Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-2019) adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun dampaknya ke bidang sosial-ekonomi juga sangat luar biasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 20 April 2020 mencapai 2.314.621 orang. Bertambah 72.846 orang dibandingkan hari sebelumnya.
Sementara pasien meninggal tercatat 157.847 orang. Bertambah 5.296 orang dari hari sebelumnya.
Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini menyebar dengan sangat cepat. Dalam waktu sekira empat bulan, sudah lebih dari 200 negara dan teritori melaporkan kasus virus corona. Hampir tidak ada tempat yang aman.
Penyebaran virus yang begitu cepat dan luas membuat pemerintah di berbagai negara terpaksa membatasi kegiatan masyarakat. Wajar, karena virus menular seiring kontak dan interaksi antar-manusia.
Anjuran bahkan perintah pembatasan sosial (
social distancing) menjadi norma baru. Jarak aman antara satu manusia dengan manusia lainnya adalah 1,5-2 meter dan hindari kontak fisik.
Akibatnya, kerumunan manusia menjadi hal yang tabu. Segala aktivitas yang membuat manusia berkumpul dalam jarak dekat (apalagi di ruangan tertutup) menjadi hal yang seolah-olah haram.
Ini membuat aktivitas perkantoran dan fasilitas produksi hampir lumpuh karena para pekerja menerapkan
working from home. Sekolah pun diliburkan, restoran tidak melayani makan-minum di lokasi, tempat wisata sepi pengunjung (bahkan ditutup), dan berbagai larangan lainnya.
Praktik seperti ini sama saja membuat roda perekonomian nyaris tidak bergerak. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global tahun ini tidak tumbuh tetapi terkontraksi 3%. Ini akan menjadi pencapaian terburuk sejak Depresi Besar pada 1930-an.
Dunia usaha pun dibuat pusing tujuh keliling, karena pemasukan tidak ada (malah mungkin nihil) sementara argometer biaya terus bergerak apakah itu membayar listrik, sewa tempat, sampai menggaji karyawan. Tidak ada yang tahu sampai kapan
social distancing yang menghentikan geliat ekonomi ini bakal berakhir. Dunia usaha pun dihadapkan kepada keharusan melakukan efisiensi, salah satunya dengan menjatuhkan vonis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada para pekerja.
Gelombang PHK kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pandemi virus corona. Negara maju, negara berkembang, sampai negara miskin pun merasakannya.
Terbaru, angka pengangguran di Inggris pada Februari 2020 tercatat 4%. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 3,9% dan menjadi angka tertinggi sejak 2018.
Sementara total jumlah klaim tunjangan pengangguran di Negeri Big Ben hingga Maret 2020 adalah 1,25 juta. Ini menjadi yang tertinggi sejak 2013.
"Sejak Januari-Maret 2020, ada 795.000 lowongan kerja, turun 52.000 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan turun 6.000 dibandingkan kuartal sebelumnya. Sedangkan selama Desember 2019-Februari 2020, terdapat 1,36 juta orang yang berstatus menganggur. Bertambah 22.000 orang ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya," sebut keterangan tertulis Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS).
Sementara di negara berkembang, mari jadikan Indonesia sebagai contoh kasus. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, per 16 April 2020 jumlah pekerja yang dirumahkan (
furlough) dan PHK mencapai 1,94 juta orang. Terdiri dari pekerja di sektor formal sebanyak 1,27 juta dan sektor non-formal 443.760.
Untuk melihat bagaimana gelombang PHK juga memukul negara-negara miskin, mungkin kita bisa melihat situasi di Benua Afrika secara umum. Benua Hitam menaungi sejumlah negara termiskin di dunia seperti Niger, Republik Afrika Tengah, Sudah Selatan, Chad, Burundi, Sierra Leone, Burkina Faso, Mali, Liberia, sampai Mozambik.
Studi Uni Afrika mengungkapkan ekonomi benua itu akan terkontraksi setidaknya -0,8% tahun ini akibat pandemi virus corona. Penanaman modal asing (
Foreign Direct Investment/FDI) dipekirakan terkontraksi sampai -15%.
Hampir 20 juta lapangan kerja baik formal maupun informal terancam jika situasi terus memburuk. Salah satunya di sektor pariwisata, di mana diperkirakan bakal kehilangan devisa sampai US$ 50 miliar dan mengancam 2 juta lapangan kerja.
"Saya khawatir pandemi virus corona akan membuat ekonomi dunia masuk ke jurang resesi yang dalam, itu sudah jelas. Negara-negara miskin akan jadi yang paling menderita," kata David Malpass, Presiden Bank Dunia, seperti diberitakan Reuters.
Well, jutaan orang sudah dipastikan menjadi korban virus corona akibat tsunami PHK. Gara-gara makhluk tidak kasat mata ini, jutaan orang yang mungkin tidak tahu apa-apa harus bertahan hidup tanpa pekerjaan. Entah untuk berapa lama...
TIM RISET CNBC INDONESIA