
Internasional
Diberondong Kecaman Pemimpin Eropa, Ini Balasan Erdogan
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
05 March 2020 07:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Turki menolak semua tuduhan Uni Eropa (UE) yang mengatakan negeri tersebut "mengintimidasi" benua biru terkait masalah Suriah dengan pengungsi.
Sebelumnya Turki membuka pintu perbatasannya dan mengizinkan pengungsi perang guna melintas dan melarikan diri ke Eropa.
"Kami tidak pernah melihat pengungsi sebagai alat "pemerasan" politik,' ujar Juru Bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin dalam sebuah konferensi pers di Ankara, dikutip AFP, Rabu (3/3/2020) waktu setempat.
"Tujuan kami dengan membuka pintu bukanlah untuk menciptakan krisis buatan, untuk memberikan tekanan politik atau untuk melayani kepentingan kami."
Ia pun menambahkan Ankara tak ingin memaksa siapapun untuk tinggal di Turki, jika mereka tak mau. Saat ini Turki menampung sekitar 4 juta pengungsi Timur Tengah, terutama Suriah.
"Kapasitas Turki memiliki batas," jelasnya lagi seraya meminta Eropa memenuhi janji di tahun 2016 untuk mencegah aliran migran masuk ke negeri itu.
Saat ini, ratusan ribu pengungsi sudah sampai di perbatasan Turki dan Yunani. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sempat berujar tak akan mencegah pengungsi meninggalkan Turki jika memang mereka menginginkannya.
Sebelumnya Kanselir Austria Sebastian Kurz menilai Turki telah "menyerang" Uni Eropa dan Yunani. Di mana Erdogan, ia klaim, menggunakan senjata manusia untuk menekan negara-negara Eropa, guna membantunya dalam peperangan yang kini tengah dihadapi Turki dengan Suriah dan Rusia di Idlib.
"Ini adalah serangan Turki melawan Uni Eropa dan Yunani. Manusia (pengungsi) digunakan oleh (Turki) untuk menekan Eropa ... UE tidak boleh terluka karena "blackmail" (Turki)," tegasnya pada wartawan.
Kanselir Jerman Angle Merkel mengkritik tindakan Turki. "Tidak bisa diterima," ujarnya.
Hal yang sama juga dikatakan Komisi Migran Uni Eropa Margaritis Schinas. "Tak ada pihak manapun yang bisa mengintimidasi UE," katanya.
Turki kini terjebak perang dengan Suriah rezim Bashar al-Assad di provinsi Idlib. Suriah didukung militer Rusia. Perang telah membuat warga sipil jadi korban. Ada 900 ribu orang mengungsi sejak kekerasan kembali naik di Desember 2019.
Perang ini sudah terjadi sejak 2011. Sebelumnya perang melibatkan rezim Assad dengan kelompok anti Assad, Front Pembebasan Nasional. Namun perang yang makin dalam dan sejumlah hal membuat Turki dan Rusia masuk ke dalamnya. Tertutama di Idlib dan Aleppo.
Awalnya di 2018, kedua kubu sepakat damai dengan perjanjian Sochi, di mana Turki mengawasi Idlib. Namun pasukan Assad makin gencar melakukan serangan sejak akhir tahun.
Turki pun membuka pintu perbatasan agar pengungsi bisa menyelamatkan diri dan masuk ke Eropa. Ini menjadi masalah baru lagi bagi Benua Biru yang sebelumnya juga kebanjiran pengungsi Suriah.
(sef/sef) Next Article Benang Merah, Mengapa Turki dan Rusia Ribut Suriah?
Sebelumnya Turki membuka pintu perbatasannya dan mengizinkan pengungsi perang guna melintas dan melarikan diri ke Eropa.
"Tujuan kami dengan membuka pintu bukanlah untuk menciptakan krisis buatan, untuk memberikan tekanan politik atau untuk melayani kepentingan kami."
Ia pun menambahkan Ankara tak ingin memaksa siapapun untuk tinggal di Turki, jika mereka tak mau. Saat ini Turki menampung sekitar 4 juta pengungsi Timur Tengah, terutama Suriah.
"Kapasitas Turki memiliki batas," jelasnya lagi seraya meminta Eropa memenuhi janji di tahun 2016 untuk mencegah aliran migran masuk ke negeri itu.
![]() |
Saat ini, ratusan ribu pengungsi sudah sampai di perbatasan Turki dan Yunani. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sempat berujar tak akan mencegah pengungsi meninggalkan Turki jika memang mereka menginginkannya.
Sebelumnya Kanselir Austria Sebastian Kurz menilai Turki telah "menyerang" Uni Eropa dan Yunani. Di mana Erdogan, ia klaim, menggunakan senjata manusia untuk menekan negara-negara Eropa, guna membantunya dalam peperangan yang kini tengah dihadapi Turki dengan Suriah dan Rusia di Idlib.
"Ini adalah serangan Turki melawan Uni Eropa dan Yunani. Manusia (pengungsi) digunakan oleh (Turki) untuk menekan Eropa ... UE tidak boleh terluka karena "blackmail" (Turki)," tegasnya pada wartawan.
Kanselir Jerman Angle Merkel mengkritik tindakan Turki. "Tidak bisa diterima," ujarnya.
Hal yang sama juga dikatakan Komisi Migran Uni Eropa Margaritis Schinas. "Tak ada pihak manapun yang bisa mengintimidasi UE," katanya.
Turki kini terjebak perang dengan Suriah rezim Bashar al-Assad di provinsi Idlib. Suriah didukung militer Rusia. Perang telah membuat warga sipil jadi korban. Ada 900 ribu orang mengungsi sejak kekerasan kembali naik di Desember 2019.
Perang ini sudah terjadi sejak 2011. Sebelumnya perang melibatkan rezim Assad dengan kelompok anti Assad, Front Pembebasan Nasional. Namun perang yang makin dalam dan sejumlah hal membuat Turki dan Rusia masuk ke dalamnya. Tertutama di Idlib dan Aleppo.
Awalnya di 2018, kedua kubu sepakat damai dengan perjanjian Sochi, di mana Turki mengawasi Idlib. Namun pasukan Assad makin gencar melakukan serangan sejak akhir tahun.
Turki pun membuka pintu perbatasan agar pengungsi bisa menyelamatkan diri dan masuk ke Eropa. Ini menjadi masalah baru lagi bagi Benua Biru yang sebelumnya juga kebanjiran pengungsi Suriah.
(sef/sef) Next Article Benang Merah, Mengapa Turki dan Rusia Ribut Suriah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular