
Internasional
Gegara Corona, Liverpool Menggaji Karyawan Pakai Uang Rakyat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2020 07:00

Namun dampak terbesar dirasakan oleh para pekerja yang mencari nafkah di sepakbola. Klub merasakan tekanan finansial yang tidak kecil, karena tidak ada pertandingan yang berarti pemasukan dari tiket akan nihil. Sementara pengeluaran terus berjalan.
Akibatnya, sejumlah klub terpaksa melakukan efisiensi biaya. Newcastle United, Bournemouth, dan Norwich City memutuskan untuk merumahkan (furlough) staf yang tidak terkait dengan pertandingan (non-playing staff). Klub teranyar yang menempuh langkah serupa adalah sang pemuncak klasemen, Liverpool.
Pada musim 2018/2019, pendapatan Liverpool dari pertandingan di stadion (matchday) adalah GBP 84,21 juta. Naik 4,29% dibandingkan musim sebelumnya. Seiring penundaan kompetisi, pendapatan di pos ini yang paling terancam menyusut.
"Liverpool FC telah merumahkan sebagian staf yang terdampak oleh penundaan kompetisi Liga Primer. Klub memastikan para staf tersebut tetap menerima bayaran 100% untuk memastikan tidak ada yang mengalami kesulitan finansial," sebut keterangan tertulis di situs resmi Si Merah.
Berdasarkan laporan keuangan Liverpool musim 2018/2019, klub mempekerjakan 853 staf di mana 675 di antaranya berstatus non-playing staff. Mereka lah yang akan bernasib apes harus menerima furlough.
Lho, Liverpool merumahkan non-playing staff tetapi kok tetap membayar gaji mereka secara penuh? Kalau begini caranya untuk apa di-furlough?
Mengutip BBC, ternyata Liverpool hanya membayar 20% dari gaji staf yang dirumahkan. Sisanya dibayar oleh pemerintah melalui program Job Retention Scheme.
Oleh karena itu, sejumlah eks pemain Liverpool mengkritik kebijakan mantan kantornya. Stan Collymore, mantan penyerang Liverpool pada medio 1990-an, menyatakan bahwa klub punya uang untuk menggaji para staf, tidak perlu sampai menggunakan uang rakyat.
"Penggemar Liverpool tentu melihat hal ini sebagai sesuatu yang menjijikkan, ini salah. Furlough adalah untuk usaha kecil, dilakukan agar mereka tidak bangkrut. Setiap pemilik klub di Liga Primer punya banyak uang, dan menghasilkan banyak uang dari valuasi klub yang meroket. Jadi mengapa para pemilik tidak merogoh kantongnya sendiri?" tegas Collymore, seperti dikutip dari BBC.
(aji/aji)
Akibatnya, sejumlah klub terpaksa melakukan efisiensi biaya. Newcastle United, Bournemouth, dan Norwich City memutuskan untuk merumahkan (furlough) staf yang tidak terkait dengan pertandingan (non-playing staff). Klub teranyar yang menempuh langkah serupa adalah sang pemuncak klasemen, Liverpool.
Pada musim 2018/2019, pendapatan Liverpool dari pertandingan di stadion (matchday) adalah GBP 84,21 juta. Naik 4,29% dibandingkan musim sebelumnya. Seiring penundaan kompetisi, pendapatan di pos ini yang paling terancam menyusut.
"Liverpool FC telah merumahkan sebagian staf yang terdampak oleh penundaan kompetisi Liga Primer. Klub memastikan para staf tersebut tetap menerima bayaran 100% untuk memastikan tidak ada yang mengalami kesulitan finansial," sebut keterangan tertulis di situs resmi Si Merah.
Berdasarkan laporan keuangan Liverpool musim 2018/2019, klub mempekerjakan 853 staf di mana 675 di antaranya berstatus non-playing staff. Mereka lah yang akan bernasib apes harus menerima furlough.
Lho, Liverpool merumahkan non-playing staff tetapi kok tetap membayar gaji mereka secara penuh? Kalau begini caranya untuk apa di-furlough?
Mengutip BBC, ternyata Liverpool hanya membayar 20% dari gaji staf yang dirumahkan. Sisanya dibayar oleh pemerintah melalui program Job Retention Scheme.
Oleh karena itu, sejumlah eks pemain Liverpool mengkritik kebijakan mantan kantornya. Stan Collymore, mantan penyerang Liverpool pada medio 1990-an, menyatakan bahwa klub punya uang untuk menggaji para staf, tidak perlu sampai menggunakan uang rakyat.
"Penggemar Liverpool tentu melihat hal ini sebagai sesuatu yang menjijikkan, ini salah. Furlough adalah untuk usaha kecil, dilakukan agar mereka tidak bangkrut. Setiap pemilik klub di Liga Primer punya banyak uang, dan menghasilkan banyak uang dari valuasi klub yang meroket. Jadi mengapa para pemilik tidak merogoh kantongnya sendiri?" tegas Collymore, seperti dikutip dari BBC.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular