Impor Bawang Putih Kini Bebas Tanpa Izin, Mendag Panen Kritik

Putri Eka Andryani, CNBC Indonesia
20 March 2020 18:48
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto kembali mendapat kritik terkait impor bawang putih dan bombay tanpa persetujuan impor.
Foto: Menurut pedagang di pasarinu penjualan bawang putih mengalami kenaikan saat mendekati hari raya idul firtri yang dalam beberapa bulan nanti akan dirayakan. (CNBC Indonesia/Andrean kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha kembali mengkritik kebijakan pembebasan impor bawang putih hingga 31 Mei 2020. Kementerian Perdagangan memang berupaya mempercepat prosedur impor bawang putih dan bombay di tengah pasokan yang langka dan wabah corona.

Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) sangat menyayangkan kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto yakni membuka luas impor bawang putih dan bawang Bombay tanpa pembatasan kuota dan tanpa persetujuan impor (PI).

Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2020 tentang perubahan atas Permendag Nomor 44 Tahun 2019 tentang ketentuan impor produk hortikultura, impor kedua komoditas hortikultura tersebut tanpa harus persetujuan impor baik itu Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) maupun Surat Persetujuan Impor (SPI).



"Permendag yang baru ditetapkan ini mutlak sangat mencederai tatanan hukum negara. Sebab hirarki peraturan perundang-undangan sesuai Tap MPR dan Undang-Undang No 12 tahun 2011, tidak boleh peraturan di bawahnya bertentangan dengan di atasnya," kata Kompartemen BPP HIPMI, Tri Febrianto di Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Terkait dengan impor bawang putih dan bombay harus memperoleh RIPH dan SPI tertuang dalam UU Nomor 13 tahun 2010 pasal 88 tentang hortikultura. Sementara sekarang dibebaskan tanpa RIPH hanya berupa surat atau maksimal Permendag..

Ia menjelaskan kebijakan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan ini berdampak langsung pada membanjirnya bawang putih dan bombay impor di dalam negeri sehingga walaupun alasanya untuk meredam harga, tapi dampak negatifnya lebih mengerikan yakni membunuh petani dalam negeri.

Padahal kata dia, petani di Indonesia dengan dukungan pemerintah hingga saat ini tengah semangat atau masif membudidayakan bawang putih, tak hanya untuk penuhi kebutuhan dalam negeri, namun bertujuan untuk ekspor agar pendapatan petani.

"Permendag ini benar-benar kebijakan kapitalis bertolak belakang dari sistem ekonomi kerakyatan yang negara kita anut. Permendag ini membolehkan negara asal misalnya Cina sebagai negara penghasil bawang putih dan bombay untuk bisa memasukkan langsung bawang putih ke Indonesia tanpa kuota. Ini kebijakan yang salah, tidak bisa ditolerir karena jelas menghancurkan program swasembada bawang putih dan petani itu sendiri," katanya.

Ia mengatakan Permendag Nomor 27 Tahun 2020 itu pun mematikan perekonomian dalam negeri. Yakni keterlibatan pengusaha Indonesia dalam mendatangkan barang-barang pangan impor dari negara-negara asal dihilangkan. Sebab negara asal bisa memasukkan langsung barangnya ke Indonesia. Artinya, kegiatan impor dimonopoli para pengusaha raksasa yang menguasai barang-barang pangan di negara asal.

"Pengusaha atau importir kecil dalam negeri yang selama ini bisa melakukan kegiatan impor, kini tak diberikan ruang sama sekali akibat Permendag baru tersebut. Para pengusaha kecil di dalam negeri tak bisa melakukan impor berdampak nyata pada tidak berjalannya pertumbuhan ekonomi ekonomi. Tapi ujung semua ini akan merubah struktur bisnis terutama bawang putih dan berikutnya bombay," tegasnya.

Tri pun menegaskan pembebasan izin impor bawang putih akan menciptakan kartel bawang putih yang nilai perdagangannya mencapai Rp 7 triliun. Dalam 3 bulan ini importasi bawang putih akan diblok dan hanya dilakukan oleh importir besar dan segelintir importir raksasa ini akan bergabung untuk mengusai produsen bawang putih di China.

"Importir kecil kita tidak dapat barang dan tidak berani bermain bawang putih, karena pasar akan dikuasai baik dari distribusi, stok maupun harganya, sehingga importir kecil disamping tidak menguasai akses barang dari China juga akan kesulitan mengakses pasar di dalam negeri," tegasnya.

Padahal menurutnya dengan adanya ketentuan RIPH oleh Kementan dan IP oleh Kemendag, maka akan terjadi pemerataan terhadap pelaku usaha (importir) siapa yang bisa mengimpor. Sehingga struktur bisnisnya bukan kartel.

"Berikutnya semangat untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebagian dipenuhi dari produksi petani kita menjadi kandas," katanya. 

Ia khawatir harga dikendalikan oleh kartel dari pemain besar menyebabkan harga dinaikkan untuk memperoleh keuntungan dan kapan harga diturunkan untuk memukul petani lokal. Sehingga petani kita sangat rentan dalam usaha budidaya, jadi akan rugi," katanya.

Menurutnya padahal Kementerian Pertanian sudah memproyeksikan penanaman bawang putih sebanyak 40 hingga 60 ribu hektare dan 2021 akan mencapai 80 ribu hektare hingga 100 ribu hektare. Kementerian Pertanian sendiri mengakui telah menghitung ada 600 ribu hektare lahan yang siap untuk ditanam bawang putih.

Ia berpendapat harusnya kebijakan swasembada pertanian harus tetap didukung dengan tetap patuh pada syarat yang harus dipenuhi oleh Importir. Pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri harus menjadi prioritas sebab impor adalah langkah terakhir juga memang produksi dalam negeri tidak memenuhi.

"Bukan justru membiarkan importir tertentu masuk tanpa batas tanpa memenuhi syarat impor dengan dalih stabilisasi harga. Ini keliru, harus kita lawan," katanya.


[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Mau Impor Bawang Putih-Bombay Kini Tak Perlu Izin Mendag

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular