Terungkap! Ini Alasan Lengkap Pertamina Belum Turunkan BBM

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 April 2020 15:30
infografis harga baru bensin non subsidi untuk RON 92 ke atas
Jakarta CNBC Indonesia- Dorongan untuk turunkan harga BBM makin kencang disuarakan, salah satu pertimbangannya adalah penurunan harga minyak dunia yang cukup drastis.

Untuk harga minyak WTI bahkan sudah di level minus, sementara minyak jenis Brent yang erat ikatannya dengan harga minyak Indonesia (ICP) masih anteng di level US$ 27 per barel.

Terkait soal pertanyaan harga BBM ini, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati pun buka-bukaan soal alasan dan kondisi perusahaan.

Pertimbangan pertama adalah harga BBM saat ini ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Pertamina, sebagai BUMN akan mengikuti ketetapan pemerintah.



"Kami sesuaikan dengan kebijakan pemeringtah, kami ikuti arahan pemerintah," jelas Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat virtual bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (21/4/2020).

Kedua, Nicke menjelaskan peran Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki beberapa kewajiban. Di antaranya adalah kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang beroperasi dalam negeri.

Kewajiban ini lahir untuk menekan defisit migas yang jadi perhatian Presiden Joko Widodo sejak tahun lalu. Nah, harga minyak KKKS di dalam negeri ini tidak semurah harga minyak di pasaran yang sekarang banyak diberitakan.

"Kami prioritaskan crude dari dalam negeri, yang kebutuhannya mencapai 40%. Kalau kami putuskan impor saja, ini KKKS akan berhenti semua, jadi ini ekosistem," kata Nicke.

Ketiga, Nicke juga menekankan peran Pertamina sebagai BUMN tidak bisa beraksi seperti trader. Untuk perusahaan biasa, bisa saja memilih setop operasi kilang dan hulu dan ambil keuntungan dari impor. "Sebagai BUMN kami tidak bisa setop operasi kilang dan hulu kami," jelasnya.

Meskipun untuk kilang seperti Balikpapan sudah disetop, namun tetap dilakukan pemeliharaan agar tetap berfungsi baik ke depannya. Sementara di hulu, di beberapa lapangannya secara faktual biaya produksi lebih tinggi ketimbang harga minyak mentah saat ini. "Jadi harga di hulu kami tidak bisa diadjust."

Kenyataannya saat ini memang pahit, untuk mengolah produk dan mendapat minyak mentah di dalam negeri lebih mahal ketimbang impor. Bahkan harga crude impor pun lebih mahal ketimbang harga produk impor. Misalnya, Maret lalu Pertamina membeli crude di harga US$ 24 per barel, sementara harga produk sudah di level US$ 22 per barel.

"Kalau melihat kaya gini, jika kami trading kan lebih baik tutup semuanya. Tutup kilang, tapi kami tidak bisa seperti itu. Antara keputusan bisnis dan BUMN memang berbeda, kami harus ambil jalan tengah."

Pertamina, kata dia, sedang mencari titik keseimbangan agar hulu dan hilir bisa berjalan terus. Sebab, produksi minyak juga penting untuk pergerakan ekonomi Indonesia.



[Gambas:Video CNBC]



Polemik di Hilir
Kondisi hulu dan kilang yang babak belur, belum ditambah dengan kondisi di hilir yang sama terpuruknya.

Pertamina, kata Nicke, mencetak penjualan BBM terendah sepanjang sejarah sejak pandemi berlangsung. Selama ini pendapatan Pertamina dikontribusikan besar oleh sektor hilir seperti penjualan BBM. “Kondisi normal, 70% revenue kami dari hilir,” kata Nicke, Selasa (21/4/2020).

Tapi dari sisi profit atau keuntungan, masih disumbang besar oleh sektor hulu mencapai 80%.

“Nah sekarang, kondisi yang terjadi adalah permintaan menurun dan revenue tidak bisa terdongkrak dan tak bisa menambah portofolio kami,” jelasnya.

Penurunan penjualan sampai saat ini mencapai 24%, jika PSBB diberlakukan lebih luas diperkirakan penurunan penjualan akan semakin tinggi.

Lagi pula, ia menjelaskan, kondisinya di pasar saat ini demand atau pembelian juga sedang turun. “Ini harga murah mau kita promosikan bagaimana pun tidak ada yang berani, tidak ada yang mau beli barang kita. Jadi pendapatan itu tidak bisa kami dapatkan,” ujarnya.

Dampaknya bagi Pertamina nanti akan negatif.

Namun, Nicke menjelaskan sebagai BUMN pihaknya akan menunggu keputusan pemerintah. “Apapun peraturannya nanti kami ikuti.”

Dari sisi harga, untuk kawasan regional ASEAN, Nicke pun menekankan bahwa harga BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dengan Malaysia, tapi perlu dicatat Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung OPEC.

Pertamina sebenarnya telah menurunkan harga jual BBM pada 1 Februari lalu. Harga BBM nonsubsidi Pertamina saat ini yaitu pertamax turbo dibanderol Rp.9.850 per liter, pertamax Rp.9.000 per liter, dan pertalite Rp.7.650 per liter.

Jika diperbandingkan dengan rata-rata harga di kawasan, harga bensin kita baik Pertamax maupun Pertalite masih terhitung lebih murah karena masih di bawah rerata harga bensin di negara ASEAN yang berada di level US$ 0,77 per liter.

Tapi untuk solar atau gasoil, harga Indonesia di kisaran US$ 0,33 per liter (sebab masih subsidi). Harga ini bahkan terendah di ASEAN.

“Jadi ini kalau dilihat benchmark regional, jadi kami mohon kalau kami trading company itu mudah. Tapi tidak semudah itu kami putuskan sebagai BUMN.”
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular