
Krisis 2008-2009 Memang Seram, Tapi Kalah Ngeri dari Corona
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2020 06:05

GFC adalah krisis global, pandemi virus corona juga krisis global. Namun mengapa corona begitu parah sampai-sampai berisiko membuat ekonomi Indonesia tumbuh negatif?
Saat GFC, konsumsi rumah tangga masih bisa tumbuh 4,9%. Konsumen masih bisa berbelanja, apalagi pemerintah kala itu memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Sekarang, konsumen mau belanja serba susah. Pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tetap di rumah, jangan keluar kecuali untuk kepentingan yang sangat darurat. Kalau pun ada yang keluar rumah, tentu ada rasa khawatir tertular virus corona.
Apalagi daya beli rumah tangga juga terancam turun karena risiko gelombang PHK akibat kelesuan industri manufaktur dan jasa. Bagaimana konsumsi bisa tumbuh kencang?
Oleh karena itu, pemerintah memperkirakan konsumsi rumah tangga tahun ini kemungkinan hanya tumbuh 3,22%. Itu kalau skenario berat, di skenario sangat berat konsumsi diperkirakan tumbuh 1,6%.
UMKM, sektor yang paling tahan banting, juga bakal terpukul akibat pandemi virus corona. Penjualan pasti drop karena itu tadi, orang-orang tidak berani keluar rumah. Ini tidak terjadi kala GFC, bahkan saat krisis 1997-1998 yang begitu parah.
"Bahkan pada 1997-1998 UMKM masih resilient. Sekarang UMKM terpukul paling depan karena tidak ada kegiatan di luar rumah oleh masyarakat," kata Sri Mulyani.
Saat GFC, ekspor juga masih bisa tumbuh kencang 24,1%. Sebab negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu China masih tumbuh di kisaran 9%.
Sekarang jangan harap ekonomi China bisa tumbuh 9%. Dalam proyeksi terbarunya, Economist Intelligence Unit memperkirakan pertumbuhan ekonomi China hanya 1%!
Oleh karena itu, pandemi virus corona tidak boleh dianggap enteng. Virus corona mempengaruhi cara hidup sehari-hari umat manusia, di mana kedekatan menjadi hal yang tabu dan mengurung diri adalah norma baru.
Saat pola hidup manusia berubah total, begitu juga perekonomian. Butuh adaptasi menghadapi pola baru ini, karena virus corona adalah sebuah krisis baru yang berbeda dengan krisis sebelumnya. Sayang, adaptasi itu tidak bisa sebentar sehingga akan ada shock yang begitu dalam.
"Covid-19 adalah ujian terbesar bagi kita sejak pembentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ini adalah kombinasi antara penyakit yang menebar ancaman dan dampak ekonomi yang menyebabkan resesi dalam skala yang tidak bisa dibandingkan dengan sebelumnya," tegas Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Saat GFC, konsumsi rumah tangga masih bisa tumbuh 4,9%. Konsumen masih bisa berbelanja, apalagi pemerintah kala itu memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Sekarang, konsumen mau belanja serba susah. Pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tetap di rumah, jangan keluar kecuali untuk kepentingan yang sangat darurat. Kalau pun ada yang keluar rumah, tentu ada rasa khawatir tertular virus corona.
Oleh karena itu, pemerintah memperkirakan konsumsi rumah tangga tahun ini kemungkinan hanya tumbuh 3,22%. Itu kalau skenario berat, di skenario sangat berat konsumsi diperkirakan tumbuh 1,6%.
UMKM, sektor yang paling tahan banting, juga bakal terpukul akibat pandemi virus corona. Penjualan pasti drop karena itu tadi, orang-orang tidak berani keluar rumah. Ini tidak terjadi kala GFC, bahkan saat krisis 1997-1998 yang begitu parah.
"Bahkan pada 1997-1998 UMKM masih resilient. Sekarang UMKM terpukul paling depan karena tidak ada kegiatan di luar rumah oleh masyarakat," kata Sri Mulyani.
Saat GFC, ekspor juga masih bisa tumbuh kencang 24,1%. Sebab negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu China masih tumbuh di kisaran 9%.
Sekarang jangan harap ekonomi China bisa tumbuh 9%. Dalam proyeksi terbarunya, Economist Intelligence Unit memperkirakan pertumbuhan ekonomi China hanya 1%!
Oleh karena itu, pandemi virus corona tidak boleh dianggap enteng. Virus corona mempengaruhi cara hidup sehari-hari umat manusia, di mana kedekatan menjadi hal yang tabu dan mengurung diri adalah norma baru.
Saat pola hidup manusia berubah total, begitu juga perekonomian. Butuh adaptasi menghadapi pola baru ini, karena virus corona adalah sebuah krisis baru yang berbeda dengan krisis sebelumnya. Sayang, adaptasi itu tidak bisa sebentar sehingga akan ada shock yang begitu dalam.
"Covid-19 adalah ujian terbesar bagi kita sejak pembentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ini adalah kombinasi antara penyakit yang menebar ancaman dan dampak ekonomi yang menyebabkan resesi dalam skala yang tidak bisa dibandingkan dengan sebelumnya," tegas Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular