
52 Pembangkit BBM Hijrah ke Gas, RI Hemat Rp 4 T
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
27 February 2020 18:12

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) akan mengkonversi 52 pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) ke gas. Penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) dilakukan hari ini, Kamis, (27/02/2020).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan kerjasama ini dalam bentuk supply gas dari Pertamina ke pembangkit PLN yang menggunakan BBM.
Konversi ini ditargetkan akan rampung dalam waktu dua tahun sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri ESDM No.13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG, Serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik.
Diharapkan bisa diselesaikan dalam tempo 2 tahun di tahun ini direncanakan ada 5 lokasi yang akan selesai," ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM selepas penandatanganan. Melalui konversi ini, imbuhnya, akan terjadi penghematan biaya dan emisi. "Bekontribusi pada pengurangan emisi yang menjadi program kita di Paris Agreement," imbuhnya.
Lebih lanjut Arifin mengatakan, 52 pembangkit yang dikonversikan ini belum mencakup seluruh pembangkit yang ada. Dirinya meminta PLN agar mengkaji alternatif lain yang renewable. Terkait harga gas, Arifin mengatakan akan mengupayakan diharga US$ 6 per MMBTU. "Maunya US$ 6, insyallah," harapnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan total kapasitas dari 52 lokasi adalah 1.870 Megawatt (MW), dan akan diselesaikan dalam waktu dua tahun. Konversi ini akan di bagi dalam empat tahap, di mana tahap pertama akan diselesaikan tahun ini sebanyak lima lokasi dengan total kapasitas 430 MW.
"Kemudian nanti ada tahap berikutnya akan selesai semua Januari, kita akan selesaikan semuanya," terangnya di lokasi yang sama.
Nicke menyebut investasi yang dibutuhkan sebesar US$ 1,3 miliar. Pembangkit ini akan menggunakan teknologi dual fuel. Sehingga memungkinkan untuk menggunakan diesel atupun gas. "Tidak ada tambahan capex dari sisi pembangkit. Hemat Rp 4 triliun jauh lebih murah," paparnya.
Melalui komitmen ini, imbuhnya, akan berkontribusi pada bauran energi untuk mencapai target 23%. Dirinya menyebut konsumsi gas domestik baru mencapai 60%, dan produksi gas akan terus meningkat dengan adanya cadangan baru dan menambah serapan.
"Sebenarnya kalau sebaran 52, ada di titik-titik sulit remote. Nanti ada virtual pipeline, mini regas, mini LNG plan. Itu kan selama ini pipa ajakan, ini enggak, lewat laut, jadi konsepnya virtual pipeline. Mengkoneksikan satu titik ke titik lain. Nggak pakai pipa, tapi pakai LNG. Pembangkitnkan butuh gas. Kan kudu dibuat, dibawa ke pembangkit kan. Kita buat mini regas itu di dekat pembangkit," jelasnya.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menerangkan, dari sisi PLN pihaknya mengubah biaya operasional (opex) yang tadinya dalam bentuk BBM menjadi bentuk gas. Akan terjadi penurunan Opex yang tadinya Rp 16 triliun per tahun menjadi Rp 12 triliun per tahun.
"Dari sisi PLN hemat Rp 4 triliun karena mengubah dari BBM jadi gas," jelasnya.
Lebih lanjut dirinya menerangkan, belanjar modal (capex) terkait dengan ini sebesar Rp 25 triliun ditambah angka opex Rp 180 triliun, sehingga dalam 15 tahun terjadi penghematan Rp 205 triliun. "Tambah capex Rp 25 triliun dalam 20 tahun nilainya Rp 265 triliun," jelasnya.
Dirinya menyebut ada 1 atau 2 lokasi yang sudah memiliki infrastrukturnya dan dimsukkan dalam kerjasama ini. Konsumsi solar PLN sebelum dilakukan konversi sebesar 3,1 juta kilo liter. Setelah adanya program ini sebesar 2,1 juta kilo liter diubah menjadi gas. Sisanya 1 juta kilo liter masih menggunakan solar karena lokasinya berada di lokasi-lokasi terpencil sehingga sulit dimasukkan ke dalam program ini. "Ya perlu solusi lain," paparnya.
Soal tarif listrik, dirinya menyebut PLN menjual dengan hitungan biaya pokok penyediaan (BPP) ditambah 7% (margin PLN). Sehingga jika terjadi penurunan BPP, dengan sendirinya tarif akan turun.
(gus) Next Article Indonesia Hemat Listrik?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan kerjasama ini dalam bentuk supply gas dari Pertamina ke pembangkit PLN yang menggunakan BBM.
Konversi ini ditargetkan akan rampung dalam waktu dua tahun sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri ESDM No.13/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG, Serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG Dalam Penyediaan Tenaga Listrik.
Lebih lanjut Arifin mengatakan, 52 pembangkit yang dikonversikan ini belum mencakup seluruh pembangkit yang ada. Dirinya meminta PLN agar mengkaji alternatif lain yang renewable. Terkait harga gas, Arifin mengatakan akan mengupayakan diharga US$ 6 per MMBTU. "Maunya US$ 6, insyallah," harapnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan total kapasitas dari 52 lokasi adalah 1.870 Megawatt (MW), dan akan diselesaikan dalam waktu dua tahun. Konversi ini akan di bagi dalam empat tahap, di mana tahap pertama akan diselesaikan tahun ini sebanyak lima lokasi dengan total kapasitas 430 MW.
"Kemudian nanti ada tahap berikutnya akan selesai semua Januari, kita akan selesaikan semuanya," terangnya di lokasi yang sama.
Nicke menyebut investasi yang dibutuhkan sebesar US$ 1,3 miliar. Pembangkit ini akan menggunakan teknologi dual fuel. Sehingga memungkinkan untuk menggunakan diesel atupun gas. "Tidak ada tambahan capex dari sisi pembangkit. Hemat Rp 4 triliun jauh lebih murah," paparnya.
Melalui komitmen ini, imbuhnya, akan berkontribusi pada bauran energi untuk mencapai target 23%. Dirinya menyebut konsumsi gas domestik baru mencapai 60%, dan produksi gas akan terus meningkat dengan adanya cadangan baru dan menambah serapan.
"Sebenarnya kalau sebaran 52, ada di titik-titik sulit remote. Nanti ada virtual pipeline, mini regas, mini LNG plan. Itu kan selama ini pipa ajakan, ini enggak, lewat laut, jadi konsepnya virtual pipeline. Mengkoneksikan satu titik ke titik lain. Nggak pakai pipa, tapi pakai LNG. Pembangkitnkan butuh gas. Kan kudu dibuat, dibawa ke pembangkit kan. Kita buat mini regas itu di dekat pembangkit," jelasnya.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menerangkan, dari sisi PLN pihaknya mengubah biaya operasional (opex) yang tadinya dalam bentuk BBM menjadi bentuk gas. Akan terjadi penurunan Opex yang tadinya Rp 16 triliun per tahun menjadi Rp 12 triliun per tahun.
"Dari sisi PLN hemat Rp 4 triliun karena mengubah dari BBM jadi gas," jelasnya.
Lebih lanjut dirinya menerangkan, belanjar modal (capex) terkait dengan ini sebesar Rp 25 triliun ditambah angka opex Rp 180 triliun, sehingga dalam 15 tahun terjadi penghematan Rp 205 triliun. "Tambah capex Rp 25 triliun dalam 20 tahun nilainya Rp 265 triliun," jelasnya.
Dirinya menyebut ada 1 atau 2 lokasi yang sudah memiliki infrastrukturnya dan dimsukkan dalam kerjasama ini. Konsumsi solar PLN sebelum dilakukan konversi sebesar 3,1 juta kilo liter. Setelah adanya program ini sebesar 2,1 juta kilo liter diubah menjadi gas. Sisanya 1 juta kilo liter masih menggunakan solar karena lokasinya berada di lokasi-lokasi terpencil sehingga sulit dimasukkan ke dalam program ini. "Ya perlu solusi lain," paparnya.
Soal tarif listrik, dirinya menyebut PLN menjual dengan hitungan biaya pokok penyediaan (BPP) ditambah 7% (margin PLN). Sehingga jika terjadi penurunan BPP, dengan sendirinya tarif akan turun.
(gus) Next Article Indonesia Hemat Listrik?
Most Popular