Round Up

Kala Putin dan Erdogan Saling Serang di Suriah

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
29 February 2020 07:45
Kala Putin dan Erdogan Saling Serang di Suriah
Foto: Konflik Turki-Suriah. (AP Photo/Ghaith Alsayed)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdagon terus berlanjut di Suriah. Kali ini, tentara Turki dikabarkan membombardir markas tentara Suriah, Kamis (27/2/2020) waktu setempat.

Ini merupakan pembalasan atas kematian 30-an tentara Turki, dalam serangan udara yang sebelumnya dilancarkan Suriah yang didukung militer Rusia, sebelumnya.



"Semua target rezim (Suriah) akan terus mendapat serangan dari udara dan darat," kata Direktur Komunikasi Presiden Erdogan, Fahrettin Altun, ditulis AFP.

Ia menegaskan Turki tidak bisa menonton dan berdiri saja melihat tindakan Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al-Assad.

Ia pun mendesak komunitas internasional segera bersikap untuk menghentikan kekerasan yang ditudingnya sebagai "kejahatan kemanusiaan".

"Kami tidak bisa berdiri dan menonton peristiwa masa lalu di Rwanda dan Bosnis Herzegoviba diulang di Idlib," ujarnya.

"Aktivitas Turki di tanah Suriah akan terus berlanjut."

Sebelumnya awal pekan lalu, tentara Assad menyerang Idlib. Serangan melalui udara itu menewaskan 21 orang warga sipil termasuk anak-anak.

Meski bagian Rusia, Idlib sebenarnya kini dalam pos pengawasan Turki. Hal ini sesuai dengan perjanjian Sochi tahun 2018.



Sementara itu, Rusia mengabarkan serangan Turki pada pesawat militer negeri itu di Suriah. Dikutip dari Reuters televisi pemerintah mengatakan militer Turki menggunakan rudal dan mencoba menembak jet koalisi Moskow dan rezim Suriah Bashar al-Assad.

Pemberitaan ini dikabarkan Rossiya 24. Kabar ini muncul setelah pemberontak yang dibackup Erdogan mengatakan berhasil merebut kota Nairab di provinsi Idlib, tempat perang terjadi.

"Pesawat-pesawat Suriah dan Rusia menghentikan pemberontak berulang kali. Namun langit di atas Idlib juga berbahaya. Para pemberontak dan spesialis Turki secara aktif menggunakan sistem pertahanan udara portabel," kata media itu.

Karena itu pesawat Rusia dan Suriah terpaksa mengambil tindakan balasan. Sekutu Assad ini melakukan pemboman terhadap markas pemberontak.

Kekerasan di Suriah terjadi sejak 2011. Perang yang terjadi di Suriah merupakan situasi yang sangat rumit, tidak sesederhana satu sisi melawan sisi yang lain.

Ada tiga pemeran utama dalam konflik Suriah, yakni Tentara Suriah rezim Assad, rezim anti Assad dan (IS). Namun di sini ada pemain pendukung yang tak kalah penting, yakni seperti Iran, Rusia serta Turki termasuk AS.

Tapi diantara semuanya, Rusia dan Turki-lah yang terjerumus paling dalam di perang sipil ini. Rusia mendukung Assad. Sedangkan Turki berada di belakang massa kontra Assad, terutama di daerah Idlib.

Dari data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), banyak warga menjadi korban. Bukan hanya tewas, 900.000 orang juga harus mengungsi akibat perang konflik yang terjadi sejak 2011 itu.

PBB bahkan menyebut krisis kemanusiaan terjadi merupakan yang paling mengerikan saat ini. "Mengerikan," tegas Kepala Urusan Kemanusiaan PBB dan Bantuan Darurat, Mark Lowcock, sebagaimana dikutip dari France24.

[Gambas:Video CNBC]




Perang di Suriah sudah terjadi sejak 2011. Artinya sudah sembilan tahun perang berkecambuk di kawasan itu.

Perang yang terjadi di Suriah merupakan situasi yang sangat rumit, tidak sesederhana satu sisi melawan sisi yang lain. Ada tiga pemeran utama dalam konflik Suriah, yakni Tentara Suriah rezim Assad, rezim anti Assad dan (IS).

Namun di sini ada pemain pendukung yang tak kalah penting, yakni seperti Iran, Rusia serta Turki termasuk AS. Namun diantara semuanya, Rusia dan Turki-lah yang terjerumus paling dalam di perang sipil ini.

Rusia mendukung Assad. Sedangkan Turki berada di belakang massa kontra Assad, terutama di daerah Idlib.

Bahkan keduanya tak segan saling serang pernyataan karena konflik Suriah. Kini, Turki dan Rusia pun maju paling depan membahas perdamaian di kawasan itu.

Turki sebenarnya masuk dalam perang sipil di Suriah sejak 2011. Pemerintah Turki mendukung Free Syrian Army, yang menjadi lawan Assad.

Bahkan Turki dengan Organisasi Intelijen Nasional-nya (MIT) melatih khusus tentara FSA. Bukan cuma untuk memerangi tentara Assad, tapi juga memerangi ISIS yang ketika itu tengah jadi musuh bersama di seluruh dunia.

Bergabungnya Turki bukan tanpa alasan. Turki melalui Presidennya Recep Tayyip Erdogan mengatakan Presiden Assad telah melakukan kejahatan perang di wilayah yang berbatasan dengan Turki ini.

Namun sebenarnya, mungkin masalah ini dimulai dari 1999 lalu. Di mana ayah Assad yang memimpin Suriah saat itu mendukung Kurdi untuk masuk dalam pemerintahannya.

Sejak saat itu, kedua negara panas. Bahkan di 2003, Turki menolak untuk bekerja sama dengan koalisi menentang Saddam Hussein, karena ada Suriah di dalamnya.

Sebagaimana dikutip dari Politico, suku kurdi merupakan etnis terbesar di Timur Tengah. Tapi setelah Perang Dunia I, Kurdi tak bisa memiliki negara sendiri, dan tersebar di Turki, Suriah, Irak dan Iran.

Sebagaimana kelompok minoritas, suku ini kerap menghadapi represi. Dengan sokongan dari grup milisi Partai Pekerja Kurdi (PKK), kelompok ini meminta kemerdekaan dari Turki.

Tahun 1980, kekerasan terjadi antara pemerintah Turki dan PKK. Ini membunuh 10 ribu orang. Saat itu PKK disebut sebagai organisasi teroris, baik oleh Ankara, AS maupun Uni Eropa.

Saat perang Suriah terjadi, pemerintah Suriah yang diyakini Turki terafiliasi dengan PKK yakni melalui Unit Proteksi Rakyat (YPG). YPG mengontrol Suriah Barat Laut di kawasan di mana Idlib dan Aleppo berada, yang dekat dengan Turki.

Secara teori, Rusia ada untuk melawan ISIS. Namun dalam praktiknya, mereka juga menyerang pemberontak anti-Assad lainnya, beberapa di antaranya juga didukung oleh Barat.

Awalnya Rusia terlibat dengan Suriah dimulai dari kisah masa Perang Dingin, ketika Uni Soviet mendapat pengaruh di Suriah pada 1970-an, memberikan bantuan dan senjata. Tetapi setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1990-an, pengaruhnya di Suriah berkurang.

Pada tahun 2000, Vladimir Putin menjadi presiden Rusia dan Bashar al-Assad menjadi presiden Suriah. Mereka tidak memiliki hubungan dekat, tetapi pada pertengahan 2000-an, Putin mulai memperluas militer Rusia ke Suriah.

"Putin mulai berpikir tentang mengembangkan Rusia sebagai kekuatan besar lagi," kata Richard Reeve, direktur Program Keamanan Berkelanjutan di sebuah think-tank keamanan Oxford Research Group, dikutip dari BBC Internasional.

Hubungan Rusia dengan Suriah mulai menguat karena hubungan Perang Dingin mereka sebelumnya. Dukungan Rusia di Suriah juga meningkat secara dramatis ketika ada serangkaian pemberontakan di Timur Tengah dimulai pada musim semi 2011.

Hubungan makin dekat saat pemimpin Libya Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011. Akibatnya, Presiden Putin mulai mencari sekutu di tempat lain di wilayah ini.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular