Perlukah Harga BBM Turun di Kala Pandemi Corona?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 April 2020 16:08
SPBU Pertamina
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Anjloknya harga minyak dunia membuat beberapa pihak meminta agar Bahan Bakar Minyak (BBM) turut diturunkan menyesuaikan harga. Mulai dari kalangan buruh hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menanggapi hal ini, Pengamat minyak dan gas (migas) Universitas Trisakti Pri Agung mengatakan variabel yang berpengaruh besar terhadap perhitungan harga BBM adalah harga minyak dan kurs rupiah.

Pada bulan Januari - Februari harga minyak berada di kisaran US$ 55 per barel, dengan posisi kurs sekitar Rp 13.500 - Rp 14.000 per dollar.

Pada periode ini, kata Pri, tidak ada perubahan signifikan terhadap asumsi ICP maupun kurs yang ditetapkan dalam APBN Kita. Sehingga kalaupun dilakukan penyesuaian harga tidak akan berdampak signifikan.

"Kalaupun penyesuaian harga dilakukan di periode itu besarannya tidak terlalu signifikan, di kisaran Rp. 200-500 per liter," ungkapnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa, (21/04/2020).  



Lebih lanjut dirinya mengatakan objektivitas dalam menentukan harga BBM harus jelas dan terukur. Sehingga tidak hanya mengutamakan kepentingan politis dan populis. Perlu kajian cermat dan keseimbangan berbagai aspek.

Membantu menaikkan daya beli masyarakat dan stimulus ekonomi di satu sisi. Namun, di sisi lain juga tetap harus memperhatikan keseimbangan indikator makro ekonomi secara keseluruhan baik fiskal maupun moneter.

"Juga kesehatan keuangan Pertamina sebagai penyedia di dalam pengadaan BBM dan energi nasional," papar Pri.

Pri mengatakan pada bulan Maret - April ini, rata-rata harga minyak berada di kisaran US$ 30 per barel dan kurs di Rp 15.000 - 15.500 per dollar. Ia menyebut ada deviasi yang cukup besar baik dalam asumsi harga minyak maupun kurs. Harga minyak dan kurs jauh daripada asumsi.

"Efek dari keduanya terhadap harga BBM dalam hal ini adalah saling mengoffset, harga minyak turun akan menurunkan harga BBM, namun pelemahan rupiah akan menaikkan harga BBM," jelasnya.

Menurutnya secara umum bisa dikatakan ada ruang untuk dapat dilakukan penurunan harga BBM. Dengan angka yang masih terus bergerak, ia menaksirkan ruang untuk menyesuaikan harga BBM di kisaran Rp 1000 - 1.500 per liter.

"Persisnya berapa, saya kira biar pemerintah dan Pertamina yang nanti menghitungnya, karena perhitungan formal yang digunakan dalam hal ini kan mesti menggunakan data-data formal dari pemerintah maupun pertamina sendiri," tuturnya.

Jika memang penurunan harga BBM adalah opsi yang dipilih, menurutnya cukup rasional jika dilakukan. Karena proyeksi harga minyak disepanjang tahun inu kemungkinan masih akan rendah di rentang US$ 30-40 per barel.

"Jika harga BBM diturunkan, mungkin akan membantu perekonomian di tengah Covid-19 ini. Meskipun karena Covid-19 tersebut dan roda perekonomian belum berputar normal, efeknya tentu juga tidak maksimal ya," ungkapnya.

Sementara, Gubernur OPEC untuk Indonesia periode 2015-2016 Widyawan Prawira Atmaja mengatakan perlu beberapa pertimbangan untuk penyesuaian harga BBM di kala pandemi. Sebab, terdapat faktor kondisi dalam negeri yang juga perlu diperhitungkan dengan cermat.

Ia menjelaskan dengan kondisi harga minyak saat ini, artinya ada semacam 'berkah' yang bisa dipetik pemerintah yakni pengurangin subsidi BBM yang selama ini menjadi beban APBN dan BUMN.

"Subsidi ini berkurang, jadi dananya bisa dioptimalkan pemerintah untuk penyaluran bantuan riil kepada masyarakat yang terdampak covid-19. Sebab dalam kondisi begini, pemerintah kan juga membutuhkan dana untuk memberi insentif ke masyarakat. Kita tidak bisa andalkan konsumsi dan investasi," jelasnya.



[Gambas:Video CNBC]




(gus) Next Article Harga Minyak Turun, ESDM Terbitkan Formula Harga Baru BBM

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular