
Harga Minyak Ambrol, Bisakah Industri Migas RI Bertahan?
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 April 2020 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kembali mendapatkan tekanan berat. Bahkan minyak mentah sempat menyentuh level di bawah nol alias berada di zona negatif untuk jenis WTI.
Menaggapi hal ini, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya antisipasi. Yakni dengan fokus pada optimasi operasional yang sifatnya menaikkan efisiensi.
"Dengan cara menurunkan biaya operasi untuk mengejar nilai keekonomian sumuran (untuk pemboran) dan atau keekonomian proyek secara keseluruhan, sehingga tetap survive dan viable," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (21/04/2020).
Kemudian, saat ditanya terkait dengan anjloknya minyak dunia jenis WTI hingga ke posisi negatif, Julius menyebut bisa saja nantinya akan berdampak ke minyak jenis Brent. Seperti diketahui Brent menjadi acuan penentuan harga minyak mentah di Indonesia.
"Bisa juga (berdampak). Belum tahu (potensinya) mesti tanya ke para analis ya," jelasnya.
Pengamat minyak dan gas (migas) Universitas Trisakti Pri Agung memaparkan secara teoritis, bisa saja anjloknya harga minyak jenis WTI berpengaruh ke Brent. Kalau di seluruh dunia oversupplynya sangat berlebihan karena storage penuh dan tidak ada demand.
Serta kontrak jual beli akan jatuh tempo secara bersamaan. Tapi kan kondisinya tidak seperti itu. "Jadi jawabannya, most likely ya tidak," ungkapnnya kepada CNBC, Selasa, (21/04/2020).
Sekrertaris Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto memaparkan, untuk ICP lebih cenderung mengikuti pergerakan Brent ketimbang WTI. Saat ini, rerata harga Brent masih cukup anteng di level USS$ 27 per barel.
"ICP formulanya terkait dengan Brent," kata dia, Selasa (21/4/2020).
Dengan turunnya harga minyak dunia, menurur Djoko merupakan kesempatan untuk mengisi storage atau tangki-tangki BBM. Sampai saat ini, pemerintah masih memantau pergerakan harga minyak.
Ia meyakini penurunan ini tak akan berlangsung lama. "Kalau cuma sebentar ya gak ada masalah, nanti KKKS akan berhemat dan minta keringanan ke Pemerintah biasanya," jelasnya, soal daya tahan migas RI.
(gus) Next Article Pengumuman! Harga Minyak Mentah RI Naik Lagi
Menaggapi hal ini, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya antisipasi. Yakni dengan fokus pada optimasi operasional yang sifatnya menaikkan efisiensi.
"Dengan cara menurunkan biaya operasi untuk mengejar nilai keekonomian sumuran (untuk pemboran) dan atau keekonomian proyek secara keseluruhan, sehingga tetap survive dan viable," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (21/04/2020).
"Bisa juga (berdampak). Belum tahu (potensinya) mesti tanya ke para analis ya," jelasnya.
Pengamat minyak dan gas (migas) Universitas Trisakti Pri Agung memaparkan secara teoritis, bisa saja anjloknya harga minyak jenis WTI berpengaruh ke Brent. Kalau di seluruh dunia oversupplynya sangat berlebihan karena storage penuh dan tidak ada demand.
Serta kontrak jual beli akan jatuh tempo secara bersamaan. Tapi kan kondisinya tidak seperti itu. "Jadi jawabannya, most likely ya tidak," ungkapnnya kepada CNBC, Selasa, (21/04/2020).
Sekrertaris Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto memaparkan, untuk ICP lebih cenderung mengikuti pergerakan Brent ketimbang WTI. Saat ini, rerata harga Brent masih cukup anteng di level USS$ 27 per barel.
"ICP formulanya terkait dengan Brent," kata dia, Selasa (21/4/2020).
Dengan turunnya harga minyak dunia, menurur Djoko merupakan kesempatan untuk mengisi storage atau tangki-tangki BBM. Sampai saat ini, pemerintah masih memantau pergerakan harga minyak.
Ia meyakini penurunan ini tak akan berlangsung lama. "Kalau cuma sebentar ya gak ada masalah, nanti KKKS akan berhemat dan minta keringanan ke Pemerintah biasanya," jelasnya, soal daya tahan migas RI.
(gus) Next Article Pengumuman! Harga Minyak Mentah RI Naik Lagi
Most Popular