
RI Digempur Corona, Proyek Gas Andalan Jawa Jalan Terus
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
19 March 2020 18:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski ekonomi negara ini tengah digempur oleh wabah Covid-19, Pertamina memastikan proyek pengembangan lapangan gas andalan di Pulau Jawa yakni Jambaran-Tiung Biru tetap beroperasi tahun depan.
Proyek Jimbaran Tiung Biru (JBT) yang dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sampai dengan kuartal I Tahun 2020 progress pembangunannya mencapai 56%. Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan mengatakan sisa 44% dari target pengerjaan diperkirakan akan rampung tepat waktu pada Juli 2021.
Dirinya menerangkan pembebasan lahan sudah selesai 100%, kemudian untuk Gas Processing Facility (GPF) sudah mencapai 54,94%, lalu drilling dari 6 sumur sudah berjalan 4 sumur atau sekitar 75%. Di mana nilai proyeknya mencapai US$ 1,54 miliar.
"Hampir 56% secara total, tinggal 44% lagi yang mau diselesaikan makanya onstream tahun 2021," ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis, (19/03/2020).
Dari progress 56% tadi, sampai akhir tahun diproyeksikan untuk GPF bisa mencapai 94% dan untuk total proyek mencapai 92%. Pencapaian progress ini masih minus 0,4% dari target awal. Kondisi ini salah satunya akibat curah hujan.
Pihaknya terus mendorong ketertinggalan target ini melalui tiga langkah. Pertama, mendatangkan otomatis wielding mesin. Barangnya di taruh di indoor sehingga tidak terpangaruh hujan dan pengelasan bisa berlangsung 24 jam. Lalu, pekerjaan juga dilakukan pada malam hari. Dan terakhir, pengadaan pompa-pompa besar sehingga bisa menyedot air saat hujan turun.
Lebih lanjut dirinya mengatakan kendala lain adalah corona virus (Covid-19). Beberapa pabrik ada di negara yang terdampak Covid-19. Dirinya menyebut ada salah satu part fabrikasi di Wuhan.
Namun sudah dilakukan langkah strategis dengan memindahkannya ke Barata Indonesia. Sehingga keterlambatan material atau fabrikasi bisa diselesaikan. Pihaknya berjanji akan mengejar ketertinggalan proyek ini, sehingga tetap bisa onstream tahun 2021.
"Keterlambatan progress sampai dengan 0,4%, kenapa? Karena tadi ada kendala curah hujan tinggi dan isu corona," jelasnya.
Meski ada sedikit keterlambatan, dirinya menyebut tidak akan ada perubahan pada belanja modal (capex). Karena yang membuat perubahan capex adalah keterlambatan proyek, sementara proyek ini masih berjalan dan ditargetkan selesai tepat waktu. Capex untuk pengerjaan proyek ini menghabiskan US$ 1,48 miliar.
"Drilling udah. GPF itu rule of thumb ada plus minum 10%. Tapi secara optimal kita akan manage biaya tidak melebihi capex keseluruhan US$ 1,48 miliar," terangnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan secara kontrak produksi gas 172 MMSCFD sudah dibeli PT Pertamina (Persero) 100%. Di mana sebesar 100 MMCFD akan dialokasikan untuk PLN, sisa 72 MMSCFD yang nantinya akan dialokasikan oleh Pertamina.
Dirinya menyebut akan ada tambahan produksi sebesar 20 MMSCFD, sehingga total produksi bisa mencapai 192 MMSCFD. Alokasi 20 MMSFD ini belum dapat alokasi dari pemerintah, karena yang menentukan alokasi adalah Kementeria ESDM dan SKK Migas.
"Sampai sekarang belum ada penugasan 20 MMSCFD dialokasikan ke mana. PEPC tinggal jalankan saja. Prosentase Jawa Timur 100 MMSCFD ke PLN itu untuk pembangkit di Gresik. Jadi paling enggak Jawa Timur udah dapat 100 MMSCFD," terangnya.
Direktur Utama PT Rekayasa Industri Yanuar Budinorman pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan PEPC. Menurutnya keterlambatan sampai di angka 0,4% masih wajar. Upaya mengejar ketertinggalan akan dilakukan dalam 2 bulan ke depan, sehingga pada April atau Mei sudah kembali dalam track.
"Dalam rangka rebound tingkatkan pekerjaan dan pekerja, Mostly pekerja lokal, tambahan pekerja 500-1000 untuk dua bulan ke depan," ungkapnya.
(gus) Next Article Produksi Pertamina EP Meningkat Berkat 4 Sumur Pengembangan
Proyek Jimbaran Tiung Biru (JBT) yang dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sampai dengan kuartal I Tahun 2020 progress pembangunannya mencapai 56%. Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan mengatakan sisa 44% dari target pengerjaan diperkirakan akan rampung tepat waktu pada Juli 2021.
Dirinya menerangkan pembebasan lahan sudah selesai 100%, kemudian untuk Gas Processing Facility (GPF) sudah mencapai 54,94%, lalu drilling dari 6 sumur sudah berjalan 4 sumur atau sekitar 75%. Di mana nilai proyeknya mencapai US$ 1,54 miliar.
Dari progress 56% tadi, sampai akhir tahun diproyeksikan untuk GPF bisa mencapai 94% dan untuk total proyek mencapai 92%. Pencapaian progress ini masih minus 0,4% dari target awal. Kondisi ini salah satunya akibat curah hujan.
Pihaknya terus mendorong ketertinggalan target ini melalui tiga langkah. Pertama, mendatangkan otomatis wielding mesin. Barangnya di taruh di indoor sehingga tidak terpangaruh hujan dan pengelasan bisa berlangsung 24 jam. Lalu, pekerjaan juga dilakukan pada malam hari. Dan terakhir, pengadaan pompa-pompa besar sehingga bisa menyedot air saat hujan turun.
Lebih lanjut dirinya mengatakan kendala lain adalah corona virus (Covid-19). Beberapa pabrik ada di negara yang terdampak Covid-19. Dirinya menyebut ada salah satu part fabrikasi di Wuhan.
Namun sudah dilakukan langkah strategis dengan memindahkannya ke Barata Indonesia. Sehingga keterlambatan material atau fabrikasi bisa diselesaikan. Pihaknya berjanji akan mengejar ketertinggalan proyek ini, sehingga tetap bisa onstream tahun 2021.
"Keterlambatan progress sampai dengan 0,4%, kenapa? Karena tadi ada kendala curah hujan tinggi dan isu corona," jelasnya.
Meski ada sedikit keterlambatan, dirinya menyebut tidak akan ada perubahan pada belanja modal (capex). Karena yang membuat perubahan capex adalah keterlambatan proyek, sementara proyek ini masih berjalan dan ditargetkan selesai tepat waktu. Capex untuk pengerjaan proyek ini menghabiskan US$ 1,48 miliar.
"Drilling udah. GPF itu rule of thumb ada plus minum 10%. Tapi secara optimal kita akan manage biaya tidak melebihi capex keseluruhan US$ 1,48 miliar," terangnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan secara kontrak produksi gas 172 MMSCFD sudah dibeli PT Pertamina (Persero) 100%. Di mana sebesar 100 MMCFD akan dialokasikan untuk PLN, sisa 72 MMSCFD yang nantinya akan dialokasikan oleh Pertamina.
Dirinya menyebut akan ada tambahan produksi sebesar 20 MMSCFD, sehingga total produksi bisa mencapai 192 MMSCFD. Alokasi 20 MMSFD ini belum dapat alokasi dari pemerintah, karena yang menentukan alokasi adalah Kementeria ESDM dan SKK Migas.
"Sampai sekarang belum ada penugasan 20 MMSCFD dialokasikan ke mana. PEPC tinggal jalankan saja. Prosentase Jawa Timur 100 MMSCFD ke PLN itu untuk pembangkit di Gresik. Jadi paling enggak Jawa Timur udah dapat 100 MMSCFD," terangnya.
Direktur Utama PT Rekayasa Industri Yanuar Budinorman pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan PEPC. Menurutnya keterlambatan sampai di angka 0,4% masih wajar. Upaya mengejar ketertinggalan akan dilakukan dalam 2 bulan ke depan, sehingga pada April atau Mei sudah kembali dalam track.
"Dalam rangka rebound tingkatkan pekerjaan dan pekerja, Mostly pekerja lokal, tambahan pekerja 500-1000 untuk dua bulan ke depan," ungkapnya.
(gus) Next Article Produksi Pertamina EP Meningkat Berkat 4 Sumur Pengembangan
Most Popular