Intip Progress Jambaran-Tiung Biru, Blok Gas Andalan di Jawa

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
30 September 2019 13:03
Lebih rinci mengenai progress JTB, simak wawancara CNBC Indonesia dengan Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan
Foto: Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan (Ist Pertamina)
Jakarta, CNBC Indonesia- Pengembangan lapangan gas unitasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang dikelola PT Pertamina EP Cepu (PEPC) hingga kuartal III-2019 telah mencapai 34% pada pembangunan Proyek Gas Processing Faciliy (GPF). Selain itu pada proyek JTB lebih maju daripada rencana, di mana ini merupakan keadaan langka dari sebuah proyek.

Lebih rinci mengenai progress JTB, simak wawancara CNBC Indonesia dengan Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan berikut ini :

Apa saja proyek yang saat ini tengah digarap PEPC?

PEPC saat ini sedang mengerjakan Proyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang terletak di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan Jambaran Tiung Biru merupakan Lapangan Unitisasi antara Lapangan Jambaran yang masuk Wilayah Kerja Blok Cepu dan Lapangan Tiung Biru yang masuk Wilayah Kerja Pertamina EP. Melalui surat Menteri ESDM pada tanggal 28 Februari 2013, menyatakan bahwa MESDM menyetujui Unitisasi dari Lapangan Jambaran dan Tiung Biru dengan PEPC sebagai Operator Lapangan Unitisasi JTB.

PEPC juga bermitra dengan ExxonMobil Cepu Limited dalam mengoperasikan Lapangan Banyu Urip yang juga merupakan bagian dari Blok Cepu. Saat ini Lapangan Banyu Urip berproduksi sekitar 225.000 barel per hari. Selain itu, terdapat juga Proyek Pengembangan Lapangan Kedung Keris yang terletak di Desa Sukoharjo, Bojonegoro yang diperkirakan akan berproduksi pada akhir 2019.

Terkait dengan Jambaran-Tiung Biru, bagaimana progresnya? Kapan target operasinya?

Perkembangan terkini mengenai JTB, hingga kuartal III/2019 telah mencapai sekitar lebih dari 34% pada pembangunan Proyek Gas Processing Facility (GPF). Di mana dalam kegiatan tersebut proses akuisisi lahan telah dapat diselesaikan, dan juga pekerjaan sipil, seperti fasilitas jalan dan jembatan penghubung telah selesai dilaksanakan.

Saat ini, kami juga memasuki tahap persiapan untuk operasi pengeboran, yang mana sosialisasi telah dilaksanakan sekitar awal September IaIu. Dalam kegiatan ini, kami bermitra dengan Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) untuk melakukan proses pengeboran. Kegiatan pengeboran diawali dengan mobilisasi Rig yang mana perkembangannya sangat menggembirakan yaitu sudah 100% dan sangat kondusif.

Di Lapangan JTB terdapat 6 sumur, yakni 4 sumur di Jambaran East dan 2 di Jambaran Central. Dari sumur-sumur tersebut, PEPC menargetkan untuk memproduksi gas dan kondensat dengan produksi rata-rata raw gas sebesar 315 MMSCFD dan target gas onstream pada 2021 dengan sales gas sebesar 192 MMSCFD.


Dengan progress yang ada saat ini, apakah bisa selesai tepat waktu? Adakah kendala dalam pembangunan ?

PEPC merupakan KKKS yang pertama dalam memperoleh persetujuan desain dari Ditjen Migas sesuai Permen ESDM Nomor 38 tahun 2017 tentang Pemeriksanan Keselamatan lnstalasi dan Peralatan Pada Kegiatan Usaha Migas dan Undang- Undang. Permen ini menelaah mengenai tata laksana berjalannya suatu proyek migas meliputi pemenuhan regulasi migas, manajemen resiko, sistem keselamatan proses serta dokumen lingkungan, penggunaan standar dan penerapan kaidah keteknikan yang baik, komitmen pemanfaatan industri dalam negeri dan rencana TKDN barang atau jasa atau gabungan.

Dengan diperolehnya persetujuan desain ini, PEPC bersama konsorsium pelaksana dapat melaksanakan pembangunan proyek JTB sesuai dengan kaidah-kaidah keteknikan dan instalasi.

Dengan dikeluarkannya persetujuan ini, kami optimis Proyek JTB dapat berjalan on time, on budget, on specs dan on return (OTOBOSOR). Tentunya dalam melaksanakan ini tak lepas dari sistem kemitraan yang kami bangun bersama dengan banyak elemen, Pemerintahan, Media Massa dan juga Masyarakat serta Aparatur Negara.

Progress proyek hingga kuartal III-2019 telah mencapai sekitar lebih dari 34% pada pembangunan Proyek Gas Processing Facility (GPF), dan proyek JTB ahead 0,50% dan plan, di mana ini merupakan suatu keadaan yang langka dan sebuah proyek.

Dengan HSSE Performance tahun 2018 mencapai 3.361.558 safety man-hours dan target 2019 adalah Zero TRIR (Total Recordable Incident Rate) dan Fatalities, ingin membuktikan kepada dunia, bahwa kami optimis mampu menyelesaikan proyek cukup besar dengan tepat waktu dan teknis yang tepat Selama kita bisa maintain actual dan plan, kita pasti: ontime. Tangan kiri HSSE, tangan kanan risk management. Semua kita monitor proyek JTB ini, jangan sampai risk ini muncul, sehingga actual sesuai dengan rencana.

Proyek ini kan sempat mati suri, setelah dimulai lagi bagaimana dampaknya terhadap produksi Pertamina secara keseluruhan, PEPC, dan pendapatan Pertamina ke depannya?

Proyek JTB merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan telah dipantau oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Dengan cadangan Gas JTB sebesar 2,5 triliun kaki kubik (TCF), suatu pencapaian bagi PEPC yang bisa melakukan efisiensi Capex = US$ 600 Juta namun bisa menaikkan produksi sales gas dan 172 MMSCFD menjadi 192 MMSCFD yang nantinya akan dialirkan melalui Pipa transmisi Gresik-Semarang Dengan komitmen kami pada safety, kualitas produksi dan target delivery, akan menjadikan harga jual gas menjadi lebih kompetitif dan pembeli menjadi lebih tertarik. Hal ini tentunya akan meningkatkan total produksi gas Pertamina yang akan membawa keuntungan bersama bagi bangsa Indonesia.

Proyek JTB diproyeksikan akan meningkatkan pendapatan negara sebesar US $3,61 miliar selama kontrak bagi hasil (PSC).

Foto: Proyek Jambaran-Tiung Biru (detikcom/Hendra Kusuma)

Dampaknya pada perekonomian Indonesia?

PEPC sudah 2 tahun berturut-turut membukukan keuntungan terbesar di antara Anak Perusahaan Pertamina. Pada April lalu,PEPC mendapatkan penghargaan sebagaiKKKS penyumbang pajak minyak dan gas bumi terbesar pada tahun 2018 dengan sejumlah Rp 8,08 triliun. Ini menjadi sebuah prestasi bagi kami, bukan hanya karena kami menjadi penyumbang pajak terbesar, tapi juga memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia.

Bukan hanya dalam bidang pajak, kami juga akan dapat berkontribusi mengurangi angka impor asam sulfat dengan memproduksi sebesar asam sulfat kurang lebih 191-382 Ton/hari dengan konsentrasi sebesar 98.5% berat. Coba dikonversikan dengan konsumsi asam sulfat di Indonesia yang seniai Rp 93,31 miliar sebanyak kurang lebih 1.178.740 Ton/tahun.

Bagaimana hingga Proyek Strategis Nasional (PSN) ini akhirnya bisa dikuasai Pertamina?

Sesuai dengan Surat dari Menteri ESDM Republik Indoensia No. 9/L3/MEM. M/2017 Perihal Pengembangan Jambaran - Tiung Biru kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero) bahwa belum terdapat progres kemajuan pengembangan proyek sebagai akibat perbedaan perhitungan keekonomian, maka dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kejadian Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PEPC ditugaskan untuk secara penuh melaksanakan pengembangan Jambaran - Tiung Biru.

Pertamina telah melakukan negosiasi secara business to business dan penandatanganan Amandemen Unitization Agreement & Unit Operating Agreement, Joint Operating Agreement, dan Terminasi Cepu Gas Marketing Agreement serta penanda tanganan dokumen Settlement Agreement (SA) Proyek Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi Jambaran - Tiung Biru dilakukan pada 3 November 2017. Dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2018, BKS tidak lagi berpartisipasi dalam Proyek Gas Lapangan Unitisasi Jambaran-Tiung Biru.

Apakah ada kendala ketika peralihan dari Exxon ke Pertamina?

Peralihan tersebut didasari Keputusan Menteri ESDM Nomor 9/13/MEM.M/2017 tertanggal 3 Januari 2017, pemerintah melalui Kementerian ESDM memerintahkan Pertamina c.q. PT Pertamina EP Cepu (PEPC) untuk mengembangkan secara penuh Lapangan JTB dan menyelesaikan proses pengalihan lapangan dengan skema antarbisnis bersama ExxonMobil Cepu Limited.

PEPC mengembalikan cash call kepada ExxonMobil, yaitu mengembalikan penggunaan anggaran di awal-awal proyek

Peralihan kepemilikan saham dilakukan mekanisme business to business dimana PEPC membeli 45 persen saham ExxonMobil


Adakah perbedaan signifikan, ketika proyek ini dikuasai Exxon dengan saat ini dipegang oleh Pertamina?

Tentu ada, Pertama, ExxonMobil melihat proyek ini tidak ekonomis yang disebabkan oleh tingginya overhead cost yang timbul. Sedangkan Pertamina bisa menjalankan proyek ini dengan overhead cost yang lebih kecil.

Kedua, Pertamina melihat proyek ini sebagai salah satu proyek strategis nasional yang bisa memberikan keuntungan yang besar bagi rakyat Indonesia.  Karena PEPC adalah anak perusahaan BUMN maka selain aspek bisnis, PEPC juga punya tanggung jawa sosial kepada masyarakat. Sedangkan ExxonMobil hanya melihatnya dari sisi bisnis.

Dan yang Ketiga, dengan dikelolanya proyek ini oleh Pertamina, Pertamina bisa melakukan inovasi dan optimasi teknologi sehingga memberikan dampak signifikan pada penurunan Capex dan peningkatan produksi serta produk turunan lainnya.

Multiplier effect apa saja yang diharapkan bisa diberikan oleh Jambaran-Tiung Biru?

JTB ini diketahui merupakan bagian proyek strategis nasional tersebut. Sekaligus dapat memberikan bagi ekonomi nasional.
Pengembangan JTB dengan cadangan Gas yakni sebesar 2.5 triliun kaki kubik (TCF) diharapkan mampu menyuplai industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menggerakkan ekonomi nasional. Dimana proyek ini memberikan "multiplier effect" dengan mendorong tebukanya lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung. Di masa puncak pengembangan proyek ini, diharapkan dapat menyerap kurang lebih 6000 tenaga kerja lokal.

Bagaimana peran Jambaran-Tiung Biru untuk mengatasi defisit pasokan gas, apakah bisa menekan harga gas yang masih dikeluhkan mahal di beberapa daerah?

Penurunan Capex dari proyek JTB ini juga berdampak positif bagi harga jual produk menjadi lebih murah. Sehingga penerimaan migas bagian negara dan kontraktor menjadi lebih baik. Proyek JTB diproyeksikan akan meningkatkan pendapatan negara sebesar US$ 3,61 miliar selama kontrak bagi hasil (PSC).

Bagaimana dengan pendanaan proyek, mengingat ini proyek yang cukup besar?

Project financing merupakan skema pendanaan yang dipilih untuk meningkatkan keekonomian proyek dan memaksimalkan value bagi pemegang saham. JTB adalah Project Financing pertama di AP, yang berhasil mendapatkan pendanaan US$ 1,85 miliar dari 8 institusi pendanaan internasional dan 4 institusi pendanaan nasional. Hal ini mencerminkan bahwa Project JTB merupakan proyek world class, sehingga dipercaya mendapatkan pendanaan. Di samping itu, ini sekaligus pengakuan bankir internasional bahwa PEPC mampu mengelola proyek JTB ini on time, on budget dan on spec.

Ada 12 Bank yang mendanai proyek ini, bagaimana hingga para kreditur tersebut mau mendanai proyek ini?

Memulai roadshow di awal 2018, dari sekitar 36 calon pemberi pinjaman (lender) yang kami undang dan melalui tahapan yang mencakup seleksi lenders menjadi sekitar 12 lenders. Proporsi dana pinjaman dari skema ini terdiri dari pinjaman konvensional 95% dan pinjaman wakala 5%. Ini adalah prestasi baru di sektor minyak dan gas, karena proyek dibiayai oleh pembiayaan syariah.

Dan pada tanggal 13 Juni 2019 Pertamina EP Cepu (PEPC) selaku operator lapangan unitisasi JTB berhasil menuntaskan tahapan Financial Close untuk pendanaan proyek. Tahapan 1st Drawdown dari lender yang diterima pada bulan Juli 2019.

Keberhasilan skema project financing merupakan salah satu bukti bahwa PEPC memegang komitmen tinggi untuk mengelola aset hulu Pertamina dengan standar kelas dunia serta mengukuhkan posisi PEPC sebagai perusahaan yang bankable di mata institusi financial internasional serta komunitas finansial baik di regional Asia, maupun dunia.

Bagaimana dengan Hubungan dengan masyarakat sekitar, apakah ada resistensi?

Kami optimis Proyek Jambaran - Tiung Biru dapat memberikan dampak positif khususnya untuk masyarakat Indonesia. Multiplier effect ini telah terasa khususnya di sekitar wilayah operasi, seperti misal masyarakat yang bersentuhan langsung dengan proyek menjadi lebih paham bagaimana proyek migas berjalan, kontraktor dan LSM lokal banyak terlibat pada proyek.

Selain itu adanya program pengembangan masyarakat seperti Program Budidaya Ayam Petelur dimana saat ini mampu memproduksi 100kg telur perhari, Pembinaan Pengrajin Batik, Program Pemberian Jamban/Sanitasi, Program Sehati dan Program Pendukung Kegiatan Masyarakat lainnya, Program Pemberian Santunan Anak Yatim dan Dhuafa, Program Sosialisasi Keselamatan Berkendaraan, dan Program Papan Informasi Masyarakat Desa.

Kami juga mengembangkan kapasitas Generasi Emas Bojonegoro melalui Program Apprentice atau Pemagangan kepada 108 Lulusan SMA/SMK yang berasal dari sekitar wilayah operasi, untuk belajar 18 bulan di PEM Akamigas, nantinya mereka akan menjadi Calon Operator Proyek JTB.

Kami ingin masyarakat sekitar wilayah operasi selain lebih memahami mengenai dunia migas, khususnya JTB. Kami juga ingin mereka hidup lebih baik bersama kami.


Proyek ini dikatakan akan mendukung kemandirian energi dan menyambut diversifikasi energi strategis, kemandirian dan diversifikasi seperti apa yang bisa dicapai?

Pengembangan bisnis gas merupakan upaya kami untuk mengarah kepada di/ersifikasi energi strategis untuk mendukung kemandirian energi nasional. Dengan adanya produksi sales gas rata-rata 192 MMSCFD tentunya akan mendukung kemandirian energi dan berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap impor gas nasional.

Lalu apa yang dilakukan PEPC selanjutnya, proyek-proyek selanjutnya?

PEPC, selain menjadi operator Proyek JTB, juga menjadi bagian dari Blok Cepu, karena di dalam Blok ini masih banyak potential resources yang dapat dikembangkan. Jadi ke depannya rencananya kami akan melakukan pengembangan underdeveloped structure dan Remaining Resources (Prospect).


(dob/gus) Next Article Pertamina Dukung UMKM Binaan Lestarikan Kain Etnik Banjar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular