Jokowi, Karantina Wilayah, Darurat Sipil & COVID-19

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 March 2020 08:25
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan siap melakukan pembatasan sosial berskala besar menghadapi penyebaran virus corona (Covid-19)
Foto: Presiden Joko Widodo (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan siap melakukan pembatasan sosial berskala besar menghadapi penyebaran virus corona (Covid-19). Hal ini akan dibarengi dengan darurat sipil.

"Saya minta pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi sehingga tadi juga sudah saya sampaikan perlu didampingi kebijakan darurat sipil," kata Jokowi, Senin (30/3/2020)

Lalu, apa itu darurat sipil?

Seperti dilaporkan detik.com, Senin (30/3/2020), darurat sipil merupakan status penanganan masalah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Perppu yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 16 Desember 1959 itu Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.


Dalam perppu itu dijelaskan 'keadaan darurat sipil' adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang untuk seluruh atau sebagian wilayah negara. Berikut ini bunyi pasal dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1953 ini.

Pasal 1
(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:
  1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
  2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
  3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
Dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat. Dalam keadaan darurat sipil, presiden dibantu suatu badan yang terdiri atas:
  1. Menteri Pertama;
  2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
  3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
  4. Menteri Luar Negeri;
  5. Kepala Staf Angkatan Darat;
  6. Kepala Staf Angkatan Laut;
  7. Kepala Staf Angkatan Udara;
  8. Kepala Kepolisian Negara.

Namun presiden dapat mengangkat pejabat lain bila perlu. Presiden juga bisa menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu.

Di level daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota). Kepala daerah tersebut dibantu oleh komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan, kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang pengawas/kepala kejaksaan daerah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 7 perppu tersebut dijelaskan, penguasa darurat sipil daerah harus mengikuti arahan penguasa darurat sipil pusat, atau dalam kondisi darurat Covid-19 ini adalah Presiden Jokowi. Presiden dapat mencabut kekuasaan dari penguasa darurat sipil daerah.

Penghapusan keadaan bahaya (baik darurat sipil maupun darurat militer) dilakukan oleh presiden/panglima tertinggi angkatan perang. Namun kepala daerah dapat terus memberlakukan keadaan darurat sipil maksimal empat bulan setelah penghapusan keadaan darurat sipil oleh pusat.

"Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil," demikian bunyi Pasal 9 ayat (1) Perppu Nomor 23 Tahun 1959 itu.

Tak Disiplin Bakal Dihukum?

Pemerintah menegaskan tidak akan ragu mengambil tindakan hukum apabila masih ada masyarakat yang abai terhadap keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan darurat kebijakan sipil.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo dalam konferensi pers melalui video live streaming, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (30/3/2020).

"Peningkatan disiplin ini penting. Mungkin bisa diimbangi dengan penegakan hukum bagi mereka yang tak disiplin," kata Doni.

Doni menjelaskan, pemerintah selama ini telah berulang kali memberikan imbauan kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas di rumah, maupun menjaga jarak satu sama lain (phsyical distancing).

Namun, hingga kini pemerintah masih mendapati sejumlah masyarakat yang tidak mengikuti imbauan pemerintah. Langkah penegakan hukum, kata Doni, pun nantinya tidak diambil begitu saja melainkan mempertimbangkan faktor lain.



"Penegakan hukum bukan lah hal yang terbaik. Tetapi apabila harus dilakukan, tentu memenuhi beberapa faktor," ujarnya.

Doni mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk disiplin terhadap instruksi yang diberikan pemerintah. Ini merupakan salah satu upaya untuk menekan penyebaran wabah Covid-19.

"Yang diperlukan sekarang adalah disiplin, disiplin, dan disiplin. Makanya tanpa disiplin pribadi, disiplin kolektif, mungkin saja kita akan kewalahan," katanya.

[Gambas:Video CNBC]




(hps/hps) Next Article Luhut: Hari ini Jokowi Putuskan Darurat Sipil Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular