
Penyebaran Virus Corona Lebih Ekspres Gara-gara Mirip HIV?

Jika melihat angka penyebaran virus corona yang lebih parah dari SARS, pantas saja pelaku pasar global cemas. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada Minggu (1/3/2020) mengingatkan kepanikan tersebut berlebihan.
"Pasar global… seharusnya tenang dan coba melihat realitas yang ada,… Kita harus tetap rasional," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada CNBC International dalam sebuah diskusi panel di Riyadh, Arab Saudi.
Pucuk pimpinan WHO tersebut menegaskan berdasarkan data di lapangan, penanggulangan penyebaran virus tersebut sangatlah dimungkinkan. Hanya saja, peluang penanggulangan tersebut juga menyempit, sehingga terbuka peluang terjadinya pandemi.
Jika melihat angka, jumlah pengidap virus corona memang jauh lebih besar ketimbang virus MERS. Namun jika melihat data secara menyeluruh, angka kematian per kasus infeksi corona justru jauh lebih rendah, yang menunjukkan bahwa keganasan virus corona justru lebih rendah.
![]() |
Upaya untuk menemukan obat melawan virus ini pun terus berkembang. Para peneliti Prancis dalam makalah mereka yang dirilis pada 4 Februari sejalan dengan temuan Universitas Nankai, yang menunjukkan protein furin (yang disasar HIV) menjadi kunci untuk terapi corona.
Laporan berjudul “The Spike Glycoprotein of The New Coronavirus 2019-Ncov Contains A Furin-Like Cleavage Site Absent In Cov Of The Same Clade” mengindikasikan protein furin tersebut semestinya memiliki implikasi atas kelangsungan hidup virus 2019-nCoV.
Di Thailand, para dokter melaporkan telah berhasil menyembuhkan pasien penderita virus corona, dengan memberikan terapi obat oplosan yang biasa digunakan untuk penderita HIV, yakni lopinavir dan ritonavir, ditambah dengan obat flu oseltamivir.
CNBC International melaporkan pemerintah AS baru akan menguji obat remdesivir, yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Gilead. Ini merupakan obat pertama anti-virus corona yang bakal diuji boba dengan diberikan pada penderita di 50 negara di seluruh dunia.
Oleh karena itu, jelas bahwa belum ada obat anti-virus corona, tidak seperti yang diklaim dan dijual oleh para pelapak di marketplace. Apalagi, mengklaim obat malaria—yang membunuh parasit plasmodium—bisa membunuh virus.
Ini ibarat ingin membunuh tikus dengan obat anti-kecoa. Ngawur kuadrat.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags)