
Coba Diresapi... Iuran Tak Naik & BPJS Bangkrut, Lalu Gimana?
Herdaru Purnomo & Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 March 2020 17:29

Tekornya BPJS Kesehatan ini tak terlepas dari banyak faktor penyebab. Ada lima faktor penyebab defisit BPJS Kesehatan yang makin besar menurut Dirut Fahmi Idris.
Pertama, premi yang ditetapkan pemerintah belum sesuai dengan hasil hitung-hitungan aktuaria. Sebagai contoh Fahmi menerangkan untuk iuran di kelas tiga seharusnya sebesar Rp 53.000/ bulan per orang. Namun saat ini yang disetor hanya Rp 25.500/bulan per orang.
Sementara untuk kelas II yang seharusnya per orang membayar Rp 63.000/bulan hanya dibayarkan sebesar Rp 53.000/bulan.
Kedua BPJS Kesehatan mengusung konsep gotong royong atau subsidi silang. Artinya orang yang mampu memberikan subsidi kepada yang kurang mampu. Namun dalam pelaksanaannya belum berjalan sepenuhnya.
Ketiga faktor lain yang menjadi penyebab tekornya BPJS Kesehatan seperti data peserta yang bermasalah, perusahaan yang memanipulasi gaji karyawan, hingga potensi penyalahgunaan regulasi dengan memberikan pelayanan rumah sakit lebih tinggi dari yang seharusnya.
Terkait pembatalan kenaikan iuran yang ditetapkan MA, BPJS Kesehatan mengaku belum menerima hasil salinan keputusan MA sehingga belum banyak memberikan komentar lebih lanjut. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Ma’ruf pada Senin kemarin (9/3/2020).
Apabila hasil konfirmasi sudah didapatkan dan teruji kebenarannya BPJS Kesehatan akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku "Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah," tandas Iqbal.
Bagaimanapun juga BPJS Kesehatan tidak boleh dibiarkan tekor terus menerus. Untuk memperkecil defisit ada tiga opsi yang bisa dilakukan. Opsi pertama adalah dengan menyesuaikan besaran iuran, kedua menyuntik dana tambahan dan ketiga mengatur ulang manfaat yang diberikan.
Untuk opsi pertama sudah dilakukan pemerintah dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 pada Pasal 34 Ayat 1 dan 2. Namun MA membatalkan kenaikan iuran. Untuk opsi kedua juga sudah dilakukan, pemerintah sudah menyuntikkan total dana ke BPJS Kesehatan sebesar Rp 25,65 triliun sepanjang 2015-2018.
Maka tinggal opsi yang ketiga, yakni dengan mengatur ulang manfaat yang diberikan. Namun yang jadi tantangan terbesarnya adalah bagaimana memastikan data-data yang salah sudah diperbaiki, tidak ada penyalahgunaan berupa manipulasi data karyawan hingga memberikan pelayanan semestinya untuk tiap pembayar iuran.
NEXT > Resapi Pernyataan Sri Mulyani
(twg/dru)
Pertama, premi yang ditetapkan pemerintah belum sesuai dengan hasil hitung-hitungan aktuaria. Sebagai contoh Fahmi menerangkan untuk iuran di kelas tiga seharusnya sebesar Rp 53.000/ bulan per orang. Namun saat ini yang disetor hanya Rp 25.500/bulan per orang.
Sementara untuk kelas II yang seharusnya per orang membayar Rp 63.000/bulan hanya dibayarkan sebesar Rp 53.000/bulan.
Ketiga faktor lain yang menjadi penyebab tekornya BPJS Kesehatan seperti data peserta yang bermasalah, perusahaan yang memanipulasi gaji karyawan, hingga potensi penyalahgunaan regulasi dengan memberikan pelayanan rumah sakit lebih tinggi dari yang seharusnya.
Terkait pembatalan kenaikan iuran yang ditetapkan MA, BPJS Kesehatan mengaku belum menerima hasil salinan keputusan MA sehingga belum banyak memberikan komentar lebih lanjut. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Ma’ruf pada Senin kemarin (9/3/2020).
Apabila hasil konfirmasi sudah didapatkan dan teruji kebenarannya BPJS Kesehatan akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku "Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah," tandas Iqbal.
Bagaimanapun juga BPJS Kesehatan tidak boleh dibiarkan tekor terus menerus. Untuk memperkecil defisit ada tiga opsi yang bisa dilakukan. Opsi pertama adalah dengan menyesuaikan besaran iuran, kedua menyuntik dana tambahan dan ketiga mengatur ulang manfaat yang diberikan.
Untuk opsi pertama sudah dilakukan pemerintah dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 pada Pasal 34 Ayat 1 dan 2. Namun MA membatalkan kenaikan iuran. Untuk opsi kedua juga sudah dilakukan, pemerintah sudah menyuntikkan total dana ke BPJS Kesehatan sebesar Rp 25,65 triliun sepanjang 2015-2018.
Maka tinggal opsi yang ketiga, yakni dengan mengatur ulang manfaat yang diberikan. Namun yang jadi tantangan terbesarnya adalah bagaimana memastikan data-data yang salah sudah diperbaiki, tidak ada penyalahgunaan berupa manipulasi data karyawan hingga memberikan pelayanan semestinya untuk tiap pembayar iuran.
NEXT > Resapi Pernyataan Sri Mulyani
(twg/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular