupa. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun memberi BLT kok...
Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang (UU) paket stimulus fiskal untuk memerangi virus corona. Jumlahnya tidak tanggun-tanggung, sampai US$ 2 triliun atau sekira Rp 32.000 triliun dengan kurs saat ini.
Salah satu program dalam stimulus kelas paus itu adalah BLT kepada rakyat AS berpenghasilan di bawah US$ 75.000 (Rp 1,18 miliar) per tahun. Anggaran untuk program ini adalah US$ 500 miliar.
BLT yang diberikan pemerintahan Trump bisa sampai US$ 1.200 (Rp 18,72 juta) untuk lajang. Jika sudah berkeluarga dan punya anak, BLT ditambah US$ 500 (Rp 7,8 juta) per anak.
Syarat untuk mendapatkan BLT di Negeri Adidaya adalah sebagai berikut:
1. Warga negara AS penuh, permanent resident, atau bukan warga negara AS tetapi memegang Green Card.
2. Tidak berada dalam tanggungan siapapun.
3. Memiliki nomor induk jaminan sosial (Social Security Number/SSN) yang masih berlaku.
4. Berpendapatan kotor di bawah batas yang ditentukan.
Sementara di Australia, pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison sudah mengesahkan paket stimulus senilai AU$ 320 miliar (Rp 3,116,09 triliun). Di dalamnya ada program semacam BLT tetapi dengan sedikit variasi.
Bukan memberikan uang tunai, pemerintah Negeri Kanguru memberi subsidi bagi pekerja yang mengalami pemotongan gaji akibat terpaan pandemi virus corona. Ketika ada karyawan dengan gaji dwi-mingguan maksimal AU$ 1.500 (Rp 14,59 juta) mengalami pemotongan gaji sampai 30%, maka pemerintah akan menutup kekurangannya. Memang rakyat tidak menerima uang gepokan dari pemerintah, tetapi menerima 'gaji' dari kas negara.
Kemudian di Spanyol, pemerintahan Perdana Menteri Pedro Sanchez menggelontorkan bantuan tunai kepada rakyatnya. Belum disepakati berapa besarannya, tetapi akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bisa menjadi pengganti gaji bulanan.
Rencananya bantuan tersebut akan disalurkan kepada sekitar 1 juta rumah tangga termiskin di Spanyol. Jose Luis Escriva, Menteri Perlindungan Sosial Spanyol, mengatakan pendapatan rumah tangga miskin tersebut tidak sampai EUR 246 (Rp 4,1 juta) per bulan.
Escriva menambahkan kebutuhan dana untuk bantuan ini akan berasal dari utang. Dengan asumsi jumlah penerima bantuan adalah 1 juta rumah tangga dengan pendapatan EUR 246, maka pemerintah Spanyol akan membutuhkan dana EUR 246 juta (Rp 4.,1 triliun) setiap bulannya. Itu yang akan menjadi tambahan utang pemerintah.
Kondisi yang tidak biasa membutuhkan penyikapan yang tidak biasa pula. Pandemi virus corona adalah kejadian luar biasa, darurat kesehatan global.
Oleh karena itu, menjadi wajar jika pandemi ini harus disikapi oleh pemerintah dengan kebijakan yang tidak biasa. BLT adalah salah satunya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Cerita Sri Mulyani Soal Dana BLT Dipakai Buat Bayar DP Motor
Intervensi negara bisa hadir dalam berbagai bentuk. Menurunkan tarif pajak, mempermudah perizinan usaha agar investasi masuk dan menciptakan lapangan kerja, dan sebagainya.
Namun sepertinya bentuk campur tangan negara yang paling kontroversial adalah memberi bantuan tunai kepada rakyatnya. Negara memberi uang langsung ke rakyat.
Kala itu BLT (atau BLSM) diberikan untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebelum 2015, harga BBM disubsidi besar-besaran oleh pemerintah.
Kala harga minyak dunia naik, beban subsidi semakin berat. Untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari 'pendarahan', subsidi BBM harus dikurangi sehingga harga jual mau tidak mau bakal naik.
Pada Mei 2008, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan harga BBM jenis premium naik dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.000/liter, minyak diesel (solar) naik dari Rp 4.300/liter menjadi Rp 5.500/liter, dan minyak tanah (kerosin) naik dari Rp 2.000/liter menjadi Rp 2.500/liter.
Gara-gara harga BBM naik, harga semua kebutuhan pokok ikut terdongrak. Pada 2008, inflasi domestik mencapai 11,06%.
Agar daya beli masyarakat terjaga, pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 100.000 per bulan per Rumah Tangga Sasaran (RTS) selama tujuh bulan. BLT diberikan kepada rumah tangga miskin dan hampir miskin yang berjumlah hampir 19 juta.
Namun BLT mendapatkan kritik tajam. Ada yang bilang BLT tidak mendidik dan merendahkan harga diri karena seolah-olah membuat rakyat menjadi pengemis. Ada juga yang bilang dana BLT berasal dari utang sehingga menjadi beban buat anak-cucu kita pada masa mendatang.
Sejak saat itu, stigma negatif melekat pada BLT. Sejak 2013, pemerintah belum lagi menerapkan kebijakan serupa. Pemerintah seakan malu kalau sampai berurusan dengan BLT.
Namun kini pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk membuat BLT 'bangkit dari kubur'. Penyebabnya adalah pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) yang membuat ekonomi Tanah Air mengalami tekanan berat.
Penyebaran virus corona begitu cepat dan luas sehingga memaksa pemerintah untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seluruh aktivitas non-esensial diliburkan, warga diimbau untuk #dirumahaja untuk menekan laju penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Akibatnya, aktivitas ekonomi melambat signifikan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2020 adalah 2,3%. Kalau kejadian, maka akan menjadi laju terlemah sejak 1999.
Aktivitas ekonomi yang hampir lumpuh membuat dunia usaha kelimpungan. Pemasukan berkurang drastis (bahkan mungkin nihil) karena penjualan seret. Sementara argometer biaya terus berputar. Keputusan berat harus diambil, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan (furlough).
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, per 16 April 2020 jumlah pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK mencapai 1,94 juta orang. Terdiri dari pekerja di sektor formal sebanyak 1,27 juta dan sektor non-formal 443.760.
Untuk membantu masyarakat yang sudah sangat terjepit, pemerintah akan kembali menghidupkan program BLT. Rencananya, BLT akan mulai disalurkan pekan ini.
Namun belum jelas berapa nominal yang akan diterima oleh masyarakat. Belum jelas pula berapa jumlah RTS yang akan mendapatkan BLT.
"Minggu ini bansos (bantuan sosial) tunai juga akan dikerjakan," kata Jokowi, pekan ini.
BLT memang akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang dapurnya terancam tidak bisa mengepul gara-gara pandemi virus corona. Mereka tidak lagi bisa diberi 'kail' atau 'perahu', mereka harus langsung diberi 'ikan' karena kalau tidak bisa berabe.
Oleh karena itu, Jokowi tidak perlu malu kalau akan memberikan BLT. Sebab, bantuan ini memang sangat dibutuhkan agar sebagian rakyat Indonesia bisa bertahan hidup.
Selain itu, negara-negara lain juga melakukan hal serupa. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun memberi BLT kok...
Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani undang-undang (UU) paket stimulus fiskal untuk memerangi virus corona. Jumlahnya tidak tanggun-tanggung, sampai US$ 2 triliun atau sekira Rp 32.000 triliun dengan kurs saat ini.
Salah satu program dalam stimulus kelas paus itu adalah BLT kepada rakyat AS berpenghasilan di bawah US$ 75.000 (Rp 1,18 miliar) per tahun. Anggaran untuk program ini adalah US$ 500 miliar.
BLT yang diberikan pemerintahan Trump bisa sampai US$ 1.200 (Rp 18,72 juta) untuk lajang. Jika sudah berkeluarga dan punya anak, BLT ditambah US$ 500 (Rp 7,8 juta) per anak.
Syarat untuk mendapatkan BLT di Negeri Adidaya adalah sebagai berikut:
1. Warga negara AS penuh, permanent resident, atau bukan warga negara AS tetapi memegang Green Card.
2. Tidak berada dalam tanggungan siapapun.
3. Memiliki nomor induk jaminan sosial (Social Security Number/SSN) yang masih berlaku.
4. Berpendapatan kotor di bawah batas yang ditentukan.
Sementara di Australia, pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison sudah mengesahkan paket stimulus senilai AU$ 320 miliar (Rp 3,116,09 triliun). Di dalamnya ada program semacam BLT tetapi dengan sedikit variasi.
Bukan memberikan uang tunai, pemerintah Negeri Kanguru memberi subsidi bagi pekerja yang mengalami pemotongan gaji akibat terpaan pandemi virus corona. Ketika ada karyawan dengan gaji dwi-mingguan maksimal AU$ 1.500 (Rp 14,59 juta) mengalami pemotongan gaji sampai 30%, maka pemerintah akan menutup kekurangannya. Memang rakyat tidak menerima uang gepokan dari pemerintah, tetapi menerima 'gaji' dari kas negara.
Kemudian di Spanyol, pemerintahan Perdana Menteri Pedro Sanchez menggelontorkan bantuan tunai kepada rakyatnya. Belum disepakati berapa besarannya, tetapi akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bisa menjadi pengganti gaji bulanan.
Rencananya bantuan tersebut akan disalurkan kepada sekitar 1 juta rumah tangga termiskin di Spanyol. Jose Luis Escriva, Menteri Perlindungan Sosial Spanyol, mengatakan pendapatan rumah tangga miskin tersebut tidak sampai EUR 246 (Rp 4,1 juta) per bulan.
Escriva menambahkan kebutuhan dana untuk bantuan ini akan berasal dari utang. Dengan asumsi jumlah penerima bantuan adalah 1 juta rumah tangga dengan pendapatan EUR 246, maka pemerintah Spanyol akan membutuhkan dana EUR 246 juta (Rp 4.,1 triliun) setiap bulannya. Itu yang akan menjadi tambahan utang pemerintah.
Kondisi yang tidak biasa membutuhkan penyikapan yang tidak biasa pula. Pandemi virus corona adalah kejadian luar biasa, darurat kesehatan global.
Oleh karena itu, menjadi wajar jika pandemi ini harus disikapi oleh pemerintah dengan kebijakan yang tidak biasa. BLT adalah salah satunya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Cerita Sri Mulyani Soal Dana BLT Dipakai Buat Bayar DP Motor
Most Popular