
Impor Bawang Tak Perlu Izin, Anggota DPR Kritik Mendag
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
19 March 2020 18:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto membuka luas keran impor gula, bawang putih dan bawang bombay mendapat kritik anggota parlemen.
Mendag memang telah membebaskan persetujuan impor (PI) untuk komoditas bawang putih dan bawang bombay. Kebijakan ini tidak lepas dari pengendalian dari kenaikan harga yang sangat tajam akibat stok yang menipis di awal 2020 di tengah wabah corona. Kebijakan ini memang berlangsung hanya sampai 31 Mei 2020.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin, mengatakan bahwa kebijakan itu dapat merugikan petani yang telah bekerja sama dengan importir yang patuh terhadap kebijakan wajib tanam 5%. Kebijakan ini akan menggerogoti upaya swasembada bawang putih Indonesia.
"Semangat di Nawa Cita itu membangun kemandirian untuk ketahanan pangan. Indonesia tidak menutup kesempatan Impor karena merupakan bagian dari global supply chain. Namun syarat impor dan kewajiban tanam 5% itu mutlak harus dipenuhi sebagai upaya menuju swasembada," kata Hasan, Kamis (19/3).
Ia mengungkit padahal pada 2017 pemerintah sudah tegas dengan langkah menuju swasembada melalui penyiapan 1.900 hektare lahan bawang putih. Tahun 2019 sudah ada 110 Kabupaten yang menanam bawang putih di 20-30 ribu hektare.
Tahun 2020 ini diproyeksikan akan terdapat 40-60 ribu hektare yang siap, dan 2021 akan mencapai 80-100 ribu hektare. Kementerian Pertanian sendiri mengakui telah menghitung ada 600 ribu hektar lahan yang siap untuk ditanam bawang putih.
"Kebijakan Swasembada ini harusnya di dukung dengan tetap patuh pada syarat yang harus dipenuhi oleh Importir. Bukan membiarkan importir tertentu melenggang tanpa memenuhi syarat impor dengan dalih stabilisasi harga," katanya.
Ia mengatakan kebijakan impor bawang putih yang diteken Mendag patut dicurigai diarahkan oleh importir nakal yang bekerja sama dengan para pemasok. Bahkan menurutnya tidak menutup kemungkinan terjadinya monopoli dan kartel dalam kebijakan pembukaan keran impor saat ini.
"Kita sedang menghadapi situasi yang cukup perlu perhatian lebih. Ekonomi rakyat harus tetap hidup dalam situasi tekanan ekonomi dan persebaran Covid-19. Petani itu harus diberi kesempatan untuk kembali berjaya dengan pola kemitraan bersama importir yang diwajibkan investasi 5% di dalam negeri. Mendag harusnya mendukung ini, bukan malah bikin kebijakan ugal-ugalan," katanya.
Hasan menilai impor bawang putih kemungkinan besar akan datang dari China karena negara tersebut merupakan pemasok lebih dari 90% bawang putih Indonesia. Dengan kondisi yang demikian potensi monopoli dan terbentuknya kartel akan terbuka. Pemerintah telah berupaya meminimalisir monopoli dan terbentuknya kartel bawang putih dengan menetapkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi importir.
"Importir diwajibkan menanam 5% dari kuota impornya yang diperolehnya di Indonesia. Dari sini investasi masuk untuk menghalau monopoli dan kartel. Nah ini mau dirusak serta merta dengan dalih stabilisasi harga menghadapi Covid-19. Ya kebangetan ugal-ugalan bener," katanya.
Hasan menegaskan dalih stabilisasi harga dengan membuka keran impor bawang putih secara ugal-ugalan sangat tidak bisa diterima sebagai kebijakan untuk kepentingan bangsa. Upaya Indonesia untuk masuk dalam global value malah akan menjadi dilemahkan.
"Menteri itu harusnya berpikir keras agar Indonesia memiliki nilai tinggi dalam global value chain dunia khususnya di sektor Hortikultura bawang putih ini. Bukan malah membiarkan kebijakan negara di drive oleh kepentingan sesaat importir yang mau bermain pada situasi ekonomi yang dalam tekanan keras saat ini," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Harga Bawang Putih Masih Selangit, Importir Salahkan China
Mendag memang telah membebaskan persetujuan impor (PI) untuk komoditas bawang putih dan bawang bombay. Kebijakan ini tidak lepas dari pengendalian dari kenaikan harga yang sangat tajam akibat stok yang menipis di awal 2020 di tengah wabah corona. Kebijakan ini memang berlangsung hanya sampai 31 Mei 2020.
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Hasan Aminuddin, mengatakan bahwa kebijakan itu dapat merugikan petani yang telah bekerja sama dengan importir yang patuh terhadap kebijakan wajib tanam 5%. Kebijakan ini akan menggerogoti upaya swasembada bawang putih Indonesia.
"Semangat di Nawa Cita itu membangun kemandirian untuk ketahanan pangan. Indonesia tidak menutup kesempatan Impor karena merupakan bagian dari global supply chain. Namun syarat impor dan kewajiban tanam 5% itu mutlak harus dipenuhi sebagai upaya menuju swasembada," kata Hasan, Kamis (19/3).
Ia mengungkit padahal pada 2017 pemerintah sudah tegas dengan langkah menuju swasembada melalui penyiapan 1.900 hektare lahan bawang putih. Tahun 2019 sudah ada 110 Kabupaten yang menanam bawang putih di 20-30 ribu hektare.
Tahun 2020 ini diproyeksikan akan terdapat 40-60 ribu hektare yang siap, dan 2021 akan mencapai 80-100 ribu hektare. Kementerian Pertanian sendiri mengakui telah menghitung ada 600 ribu hektar lahan yang siap untuk ditanam bawang putih.
"Kebijakan Swasembada ini harusnya di dukung dengan tetap patuh pada syarat yang harus dipenuhi oleh Importir. Bukan membiarkan importir tertentu melenggang tanpa memenuhi syarat impor dengan dalih stabilisasi harga," katanya.
Ia mengatakan kebijakan impor bawang putih yang diteken Mendag patut dicurigai diarahkan oleh importir nakal yang bekerja sama dengan para pemasok. Bahkan menurutnya tidak menutup kemungkinan terjadinya monopoli dan kartel dalam kebijakan pembukaan keran impor saat ini.
"Kita sedang menghadapi situasi yang cukup perlu perhatian lebih. Ekonomi rakyat harus tetap hidup dalam situasi tekanan ekonomi dan persebaran Covid-19. Petani itu harus diberi kesempatan untuk kembali berjaya dengan pola kemitraan bersama importir yang diwajibkan investasi 5% di dalam negeri. Mendag harusnya mendukung ini, bukan malah bikin kebijakan ugal-ugalan," katanya.
Hasan menilai impor bawang putih kemungkinan besar akan datang dari China karena negara tersebut merupakan pemasok lebih dari 90% bawang putih Indonesia. Dengan kondisi yang demikian potensi monopoli dan terbentuknya kartel akan terbuka. Pemerintah telah berupaya meminimalisir monopoli dan terbentuknya kartel bawang putih dengan menetapkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi importir.
"Importir diwajibkan menanam 5% dari kuota impornya yang diperolehnya di Indonesia. Dari sini investasi masuk untuk menghalau monopoli dan kartel. Nah ini mau dirusak serta merta dengan dalih stabilisasi harga menghadapi Covid-19. Ya kebangetan ugal-ugalan bener," katanya.
Hasan menegaskan dalih stabilisasi harga dengan membuka keran impor bawang putih secara ugal-ugalan sangat tidak bisa diterima sebagai kebijakan untuk kepentingan bangsa. Upaya Indonesia untuk masuk dalam global value malah akan menjadi dilemahkan.
"Menteri itu harusnya berpikir keras agar Indonesia memiliki nilai tinggi dalam global value chain dunia khususnya di sektor Hortikultura bawang putih ini. Bukan malah membiarkan kebijakan negara di drive oleh kepentingan sesaat importir yang mau bermain pada situasi ekonomi yang dalam tekanan keras saat ini," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Harga Bawang Putih Masih Selangit, Importir Salahkan China
Most Popular