Ekonomi Korsel Darurat Corona, RI Ikut Terseret?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 February 2020 18:29
Ekonomi Korsel Darurat Corona, RI Ikut Terseret?
Foto: Para pekerja yang mengenakan pelindung menyemprotkan desinfektan terhadap virus corona baru di depan gereja Shincheonji di Daegu, Korea Selatan. Korea Selatan. (Kim Jun-beom/Yonhap via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah kasus virus corona atau Covid-19 di Korea Selatan (Korsel) meningkat drastis dalam beberapa hari terakhir. Bahkan Korsel kini menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak kedua setelah China.

Jumat kemarin dilaporkan ada 52 kasus baru, sementara pada hari ini Reuters melaporkan penambahan kasus sebanyak 142 orang. Total kasus Covid-19 di Korsel kini mencapai 346 orang. Dari total kasus tersebut, sebanyak dua orang dilaporkan meninggal dunia. Korsel kini ada dalam kondisi darurat Covid-19.

"Kita telah memasuki fase darurat. Upaya kita sampai saat ini berfokus pada menghambat masuknya virus corona ke dalam negeri. Tapi kini fokus berubah untuk mencegah penyebaran lebih jauh ke warga kita" kata Perdana Menteri Korsel Chung Se-kyun, Jumat (21/2/2020) sebagaimana dilansir South Morning China Post.

Lonjakan penderita ini terjadi di kota keempat terbesar Korsel, Daegu, yang memiliki populasi 2,5 juta orang. Musibah dimulai saat seorang wanita berusia 61 tahun, yang menderita demam sejak 10 Februari dan tak tahu ia menderita virus corona, datang dalam pelayanan di Gereja Shincheonji. Pelayanan tersebut dihadiri 1.000 orang lebih.



Akibatnya pemerintah setempat meminta warga tidak keluar rumah, jika tidak benar-benar diperlukan. Bahkan kini kota itu kini menjadi "zona perawatan khusus". Daegu pun kini bak kota mati. Kegiatan ekonomi terhenti, banyak toko dan restoran tutup.

Korsel kini mengalami pelambatan ekonomi akibat wabah Covid-19, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di China. Sebabnya perekonomian Korsel sangat terkait dengan Negeri Tiongkok.

Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2% akibat wabah Covid-19.

Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.

Ketika ekonomi China melambat, Korsel juga akan terseret. Kini tekanan semakin besar akibat penyebaran Covid-19 di dalam negeri, tentunya menghambat aktivitas ekonomi.

Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan diperlukan "langkah darurat" untuk mencegah peningkatan krisis, dan mengeluarkan "semua kebijakan yang bisa dilakukan". 

"Kita harus menerapkan semua kebijakan yang diperlukan untuk membantu perekonomian. Situasi saat ini lebih serius dari yang kita pikirkan... kita harus mengambil langkah darurat dalam kondisi darurat ini" kata Presiden Moon dalam rapat kabinet, sebagaimana dilansir Finansial Times. 

Korsel sudah mengumumkan akan menggelontorkan dana sebesar US$ 365 juta dalam bentuk pinjaman ke maskapai penerbangan, perusahaan logistik, agen perjalanan dan perusahaan ritel yang terkena dampak Covid-19, dan untuk mencegah ketatnya likuiditas. 

Pelambatan ekonomi Korsel juga akan berdampak negatif bagi Indonesia, sebabnya Negeri Gingseng merupakan salah satu mitra dagang terbesar. 



Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Januari ekspor non-migas RI ke Korsel tercatat sebesar US$ 476,2 juta turun 10,75% dari bulan sebelumnya. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 3,78% terhadap total ekspor non-migas RI. 

Sementara itu dari sisi impor non-migas, pada bulan Januari tercatat sebesar US$ 640 juta naik 15,32%. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 5,21% dari total impor non-migas RI, dan menjadi yang terbesar ke-empat setelah China, Jepang, dan Singapura. 

Jika dilihat sepanjang tahun 2019, nilai ekspor ke Korsel sebesar US$ 6,078 miliar turun drastis dibandingkan tahun 2018 sebesar 7,507 miliar atau merosot 19,03%. 



Pelambatan ekonomi tersebut terlihat berdampak signifikan pada ekspor Indonesia. Pembacaan awal produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2019 sebesar 2,2% year-on-year. Sehingga pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 sebesar 2%, menjadi yang terendah dalam 10 tahun terakhir. 

Kepala riset Standard Chartered di Seoul, Park Chong-hoon, mengatakan dengan perkembangan saat ini, bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi Korsel lebih rendah dari tahun lalu 2%. 

"Ekonomi Korea Selatan kehilangan momentum lagi, saat mulai melakukan pemulihan. Sentimen memburuk karena pelambatan ekonomi China mempengaruhi ekspor dan pendapatan wisata secara negatif" kata Park. 

Dengan ekonomi yang diprediksi melambat lagi di bawah 2%, ada risiko ekspor Indonesia ke Negeri Gingseng akan semakin merosot, yang bisa membebani neraca dagang Indonesia ke depan. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Mau ke Korea Selatan? Wajib Tes PCR!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular